Takdir; sebagaimana kebetulan yang unik, membuat dua insan manusia merasa sedang dipermainkan. Saling melihat, saling menyadari satu sama lain soal kehadiran. Kalakian diciptakan saling tak mengenal.Dan lagi, menghampiri asa yang sepenuhnya direncanakan, tentang dua netra yang saling bertatap menepis rasa asing.
Bila, kebetulan memang sudah diatur, maka apapun yang terjadi akan dipertemukan pada waktunya.
Dalam kondisi apapun jua, selama berada ditempat yang sama, lalu menyadari setelahnya. Maka pertemuan itu benar terjadi.
Mengenal lagi, manusia yang bisa diterka sebagai tempat paling nyaman dan pula tempat kejam. Manusia diciptakan dengan ego yang sebanding dengan rasa sayang. Dapat menyakiti dan pula mencintai.
Jenggala baru saja pulang kuliah, setibanya didalam rumah, perhatiannya teralihkan oleh tumpukan surat dimeja, ruang tengah.
Ia tengok kiri dan kanan, tak ada ayah dan ibunya, surat-surat penting ini pasti dibawa masuk Bi Sum.
Lalu, Jenggala mendapat surat terbungkus amplop warna langit biru, bertuliskan ‘Dear Jenggala’.
Kontan saja Jenggala mengerutkan dahinya, dilihat-lihat pun kertas ini seperti surat cinta, tapi tak bisa mengelak bahwa Jenggala menggurat senyum tipis saat memegangi suratnya lebih rekat.
Penasaran dengan isinya, Jenggala pun acap masuk kekamarnya, melemparkan ransel warna hitamnya ke lantai lalu beranjak naik ranjang.
Jenggala membuka amplopnya, berisi kertas cantik berwarna senada dengan bungkusnya.Saat ditilik tulisan pena amat sangat rapi, tertanggal tahun lalu.
“Semesta sedang bahagia, karena disinggahi manusia seperti mu, Jenggala. Awal kali mata ini menatap pahatan cantik sepertimu, ketika kamu duduk termenung didepan perpustakaan utama kampus, aku masih ingat dengan apa yang kamu kenakan, kemeja biru langit yang melapisi kaos putih tipis, kamu tampak kesepian menanti teman, sibuk bermain ponsel dan acuh dengan sekitar, aku sengaja berdiri 30 meter dari mu, diam dan hanya mengagumi, sampai kawan mu datang mengajakmu pergi.Awalnya aku kira dunia itu luas, berjuta-juta langkah kulampaui tak akan menyatukan kamu dan aku ditempat yang sama. Walaupun kita menghirup udara yang sama, berpijak diatas tanah yang sama. Namun tersekat jarak dan malu. Seharusnya aku memberanikan diri menyapa, setahu ku, kamu ramah, kamu suka menebar senyum setiap keliling kampus sehabis perkuliahan. Tapi, lagi-lagi aku terlalu defensif, takut karena aku masih asing bagimu...
Dear Jenggala, aku mungkin seperti penguntit, tapi setiap kali tanpa sengaja aku berjalan dibelakangmu, aku seperti sedang melindungimu. Kelak aku ingin berdiri sejajar dengan mu, sekadar menemani kala kamu sepi saat menanti kawan mu datang. Tapi Jenggala, entah kenapa, aku amat bersyukur bahwa kamu hidup didunia yang sama dengan ku, menjadi alasan kenapa setiap hari bagi ku sangat indah, karena acap kali hari berganti, yang aku pikirkan, adalah pertemuan tidak sengaja dengan Jenggala di kampus, sekilas namun membekas.”
Jenggala menikmati setiap bait isi surat, hingga terhanyut kedalamnya, ini kali pertama ia mendapatkan surat seperti ini.
“Jadi gini ya punya pengagum rahasia, seru tapi geli juga, jadi penasaran sama orangnya, nggak ada identitasnya lagi, cuma ada tanggal dari tahun kemarin, jadi hampir setahunan dia nulis ini, dan baru dikirim sekarang, manis.”
KAMU SEDANG MEMBACA
SURAT - short story of Jaemin ✔
Fanfiction[SELESAI] Sangat pendek, tapi Jenggala menyukainya