SURAT Keempat

115 46 4
                                    

Tatkala ada yang bilang, bahwa hidup itu mengitari stigma orang, yang mana hidup hanya seputar pilihan, mimpi, kenyataan dan ketidakpastian

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Tatkala ada yang bilang, bahwa hidup itu mengitari stigma orang, yang mana hidup hanya seputar pilihan, mimpi, kenyataan dan ketidakpastian.

Jenggala tidak pernah menyangka sama sekali, bahwa dirinya menjadi mimpi seseorang, dan pula menjadi kenyataan yang tidak pasti.

Ketika dirinya tidak tahu menahu soal gadis yang mendadak mengiriminya surat, entah siapa dia, darimana ia tahu alamatnya, dari arah mana ia melihat sosok Jenggala.

Pertanyaan itu memenuhi kepala Jenggala. Bahkan kalau niatpun Jenggala sangat ingin mencarinya. Tapi kalau dipikir lagi, kampusnya mempunyai ribuan mahasiswa perempuan. Jelas Jenggala tidak tahu gadis itu tingkat berapa bahkan dari jurusan mana.

Tapi, mendadak saja, Jenggala jadi senang pulang kerumah. Rasanya disambut surat beramplop warna biru langit itu, menjadi kesenangannya.

Dan kini, ketika senja menampakan diri dilangit, Jenggala pulang.

Selembar kertas yang ia nanti pun sudah ditempat biasa.

Kali ini Jenggala membacanya di teras rumah, ditemani awan jingga yang indah sebelum ditenggelamkan oleh dinginnya malam.

“Jika suatu hari nanti aku menemukanmu telah jatuh cinta dengan orang lain, aku mohon, berbahagialah, karena aku percaya, kebahagianmu akan mengalir melalui angin yang tersampaikan padaku

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

“Jika suatu hari nanti aku menemukanmu telah jatuh cinta dengan orang lain, aku mohon, berbahagialah, karena aku percaya, kebahagianmu akan mengalir melalui angin yang tersampaikan padaku. Aku belum tahu apakah kamu sudah memiliki kekasih.

Aku suka bertanya-tanya pada semesta, apa Jenggala mencintai seseorang? Rasanya pun pasti, dan aku harap orang itu memperlakukan mu dengan baik, ketika aku hanya berbincang dengan malam, diawali dengan kejujuran, bahwa aku menyukai mu sejak awal kali mata ini melihat, dan dimalam-malam selanjutnya aku lebih seperti mengadu, karena Tuhan menamparku dengan kekecewaan, untuk menyadarkan ku bahwa dunia adalah sebuah kenyataan yang harus dijalani, Jenggala.

Ada kisah disetiap langkah ku, dan kamu salah satu pijakan yang menghentikan jalan ku, karena, ada bahagia disana yang ku rangkai sendirian dengan asa. Berharap-harap kamu mau memasukinya, lain kali.

Jenggala, terima kasih, sudah mengantarkan ku pada mimpi indah, dan hari ini, langit senja rasanya sudah berbeda, layungnya tak lagi menggoda, sinarnya seakan tak lagi ceria, seakan tahu bahwa salah satu pengagumnya sedang kehilangan tuan dari tahtanya.

Mendadak saja, aku sedih, apa karena aku lagi berantem sama kakak ku ya? Ah maaf jadi cerita hehe. Tapi, semakin kesini, aku makin sedih, melihatmu dari jauh seakan menjadi kesakitan yang tak terasa, aku ingin kamu senyum didepan ku, amat sedih hanya bisa menikmati senyummu dibalik punggungmu.

Tapi, apapun itu, terima kasih, sudah menjadi pelangi untuk duniaku yang kelabu.”

Surat itu dibuat enam bulan lalu.

Dan tidak tahu kenapa, Jenggala sedih, surat kali ini tak selucu sebelumnya, seakan terselip sang penulis sedang gundah.

Rasanya, Jenggala ingin memeluk orangnya, dan memberitahu bahwa ia akan senang hati menyambut sang pengagum rahasia.

SURAT - short story of Jaemin ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang