Sharing Bareng BukDos

32 3 0
                                    

Untuk hari ini kita free materi, karena sepertinya materi juga sudah diberikan semua.

Naah ... jadi untuk hari ini sharing-sharing lagi.

Cus! Langsung lempar pertanyaannya, materi mana yang belum dipahami. Nanti akan dijawab oleh Ibu Dosen kita tercinta, Tasyayouth 😍😍

Q: Aku cuma mau minta tips gimana caranya bikin cerita horor yang bagus dan nge-feel.

A: Karena aku bukan aku penulis horor (baru coba-coba join), mungkin aku gak bisa kasih tips yang bener-bener pas. Tapi, ya kalau mau nulis sesuatu agar nge-feel, ya harus ditulis dengan sepenuh hati. Jangan setengah-setengah.

Begitupun cerita bagus. Maunya nulis sesuatu yang bagus, tapi males riset, males belajar kepenulisan. Dan jadinya null.

Orang yang nulis horor gak mesti harus indigo atau minimal lihat tuyul nyuri makanan di bawah meja makan (setelah ditelusuri ternyata adik lelaki kamu yang lapar).

Jadi gimna caranya?

Riset tadi. Nonton film horor, baca buku horor, dengar cerita teman, atau tanya langsung sama orang indigo.

Terus misal kamu udah merasa udah riset dan segala hal, tapi kok ada yang gak pas, ya. Kamu bisa tanya reader atau teman kamu. Minta pendapat tentang alur (pembaca lebih peka terhadap alur), atau mau tentang kepenulisan, bisa tanya teman kamu yang editor atau orang yang paham kepenulisan.

Q: Tips cerdik nyusun alur

A: Paling cerdik nyusun alur?

Bikin outline.

Itu paling efektif menurutku. Outline sendiri adalah suatu kerangka atau garis besar dalam suatu cerita. Ini sangat membantu terutama untuk menghindari plot hole. Terutama kalau kita pakai alur maju mundur, pasti agak sulit, sehingga kita harus bikin kerangka yang pas.

Dimulai dari pengenalan cerita, pemicu masalah, tahap konflik, kemudian klimaks, hingga ke tahap penyelesaian.

Lebih enak kalau bikin outline di buku, jadi semisal ada ide dan mau ubah alur, kita bisa coret dan ubah. Jadi bisa tahu ini nyambung gak ya sama yang di awal.

Nah, kalau emang udah bikin outline tapi masih mengganjal, itu bisa revisi ulang atau minta bantuan proofreader. Justru bagus kalau ada revisi. Bahkan ada yang bilang (aku lupa) katanya kalau mau menerbitkan lebih baik baca naskah sampai sepuluh kali.

Gak mungkin naskah kita langsung perfect dalam sekali buat. Kita hanya manusia. Yang kerap salah dan khilaf.

Menulis itu sama prosesnya kayak manusia.

Pas lahir masih kecil, gak bisa apa-apa, nangis aja.

Terus belajar merangkak, berdiri, jalan, sampai lari.

Awal-awal nulis, nulis aja dulu. Terus lama-lama mikir gimana bikin tulisan yang bagus, belajar lagi. Tapi, ya, kita gak bisa sendirian ngejalaninnya. Selalu ada orang lain.

Dan selain matangin outline dan PUEBI, kita juga perlu matangin niat. Ini, nih, yang kadang sulit 😂

Q: Aku masih bingung dengan onomatope.

Kalau bunyi air menetes pakai tanda seru, kah?

A: Aku pernah nanya ke seorang editor dan katanya penulisan onomatope diakhiri dengan tanda seru.

Tes! Tes! Tes!

Karena ini tidak dijelaskan di PUEBI, jadi agak sulit mengidentifikasikannya.

Materi Kuliah KepenulisanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang