Bagian 1

142 12 10
                                    

Selamat membaca 🍓

Nabastala indah tak lagi menampakkan cahayanya, tersilih awan hitam yang begitu pekat. Angin semilir terasa menjamah pada kulit seorang gadis cantik bernama Raina Adelsa. Saat ini dia sedang berada di dekat jendela kamarnya. Dia termangu sembari mengamati suasana dihadapannya.

Akhir-akhir ini dirinya tak lagi menikmati keheningan ini. Karena memang terlalu ripuh dengan keadaan. Hingga setitik kesukaan dia tak lagi menilik.

"Raina! jemuran kamu diangkat, Keburu hujan!" teriak mamanya—Melda dari ruang tengah sepertinya.

Raina tersentak, bagaimana bisa dia lupa akan itu?

Jika kalian pikir Raina anak orang kaya, kalian salah. Keluarga sederhana dengan kebutuhan yang sedikit sulit terpenuhi dalam kehidupannya. Mereka mengandalkan Raina, membuat tanggung jawab besar diserahkan kepada dia. Raina sulung, dan dia tahu akan itu.

Orang-orang banyak berujar karena memang itu kewajiban sulung. Tanggung jawab yang besar akan terus dia dapat. Seperti tak bisa dibantahkan yang tampak seperti kodrat anak sulung.

"Raina! Cepat udah hujan itu!" Peringatnya lagi dengan suara yang cukup nyaring.

Dilihatnya dari jendela, hujan mulai deras menghilir suasana di sore hari.
Segera dia keluar untuk mengangkat jemurannya.

Saat melewati mamanya, Raina
Dibuat berehat oleh dia. Menanti tuturan apalagi akan perihal jemuran.

"Kalau disuruh tuh yang cepat, bukan melamun nggak jelas. Kamu udah besar nggak usah nunggu diperintah."

Sentilan mamanya begitu menohok dalam hatinya. Berusaha menetralkan mimik merah di wajahnya.

"Iya, Ma. Raina tadi lupa," ujar Raina.

"Ya, udah sana keburu besar hujannya!" sekelumit ketus pada Raina.

Melangkah ke depan rumahnya. Diraihnya satu persatu baju dengan celana yang dijemurnya. Tidak lama untuk mengangkat itu hingga akhirnya dapat terselesaikan. Tumpukan baju di tangannya menutup penglihatannya. Segera dia masuk dan menaruh tumpukan baju itu.

"Raina! Rini belum pulang dari siang. Coba kamu jemput di sekolah barangkali masih ada di sana," ujar Melda pada Raina di ambang pintu kamar Raina.

Rini Qessi Alaya. Adik dari Raina yang masih pelajar kelas delapan SMP. Sedangkan Raina kini kelas sebelas di sekolah SMA Jingga.

Raina menaruh bajunya. "Loh emangnya Rini nggak bawa sepeda?" tanya Raina yang sudah mulai melipat baju yang diangkatnya tadi.

"Pake." Meninggalkan ruangan itu.

Raina tak menunggu melipat bajunya selesai, karena itu akan memakan waktu yang banyak. Apalagi dirinya telah diberi amanat untuk menjemput adiknya.

Diambilnya jas hujan di dapur, dan segera dia pakai. Satu persatu tangan masuk ke jas hujan hingga mulai menutup badannya. Jas hujan terlihat kecil di tubuh Raina, mungkin efek sudah dari dulu benda itu.

Merapikan jas hujan agar terlihat tertutup, dan tidak terkena hujan jika dikenakannya.

Dia memandang lekat jas hujan di bagian bawahnya. Terlihat berlubang panjang ternyata.

"Aduh kenapa jadi gini sih?" keluh Raina menatap jas hujannya itu.

Dia memutuskan untuk memakai payung saja menjemputnya. Sebelum mencari keberadaanya, Melda sudah terlebih dahulu menyerahkan itu kepadanya.

Melda memberikan payung. "Nih pakai payungnya, nanti kamu sakit lagi," ujarnya.

Senyum terbit di wajah Raina. Dia menyukai momen ini, perhatian kecil seperti ini akan menjadi kecintaan dirinya. Melda peduli, dan dia tidak akan membiarkan anaknya sakit begitu saja.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 17, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Eldest (REVISI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang