Dihari selanjutnya, sepulang Jenggala nongkrong di kafe, ada surat dengan sampul yang sama seperti kemarin yang diterimanya. Tergeletak di atas meja.
Jenggala pun akas mengambil dan akan dibacanya di dalam kamar, terlebih ia tak bisa mengetahui siapa yang mengirim, saat ditanya pada Bi Sum pun hanya dijawab bahwa surat itu sudah didalam kotak surat depan rumah.
“Hai Jenggala, aku tadi lihat kamu marah-marah sama teman kamu karena berebut kursi di kantin, ah maaf, aku sengaja makan siang dikantin fakultasmu, niat memang mencari seberkah semangat hanya dengan melihatmu dari jauh. Melihat mu tertawa, aku pun ikut tertawa, melihatmu cemberut pun aku ikut merasakan gemasnya.
Aku mau bilang ke kamu, pernah nggak kamu merasa bahwa dirimu itu amat berharga dimata orang yang tepat? Kebahagiaan begitu mengelilingimu, sehingga aku tak perlu khawatir kamu sedih sewaktu-waktu.
Aku ingin bercerita, terkadang aku merasa kalau dunia ku cukup beruntung, dikaruniai dua bola mata yang mampu menangkap wajahmu sesering hari. Ketika menyadari, bahwa aku bisa tersenyum sendiri hanya dengan memandang bayanganmu yang terjatuh ditanah akibat terpaan sinar matahari, aku sungguh menyebutnya keberuntungan.
Adakalanya aku berkata pada angin, sesekali bisikan pada Jenggala bahwa ada seorang gadis yang suka berlindung dibalik gelap sedang mengaguminya. Ironi-nya, aku suka merasa geli, andai-andai aku bisa menyapa dan kamu tersenyum untuk bentuk respon, apakah tanganku masih sempat menulis surat seperti ini? Sepertinya kalau itu terjadi, maka tak ada hari untuk ku esok.
Jenggala, sering-seringlah tersenyum, jangan suka termenung dikala sendirian, aku sedih melihatnya, kamu indah dan berharga, jangan redum disaat sekitarmu berseri.”
Jenggala terdiam sesaat, tapi rasanya juga senang, tulisan indah itu menghipnotis alam sadarnya, sampai-sampai berharap bertemu dengan gadis ini, atau besok mendapatkan suratnya lagi.
Lalu, tatapan Jenggala mengarah pada ujung kanan bawah surat, bahwa surat ini dibuat sepuluh bulan yang lalu, berjarak dua bulan dari surat pertama, makanya tadi Jenggala sempat berpikir soal rebutan kursi dengan temannya, padahal seharian ini dirinya nongkrong di kafe setelah pulang awal kuliah.
KAMU SEDANG MEMBACA
SURAT - short story of Jaemin ✔
Fanfiction[SELESAI] Sangat pendek, tapi Jenggala menyukainya