"Apa?! Kau masih hidup?!"
"Kami semua mati, dan hanya kau yang masih hidup?!"
"Kau curang sekali karena dicintai oleh Ayah sendirian!"
"Ayah curang, hanya kau yang dibiarkan hidup! Kau harus mati karna kau tak merasakan apa yang kami rasakan, Ramiel!"
"Mati! Kau harus mati, Ramiel!"
"HAH..." Mata oranye itu terbuka lebar. Mencoba menstabilkan nafas yang terengah-engah, Pemuda itu menutupi mukanya dengan perasaan frustasi. Mimpi aneh itu slalu datang akhir-akhir ini. Semenjak dia berhasil mencapai tujuannya, mimpi tentang arwah-arwah sialan yang ingin mencekiknya karena masih hidup itu terus bermunculan. Dia tak mengerti kenapa mereka sebegitu inginnya membunuhnya. Padahal—padahal tak ada satupun korban Ramiel ada disana.
Tapi, kenapa mereka seperti tak menerima kalau dirinya berhasil hidup sampai akhir?
Seolah-olah mereka seperti mau marah karena mereka mati karena dibunuh Ayah mereka, sementara dia dibiarkan hidup...
Ayah...
"Miel! Kudengar kamu berteriak lagi! Kau tidak apa-apa kan?" suara lembut bernada khawatir itu menyapa pendengaran Ramiel. Uriel yang baru saja membuka pintunya menatapnya cemas. Ramiel menggeleng pelan. "A—aku baik-baik saja, Ui. Hanya saja akhir-akhir ini aku merasa mimpi itu semakin nyata..." lirih Ramiel. Uriel menatap adik kembarnya dengan iba. Direngkuhnya tubuh yang tidak beda jauh dengan dirinya, diusapnya kepala Sang Adik dengan penuh kasih sayang.
"Jangan dipikirkan... itu hanya mimpi... oke?"
"Tapi Ui, terlalu nyata untuk disebut mimpi..."
"Miel..."
"Mereka seperti marah karena aku berhasil hidup setelah menyelesaikan Tujuan akhir kita—tapi mereka bukan orang-orang sialan yang kubunuh untuk balas dendam kita kak!"
"Miel, tenangl—"
"Aku tak mengerti, rasanya aku hanya membunuh mereka yang merusak hidup kita—terutama hidup mu, Ui! Lalu mereka siapa?!" Ramiel hampir histeris lagi. Mata Uriel berkaca-kaca. Didekapnya kepala Ramiel ke dadanya, sungguh, dia hanyalah anak perempuan biasa karena Ramiel terlalu sering melindunginya. Ah, disaat begini Uriel malah merasa dirinya sama sekali tak berguna.
"Sudah ya, jangan dipikirkan lagi, ayo kita keluar, jalan-jalan sejenak..." ajak Uriel lembut, namun ditolak dengan halus oleh Ramiel. "Aku mau disini saja... mental ku benar-benar tidak baik kalau dibawa keluar..." gumam Ramiel. Uriel menghela nafas. "Kau yakin? Maksud ku, ada baiknya kita keluar sebentar..." Uriel mengusap wajah halus kembarannya itu. Ramiel mengangguk pelan sambil tersenyum—meski terlihat terpaksa sekali. Uriel mencium pipi lelaki kembarnya sekilas lalu keluar kamar Ramiel setelah berkata, "Kalau ada apa-apa, panggil aku ya?"
KAMU SEDANG MEMBACA
UNDERCOVER
Mystery / Thriller[Sci-fi x Thriller] Lihat ke sekelilingmu! Jangan terburu untuk mencariku. Pastikan ragamu aman untuk menemukan harta karun yang kusimpan. Jika tidak, bersiaplah untuk menghadapinya. Coba cari harta karun yang kutata rapi. Jika kamu berhasil, kau a...