#2 Restu

2 1 0
                                    

" Eh iya, kamu tadi kesini pake apa? ", Tanyaku. " Pake ojek online ". " Kita pulang nya bareng aja kali ya? Aku bawa mobil soalnya, aku udah punya Surat Izin juga ", tawarku. " Ayo! " Jawab Arisa.

" Mobilku di parkiran bawah, kamu  tunggu disini aja ya? ",  Ujarku sambil membalikkan badan, berjalan menuju parkiran.

Saat membalikkan badan, aku merasa ada yang menarik lengan bajuku, tarikannya tak terlalu kuat, tapi cukup untuk membuatku berhenti berjalan. " Aku mau ikut ", ucap Arisa malu malu menundukkan pandangan. " Umm, oke. Ayo kita jalan ", wajahku sedikit memerah saat melihat Arisa dengan sikap malu malu nya.


Kami berjalan menuju parkiran bawah menggunakan tangga yang berada di dekat taman. Kami berjalan selam 3 menit, sebelum akhirnya sampai ke tempat dimana aku memarkirkan mobilku. Ya, Mobilku, mobil yang kubeli lewat online. Sebuah mobil mini bus warna putih, dengan kapasitas muatan hingga 8 orang. Memang tidak baru, tapi setidaknya mobil ini lebih dari cukup untukku, dan kubeli tanpa kredit!. Saat kubeli, mobil ini harganya anjlok, bahkan hanya setengah dari harga aslinya!. Dengan surat surat yang lengkap, dan masih ada asuransi, siapa yang tak tergoda untuk membeli kendaraan setengah harga?

Kami masuk ke mobil. Tentu aku mengambil kursi pengemudi, tapi entah mengapa Arisa duduk di kursi belakang. Yah, aku tak terlalu memikirkannya sih. Saat kami keluar dari area restoran, suasana menjadi hening.

" Eh? Lah? Kok jadi diem banget? Ada lelucon apa gitu? Cerita lucu ato apa kek? ", Aku kebingungan. " Ris, tau ga kamu kalo bumi juga udah menikah?  ", Peduli setan, mau garing kek mau ga lucu kek, yang penting ga hening.
" Nikah? Sama siapa? ", Tanya Arisa.
" Yes, Kena! " Girangku dalam hati. " Bumi itu yaa, menikah sama Pakmi ".
" Ha? Pakmi?. Ger, guyonanmu udah melebihi tingkat bapak bapak untuk orang yang baru lamaran " , Ujar Arisa.

Setelah dia berkata seperti itu itu, suasana hening kembali. Kemudian, Arisa mulai tertawa kecil. Tertawanya makin besar, dan akhirnya terbahak bahak. Arisa yang tertawa lepas seperti itu, bukanlah pemandangan yang bisa kau lihat setiap hari. Aku yang melihat Arisa tertawa, entah kenapa ikut tertawa.

Tertawa itu menular.

Kami tertawa lepas selama beberapa menit dan aku tidak tau apa pemicunya. Aku segera berhenti tertawa karena aku harus fokus dalam menyetir. Arisa juga berhenti tertawa tak lama setelah aku berhenti tertawa.

Arisa menarik nafas panjang, menenangkan diri. " Ger, kamu yakin kan melamarku? ", Tanya Arisa. " Hah? ", Aku hanya bergumam. " Maksudku, apa ini ga terlalu cepet? Ga ngelewatin beberapa langkah yang seharusnya kita lewatin dulu? Seperti pacaran dulu gitu? ", Arisa memperjelas pertanyaannya.

" Pacaran ya? Coba kupikir dulu. Menurutmu pacaran  itu untuk apa? " Memperdekat hubungan? Proses saling mengenal satu sama lain? Atau ajang cari pengalaman dengan lawan jenis? Kalo itu pacaran yang kamu maksud, maka kita ga perlu pacaran lagi. Kita udah berhubungan dari kecil, kita udah  deket banget , cukup Deket sehingga aku bisa menyebutkan apa makanan favoritmu, tanggal kelahiranmu, hobimu, dan cita cita mu ", Jawabku.

" Tapi kenapa harus aku? Masih ada banyak perempuan yang lebih baik daripada aku, dan kenapa kamu memilihku? ", Arisa bertanya lagi, kali ini nada suaranya lebih rendah.
" Karna kamu adalah kamu, maka aku memilihmu. Aku tidak mau kalau bukan kamu, dan tidak akan pernah mau dengan yang lain. Kamu lah yang paling aku kenal, yang paling dekat, dan yang paling aku inginkan ", Aku berbicara untuk meyakinkan Arisa, bahwa aku takkan memilih wanita lain untuk kujadikan sebaga istri.

" Aku tau aku sudah menjawab iya, tapi apa kamu sudah siap? Kehidupan berumah tangga itu bukanlah sesuatu yang mudah, bukanlah hal yang kamu pelajari di sekolah, dan tak ada yang mengajarkannya ", kali ini pertanyaan nya lebih berat.
" Aku harus siap. Kalau aku terus berpikir apakah aku siap, maka itu akan menghabiskan berbulan bulan, bahkan bertahun tahun lamanya. Dan saat aku sudah siap, kamu menjadi milik orang lain, dan itu akan menjadi hal yang paling kusesali seumur hidup. Karna  itulah, aku tidak mau terlalu memusingkan  hal yang akan kusesali. Tenang aja, aku punya tabungan yang cukup untuk membeli rumah sendiri tanpa cicilan, aku akan punya pekerjaan tetap, dan ini adalah mobilku ", aku kembali meyakinkan Arisa.
" Eh, ini mobilmu?! ", Arisa terkejut. " Kan tadi di restoran aku sudah bilang ' mobilku '! ".

