Bab 5

661 40 0
                                    


Penguntit

Seseorang membuntutinya.

Raga merasa diikuti, entahlah setiap kali dia memarkirkan mobilnya ia merasa ada yang mengawasi, tengkuknya meremang. Tapi tidak terbukti, dibelakang tidak ada siapa pun dan juga tidak ada suara langkah kaki. Siapa yang berani mengikuti seorang Raga Bratadikara?

Perasaan itu tidak sama seperti para fans yang mengikutinya, kegelisahan merambati tubuhnya.

Raga mempercepat langkahnya, pikirannya mencoba positif. Mungkin saja itu Ujo yang ingin mengerjainya. Laki-laki itu selain berotak mesum tapi juga jail.

"Ini dia si Casanova kampus kita." Ujo berseru pada teman-temannya melihat kedatangan Raga.

"Ujo? Kamu di sini?"

"Iyalah, masa di kamar kamu," gelak Ujo.

Raga tertegun, lalu ia menoleh ke belakang. Banyak orang berlalu lalang, wanita-pria dan semua orang itu tidak ada yang mencurigakan.

Sial! Dipikir aku takut.

"Tadi malam pada kemana kalian? Ngilang satu-persatu?" tanya Raga dengan tenang. Semalam mereka bersenang-senang di club malam.

"Menurutmu? Ga, Ga! Ngapain lama-lama di sana minum sama kamu, udah jelas cewek di samping aku udah minta dikelonin," kekeh Ujo. Baret tertawa sambil mengangguk.

"Lain kali kita ke sana lagi ya, cakep-cakep kupu-Kupu malam di sana." Ujar Baret. Ujo memberikan jempolnya tanda setuju. Mereka bermalas-malasaan di kursi panjang, di taman kampus. Tempat favorit sekalian cuci mata.

"Ga! Dara, Ga! Samperin," kata Ujo melihat Adara berjalan. Karena Raga tidak bergerak Ujo dan Baret menghadangnya sambil tergelak.

"Dara di cariin Raga tuh. Dari tadi malam dia nyebut nama kamu terus pas mabok." Ujar Baret. Raga hanya memperhatikan mereka dari tempatnya tanpa mencegah kelakuan teman-temannya.

"Awas aku mau lewat," ucap Adara dengan jantung yang berdetak lebih cepat.

"Raga bilang pengen cepetan honeymoon dengan kamu," ucap Ujo, mengerling pada Baret menunjukkan gigi kuningnya.

"Jangan ganggu aku!" kata Adara melewati mereka. Tapi mereka terus menghadangnya. "Kakak aku bisa ngedamprat kalian kalau kalian masih gangguin aku."

"Ruby? Kirim salam dong sama dia. Aku janji deh bakal jadi Abang ipar yang baik hati, penyayang, dan rajin menabung asal kamu kasih nomor Ruby." Baret setengah memohon.

"Gila! Ruby beneran mau diembat, tapi kan Raga juga suka sama Ruby," ucap Ujo pada temannya yang berbadan besar. "Tunggu Raga kasih kode sama kita buat deketin Ruby, baru kamu gerak."

Adara merasa muak dengan mereka. Bisa-bisanya mereka membicarakan kakaknya di depan dia dengan gelak tawa tanpa rasa malu. Adara menatap Ujo dengan tatapan tidak biasa.

"Ruby nggak akan suka sama kalian, apalagi Raga." perut Dara bergejolak tegang. "Dia nggak suka sama cowok begajulan yang sukanya gangguin perempuan di kampus." Ucapnya lagi.

"Tukang mabuk, tidur dengan sembarangan perempuan. Kalau sekolah tahu kalian pasti dikeluarin."

"Kok tahu?" tanya Ujo berfikir. "Mau ngadu sama dosen?" cibir Ujo. Sepertinya mereka salah menilai Adara, gadis itu lebih berani dari kakaknya.

Melalui sudut mata, Adara melihat Raga yang mulai berjalan mendekat pada mereka. Tangannya menekan ujung bajunya, jujur saja ia merasa gelisah dilingkari ke tiga pria itu.

"Biarin dia lewat, jangan gangguin lagi," tegur Raga, menepuk bahu Ujo pelan. "Mereka cuma iseng jangan dimasukin ke hati," kata Raga pada Adara. Lalu Raga merangkul kedua kawannya itu untuk pergi, menjauh dari gadis itu.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 18, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Love To KillTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang