Chenle menyeret Jisung yang hampir setengah mabuk. Keduanya berjalan dalam keheningan hingga tiba di basement tempat mobil Jisung terparkir. Sejujurnya Chenle ingin sekali berlari meninggalkan Jisung sejak pemuda itu menciumnya. Namun, Chenle adalah teman yang baik. Tidak mungkin ia meninggalkan orang mabuk sendirian.
Tidak, lebih tepatnya Chenle tidak ingin meninggalkan Jisung dengan wanita yang tiba-tiba muncul dan terus menggoda sahabatnya itu. Menyebalkan.
"Chenle pelan-pelan," protes Jisung. Tangannya masih ditarik oleh pemuda mungil itu.
Keduanya berhenti di depan mobil merah milik Jisung. Pemuda jangkung itu baru hendak membuka pintu kemudi, tetapi ditahan oleh yang lebih kecil.
"Apa lagi?" tanya Jisung.
"Aku yang nyetir. Aku masih sayang nyawaku."
Jisung memutar bola mata. Ia tidak terlalu mabuk untuk hanya sekadar menyetir kendaraan. Ia bahkan berkali-kali pulang dengan keadaan mabuk dan tetap selamat. Namun, sedetik kemudian, sebuah seringai tipis terlihat menghiasi wajah tampan Jisung.
Ia merogoh saku celananya, mengambil kunci mobilnya. Chenle hampir merebutnya, tetapi Jisung malah mengangkat tangannya, membuat benda itu berada di luang jangkauan Chenle.
"Jisung!" bentak Chenle. Ia berjinjit, mencoba meraihnya. Namun tetap saja, perbedaan tinggi yang sangat ketara membuat usahanya sia-sia.
Chenle memekik saat tangan kiri Jisung meraih pinggang rampingnya, menariknya hingga membuat tubuh keduanya menempel. Dengan tenaganya yang tidak seberapa, Chenle mencoba mendorong jisung tepat di dadanya, berharap akan tercipta jarak beberapa jengkal.
Sayangnya, saat kedua tangan mungil Chenle sibuk, tangan kanan Jisung yang sebelumnya menggantung di udara kini sudah berada di belakang tubuh Chenle. Menarik pemuda manis itu menjadi lebih erat ke dalam pelukannya.
Chenle mendongak, hendak melayangkan protes yang sayangnya justru mendapatkan tatapan sayu dari iris sekelam malam di depannya.
"Ji ...," cicit Chenle. Posisinya sekarang benar-benar tidak menguntungkan. Kedua tangannya terhimpit di antara tubuhnya dan Jisung.
Namun, Jisung tidak merespon. Pemuda itu tetap diam memperhatikan Chenle yang mulai berubah merah di depannya. Tangannya bergerak, jemarinya kini membelai surai cokelat Chenle, menyingkirkan beberapa helai yang jatuh di dahi hingga mata si Manis.
Tubuh Chenle meremang saat hangat dari jemari Jisung menyentuh kulit wajahnya, bergerak perlahan menelusuri garis wajah Chenle hingga berhenti di dagunya.
Apa Jisung akan menciumku lagi?
Tidak, jangan. Jangan saat berada di parkiran seperti sekarang.
Pikiran aneh mulai memenuhi kepala pemuda itu bersama dengan semburat merah yang semakin terlihat jelas di pipi hingga telinganga.
"Le," bisik Jisung
Yang disebut namanya hanya diam. Menunggu pemuda jangkung itu meneruskan ucapannya.
"Aku baru sadar kamu ternyata kecil banget ya," ucap Jisung.
Sudut bibirnya terangkat disertai kekehan kecil.
Chenle mendelik, ia menginjak kaki sahabatnya itu kemudian merebut paksa kunci di tangan Jisung dan mendorong pemuda itu menjauh.
Park Jisung sialan! umpat Chenle dalam hati.
Chenle meremat kemudi di hadapannya erat, membuat kuku jarinya membiru. Entah sejak kapan suasana berubah menjadi canggung, entah sejak Jisung menciumnya? Atau sejak pemuda itu memeluknya? Atau sejak Chenle berpikir Jisung akan kembali menciumnya?
KAMU SEDANG MEMBACA
HONEST (JICHEN / CHENJI)
FanficChenle mabuk dan tanpa sadar meluapkan semua keluh kesahnya pada Jisung, teman seapartemennya. Yang paling memalukan, Chenle mengatakan tentang perasaannya pada Jisung, padahal Jisung straight! Namun siapa sangka, sejak malam itu, kehidupan Jisung...