" Tapi , kamu sudah bilang ke keluarga mu kalau kamu melamarku? ". " Kalau ke orang tua ku sudah, anehnya mereka ga terkejut saat aku bilang kalau kamu yang mau kulamar. Kalau adik & kakakku belum kuberitahu ".

Perjalanan dari restoran ke rumah kami memakan waktu 30 menit, itupun kalau tidak macet. Untungnya, walau pulang saat Jam kerja kantoran berakhir, kami bisa sampai ke rumah dalam 35 menit. Kami langsung ke rumah Arisa. Aku tak mau membuang waktu, tinggal 1 bulan lagi sampai aku harus pindah ke kota untuk bekerja. Tak ada alasan untuk menunda pernikahan ini

" Permisii, Om, Tantee. Angger masuk yaa ", Aku langsung masuk setelah memarkirkan mobil di depan rumah, mengikuti Arisa yang telah masuk lebih dulu. " Eh, Masuk ngger, Tante di dapur dulu yaa", sambut Tante isti. Perempuan berumur 43 tahun, dengan rambut hitam panjang sebahu, perawakan semampai, dan kulit putih dari kepala sampai ke kaki, ibu dari Arisa.

" Tante, om Andy nya ada? Angger mau ngomong sama om, kalo bisa sama Tante juga ", tanyaku tanpa basi basi. " Ada ngger, bentar Tante panggilan
dulu ".

Tak lama kemudian, aku duduk di ruang tamu, bersama dengan Tante Isti, dan seorang pria paruh baya, dengan badap besar, dan rambut yang sudah mulai berwarna putih. Ya, dialah Om Andy, ayah dari Arisa, dan sahabat karib ayahku.

" Jadi, mau ngomong apa? ", Buka om Andy. Aku langsung menjawab, " Izinkan saya menikahi putri om!. Saya tau saya masih muda, saya belum berpengalaman sama sekali dalam masalah percintaan, saya juga ga bisa menjamin kalau di kehidupan pernikahan kami tidak akan ada masalah sama sekali. Tapi, Saya tetap ingin menikahi Arisa, Saya akan membuatnya bahagia, apapun resikonya. Saya akan mengutamakan kebahagiaan dan keselamatan Arisa di atas apapun. Jadi, tolong izinkan saya menikahi putri anda dan menjadi bagian dari keluarga anda! ".
Nada bicaraku sedikit naik, tanganku mengepal, dan mataku melotot, entah mengapa.

" Saya kaget ", ucap om Andy. " Ya wajar sih kalo kaget, ga ada angin ga ada hujan aku tiba tiba minta izin untuk nikah sama anak nya ", pikirku. " Ternyata kamu bisa ngomong keren juga ya ngger ! ". " Lah dia kagetnya karna itu? ", Aku juga terkejut.

" Kamu udah bilang ke Jonatan soal lamaran ini? ", Tanya Om Andy. " Saya udah bilang kok ke ayah dan ibu saya ". " Terus apa kata mereka? " , Dia bertanya lagi. " Mereka kasih izin ", " Kalo gitu saya juga izinin ". " Eh, serius ? Makasih banget loh om ! ", Aku senang bukan main. Aku melepaskan kepalan tanganku dan mencubit pahaku sendiri.

" Yaa, kamu udah om anggep anak sendiri, jadi kalo mau jadi anak om beneran ya om seneng dong ". " Jadi kapan nih nikahnya? ", Om Andy bertanya lagi.
" Oh, iya . Saya lupa bilang. Saya bukan depan harus pindah karna kerja di kota, jadi saya harus cari rumah baru untuk di tinggali. Jadi kayaknya ga sempet deh kalo mau bikin pesta pernikahan. Oh iya, saya bisa bayar rumahnya sendiri kok, saya punya tabungan ", ujarku. " Apa!?", Om Andy terkejut. Ya orang tua mana yang ga terkejut kalo anaknya tiba tiba dibawa pergi?, Jauh lagi, pikirku. " Kamu bisa beli rumah sendiri?! Terus kerja di kota juga ?!" , Om Andy terkejut lagi untuk kesekian kalinya. " Lah itu yang bikin dia kaget? " Aku juga ikut terkejut, " Uhh iya om, saya dapet kerjaan dari relasi boss saya di tempat kerja sampingan saya yang dulu ".

" Jadi kapan cari rumahnya? ", Tanya om Andy. " Saya belum diskusi sama Arisa. Besok bakal saya diskusiin. Soal pernikahannya, kayaknya saya cuma resmiin di kantor kependudukan aja ", ujarku.
" Oh, oke. Om setuju aja kalo kamu emang buru - buru. Intinya om udah ngasih izin ya, sisanya om serahin ke kamu Sama Arisa", ucap om Andy.

" Oke om, terimakasih. Untuk selanjutnya, akan saya diskusiin bareng Arisa. Saya pamit pulang dulu, mau ngabarin keluarga saya kalo saya sama Arisa bakal nikah dan pindah secepatnya".

Hari ini, aku pulang dengan perasaan bahagia, paling besar dari semua kebahagiaan yang pernah kurasakan. Aku, akan menikah dengan wanita yang paling kucintai, dan tidak ada satu orang pun yang menentang kami. Pernikahan ini akan menjadi kebahagiaan untuk aku dan Arisa sebagai pengantin, serta kedua  keluarga yang telah mendukung kami untuk membuat sebuah keluarga baru. Karena, pernikahan bukan hanya tentang menyatunya dua insan, melainkan lebih besar daripada itu, yaitu menyatunya dua keluarga.

No Wife No LifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang