Guci Pernikahan

516 36 8
                                    

Michael menikmati makan siang bersama Fendy, sesekali ia mencuri pandang melihat pada guru cantik dan masih muda itu. Senyuman Fahima begitu manis dan tulus ketika bersama siswa-siswanya. Entah mengapa seakan ada magnet yang terus menarik Michael sehingga ia merasa tidak puas melihat wanita itu.

Pria itu berkeliling di pantai Tongsai dan memeriksa semuanya, sesuai permintaan Papanya, karena tempat itu milik pribadi keluarga Hardianto. Hingga sore hari Michael dan Fendy masih berada di lokasi pantai bernuansa Chines itu. Selesai berkeliling, bos besar berjalan ke tepi pantai dan melihat para siswa bersiap untuk pulang dengan bis.

"Baiklah semuanya, kalian telah menyelesaikan belajar di SD dan akan melanjutkan ke jenjang SMP." Fahima berdiri di depan siswa kelas 6.

"Ingat, selalu rajin belajar dan beribadah, bersikap baik dan sopan, menghargai dan menghormati seuma orang. Beradap dan berilmu." Guru cantik itu tersenyum.

"Berikan pelukan pada Bu guru!" Fahima membentangkan tangannya dan semua siswa mneyerbu dirinya. Mereka tertawa bersama dan beberapa anak perempuan menangis karena sangat menyukai Fahima. Sebelum anak-anak masuk ke bis dengan teratur, wanita itu memberikan pelukan dan tinjuan lembut dengan siswa-siswinya.

"Dia seperti Mama." Michael tersenyum dan terus memperhatikan Fahima hingga bus itu meninggalkan lokasi pantai.

"Tuan Muda, mobil sudah menunggu." Fendy melirik Michael.

"Ah, aku harus mengambil guci pernikahan di rumah Oma." Michael berjalan menuju mobil yang terparkir di pintu masuk.

"Maaf Tuan, apa Anda akan menginap di sini?" Tanya seornag pria keturunan Tionghoa yang menjadi penanggung jawab pantai Tongsai.

"Tidak, aku akan menginap di hotel Paraday." Michael masuk ke dalam mobil diikuti Fendy. Mobil mewah melaju dengan kecepatan sedang menuju perkampungan Chines bernama desa Kunday.

Sebuah rumah besar dengan halaman rumput hijau terawat, berpagarkan teralis besi, tujuh patung kuda dengan warna putih dan hitam menyambut kedatangan Michael. Pria itu turun dari mobil dan melihat lapangan basket, aula dengan dinding kaca sebagai tempat pertemuan. Begitu hening. Michael tersenyum, ia merasa nyaman dengan suasana tenang itu.

Bus sekolah yang tadi Michael lihat di pantai berhenti di depan rumah keluarganya. Fahima turun menemani seorang bocah laki-laki sangat tampan dengan kulit putih bersih.

"Sudah sampai." Fahima tersenyum.

"Terima kasih, bu guru." Anak laki-laki itu memeluk Fahima yang berjongkok.

"Belajar yang rajin, selalu pertahankan prestasi kamu." Wanita itu mengusap kepala siswanya.

"Bu, mendekatlah." Anak itu melambaikan tangannya.

"Ada apa?" Fahima mendekatkan wajahnya dan sebuah ciuman mendarat di pipi.

"Terima kasih." Anak laki-laki itu berlari masuk ke dalam pagar yang telah terbuka.

"Hah, anak yang sangat berani." Fahima mengusap pipinya dan kembali ke mobil.

"Waaaah, Kakak El." Anak itu memeluk Michael.

"Apa kamu mengenalku?" tanya Michael heran karena dirinya jarang pulang ke Bangka.

"Tentu saja, Mamaku selalu memperlihatkan foto-foto kakak El dan kakak Jo," ucap bocah itu.

"Pasti sikap kamu menurun dari Jordan." Michael melihat Bus yang telah pergi.

"Benarkah?" Joe tersenyum.

"Aku melihat kamu berani mencium seorang wanita." Michael tersenyum.

"Kakak harus tahu, Guruku adalah yang tercantik dan baik di sekolah." Joe berjalan masuk ke dalam rumah.

Terjebak Miliarder PosesifTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang