Tekanan Michael pada Fahima

439 39 12
                                    

Selesai subuh Fahima bersiap kembali ke Bangka, teman satu kost telah berada di depan pintu kamar, memberikan pelukan perpisahan. Sebuah mobil grab menunggu gadis cantik itu. Wajah yang sembab dan mata bengkak, Fahima duduk di belakang pak supir yang terlihat masih sangat muda.

Melakukan penerbangan seorang diri untuk yang kedua kali, gadis itu tersenyum, ia sangat merindukan mama dan neneknya. Lima puluh menit berada di udara dan ia sangat bahagia memijakkan kaki di tanah Bangka.

"Alhamdulilah ya Allah, aku bisa kembali dengan selamat." Gadis itu mengambil koper dan berjalan menuju pintu keluar.

"Tidak ada bus ataupun angkot." Fahima berdiri di pinggir jalan, ada banyak kendaraan rental yang menunggu penumpang.

"Aku tidak mau merepotkan Leo." Fahima melihat layar ponselnya.

"Mau kemana, Neng?" tanya seorang pria berdiri di samping Fahima.

"Sungailiat," jawab Fahima.

"Dua ratus lima puluh ribu rupiah, saya antar sampai depan rumah,' ucap pria paruh baya itu dengan ramah.

"Apa?" Fahima berpikir, hari itu tanggal satu dan gajinya belum masuk rekening, uang di dompet hanya tinggal dua ratus dua pluh ribu rupiah karena ia harus membayar lebih untuk barang yang ia beli di Serang.

"Pak, uang saya sisa dua ratus dua puluh ribu rupiah.' Gadis itu tersenyum cantik.

"Benarkah?" Pria itu menatap Fahima yang segera mengeluarkan dompetnya dan meperlihatkan dua lembar uang ratusan serta satu lembar dua puluh ribuan.

"Naiklah, bapak juga sudah mau pulang ke Belinyu." Pria itu mengambil koper Fahima dan memasukan ke dalam monil.

"Ah, terima kasih." Fahima bersemangat dan segera duduk di samping koper miliknya.

"Alhamdulilah ya Allah, aku bisa pulang dengan sisa uang ini." Mata indah Fahima menatap langit Pangkal Pinang yang terlihat cerah dengan awan putih menggantung pada warna biru yang indah. Ia bercengkrama dengan pak supir hingga mobil berhenti tepat di depan rumah semi permanen. Pak supir membantu Fahima membawa koper hingga depan pintu.

"Terima kasih banyak, Pak." Fahima tersenyum lebar dan menyerahkan biaya perjalannya.

"Iya, masuklah! Kamu pasti lelah." Pak supir kembali ke mobil dan meningalkan gadis dengan wajah penuh kebahagian karena bisa kembali ke rumah.

"Assalamualaikum." Fahima membuka pintu dan menarik kopernya masuk.

"Mama, Nenek." Suara gadis itu tetap lembut walaupun ia berusaha untuk berteriak.

"Nenek." Fahima membuka pintu kamar neneknya dan kamar itu kosong , tempat tidur telihat rapi.

"Dimana nenek?" Fahima mulai khawatir.

"Ma, Mama." Gadia itu berlari ke dapur dan tidak ada siapapun di rumah.

"Ma, dimana kalian?" Fahima terduduk di kursi tua, air mata telah membasahi wajah cantiknya.

Tangannya gemetar berusaha mengeluarkan ponsel dari tas ransel, penglihatan telah buram karena tertutup air mata, ia mulai terisak. Jari indah itu menggeser layar ponsel dan mencari nomor Mamanya, ia segera menghubungi nomor itu. Fahima terkejut karena mendengar deringan ponsel mama dari dalam kamarnya yang tertutup, ia ragu untuk membuka pintu.

"Assalamualaikum, Ma." Fahima membuka pintu, kamar tampak gelap karena jendela dan gorden yang tertutup dan lampu tidak menyala.

"Ma," Fahima membuka gorden dan terkejut ketika melihat seorang pria tampan dengan kulit putih bersih dan tinggi badan seratus delapan puluh tujuh centimeter menatap tajam pada dirinya.

Terjebak Miliarder PosesifTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang