4. ⌚🛀

8.3K 1.1K 229
                                    

Chenle bangun dengan kesal saat mendengar suara bising dari dapur. Ia mengecek ponselnya melihat jam yang baru menunjukkan pukul enam pagi. Dengan kesal, ia turun dari ranjang menghampiri sumber suara itu.

Helaan napas frustasi keluar dari mulut Chenle begitu melihat pemuda jangkung berada di dapur.

"Park Jisung!" panggil Chenle dengan suaranya yang melengking.

Ia mengambil teflon yang tergeletak di lantai dan memukul lengan Jisung.

"Aku baru bisa tidur jam empat dan kamu mengacaukan tidurku!" keluh Chenle.

"Ini apa lagi? Jam enam pagi dan kamu sedang merebus mie instan?" Chenle menaikkan alis.

"Kenapa benda ini bisa ada di lantai?" Kali ini Chenle menggerakkan teflon di tangannya ke depan wajah Jisung

Jisung mundur selangkah, berjaga-jaga jika tiba-tiba teflon tersebut akan melayang ke wajah tampannya.

Sedetik kemudian, Jisung sedikit menunduk, memajukan wajahnya hingga berada tepat di depan wajah Chenle.

"Kamu habis nangis?" tanya Jisung.

Tubuh Chenle meremang saat merasakan embusan napas Jisung mengenai wajahnya. Kini giliran Chenle yang mundur, semburat merah tipis terlihat menghiasi pipi putihnya.

"Apa sih. Aku nanya tuh dijawab bukan nanya yang lain," dengus Chenle.

"Kamu nangis kenapa?" Jisung tidak mengindahkan omongan Chenle.

"Aku sudah bilang aku baru tidur jam empat, dan aku sangat mengantuk. Itu sebabnya wajahku bengkak," jelas Chenle.

Sedikit berbohong, sebenarnya ia sendiri tidak tahu mengapa. Setelah obrolan tingga tengah malam dengan Jisung, Chenle tiba-tiba merasa sesak di dalam dada. Entahlah, ia terbiasa mendengar Jisung akan pergi dengan gadis-gadis lain yang paling lama hanya bertahan dalam tiga minggu. Namun, saat menyadari Jisung benar-benar memiliki seseorang yang berhasil membuatnya jatuh hati, Chenle merasa kalah.

Sejak awal dia sudah kalah. Sejak awal dia tahu, selamanya ia hanyalah teman pagi pemuda itu, tidak akan lebih. Katakanlah Chenle sedang egois, ia benar-benar masih tidak bisa mempercayai hal tersebut. Mempercayai Jisung benar-benar akan menjadi milik orang lain.

Hal itu membuat Chenle overthinking semalaman dan berakhir baru bisa memejamkan mata sekitar jam empat pagi.

Baiklah, Chenle mengaku, dia menangis. Sedikit, hanya sedikit.

"Chenle?" panggil Jisung sembari menggoyang-goyangkan tangan di depan wajah Chenle.

Ia menaruh teflon sembarang. "Aku mau tidur."

Setelahnya Chenle pergi meninggalkan Jisung yang kini hanya mematung, mematap punggung mungil yang beranjak menjauhinya.

"Tumben ga jadi marah?" tanya Jisung pada diri sendiri. Ia mematikan kompor, membawa panci berisi mie instan ke wastafel dan menuang airnya. Sayangnya, karena tidak hati-hati, bukan hanya air yang terbuang melainkan semua yang berada di dalam panci kini melesat keluar ke wastafel.








Chenle bergerak tidak nyaman saat merasakan seseorang duduk di tempat tidurnya. Ia mergerjap, memberikan akses pada mata agar bisa membiasakan dengan cahaya yang cukup terang.

"Apa sih?" ucap Chenle malas. Ia menarik selimut, bergerak membelakagi Jisung yang kini tengah menatapnya.

"Bukannya hari ini ada kelas?" tanya Jisung.

"Jam sembilan."

Jisung menarik selimut Chenle. "Sekarang jam setengah sembilan."

Chenle segera bangun, kepalanya berdenyut karena terkejut.

Dengan mengabaikan Jisung yang masih berada di sana, Chenle segera turun dari tempat tidur dan berlari menuju kamar mandi.

Sekitar sepuluh menit kemudian, Chenle kembali dengan hanya menggunakan bathrobe berwarna putih. Jisung sedikit terkejut, tetapi mencoba abai dan tetap membaringkan tubuh di tempat tidur Chenle.

"Jisung keluar," titah Chenle.

Jisung masih bermain dengan ponselnya saat Chenle berjalan mendekat. "Ga ah, mager."

"Aku mau pakai baju!" ucap Chenle. Ia menarik tangan Jisung, tetapi pemuda yang jauh lebih besar darinya tidak bergeser sama sekali.

Jisung justru mengubah posisi tidurnya, ia kini menyamping, menghadap ke tembok. "Tinggal ganti aja sih."

Chenle menyerah, ia tidak ingin terlambat kelas pagi ini. Jadi dengan terpaksa ia meninggalkan Jisung, menuju lemari dan mulai mengambil pakaian yang akan ia kenakan hari ini.

"Jisung jangan ngintip!" teriak Chenle saat mendengar suara dari arah ranjangnya.

Jisung berdecak. "Ngapain juga ngintip."

Jisung kembali memainkan ponsel. Sungguh, tetap di ruangan ini dan menolak untuk pergi adalah keputusan yang seharusnya tidak Jisung ambil.

Dari ekor matanya Jisung bisa melihat paha mulus dan kulit putih Chenle saat bathrobe yang dipakainya sedikit terangkat. Jisung menelan ludah, wajahnya terasa memanas. Ia segera mengalihkan perhatian sebelum berpikir yang aneh-aneh. Jemarinya sibuk menggulir layar ponsel, meski sejujurnya tidak ada yang Jisung lakukan.

"Jisung," panggil Chenle.

Pemuda itu tersentak, ia menoleh ke arah Chenle hanya untuk disuguhkan dengan punggung putih mulus yang sudah tidak lagi tertutup bathrobe. Jisung segera mengalihkan pandangannya lagi saat Chenle mulai memakai kemeja abu-abu.

Pipi Jisung memerah. Baginya, sangat wajar untuk melihat laki-laki lain tanpa menggunakan baju atasan. Teman-temannya sering melakukan hal tersebut. Namun entah mengapa, saat melihat Chenle perasaannya menjadi aneh. Bahkan hanya punggungnya saja terlihat begitu cantik.

"Jisung!" panggil Chenle lagi. Kali ini suaranya lebih tinggi.

Jisung yang terkejut hanya memandang Chenle dengan bingung.

"Kamu ada kelas?" tanya Chenle sembari merapikan rambutnya.

"Jam 10," jawab Jisung.

"Yasudah, aku duluan," pamit Chenle. Ia merapikan beberapa buku, memasukkan ke dalam tas kemudian menggendongnya.

Begitu Chenle hendak keluar kamar, Jisung segera bangkit dari tidurnya. "Tunggu."

Pemuda jangkung itu mengambil langkah besar dan tidak ada satu menit, ia sudah menggendong tasnya.

"Ayo berangkat bareng," ajak Jisung.

Dan tanpa menunggu jawaban Chenle, Jisung segera meraih tangan Chenle. Mengenggamnya erat sembari berjalan keluar. Jisung tersenyum kecil, tangannya mungil sekali, batin Jisung.

Keduanya berjalan dalam hening, baik itu di lorong apartemen atau pun di dalam lift hingga menuju ke basement, tempat mobil Jisung terparkir. Chenle tidak berani berbicara, ia terlalu sibuk menangkan detak jantungnya yang semakin lama semakin kencang.

*****




SIAPA YANG MASIH MELEBUR SAMA EPS BARU CHENJI IGOT COGOT 😭😭 AYO NANGIS BARENG AKHIRNYA UPDATE JUGA 😭😭😭

SIAPA YANG MASIH MELEBUR SAMA EPS BARU CHENJI IGOT COGOT 😭😭 AYO NANGIS BARENG AKHIRNYA UPDATE JUGA 😭😭😭

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
HONEST (JICHEN / CHENJI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang