how loves bye [end-2]

327 42 4
                                    

Di luar sedang terik, langit tanpa awan seperti di bulan musim panas. Aku tak banyak bicara ketika kakak dari ibu menjemput ku di rumah hendak mengantarkan ke suatu tempat, tempat yang selama ini tak pernah ingin kudatangi lagi. Ketika mobil melaju membelah jalan, pemandangan bukit dan pepohonan menjadi sesuatu yang lebih menarik saat ini. Itu hijau dan tampak damai, aku suka.

"Mau dengar lagu?"

Aku menoleh pada adikku yang menawarkan earphone miliknya untuk kugunakan. Untuk saat ini, aku bahkan tak tahu lagu atau musik jenis apa yang bisa kudengarkan tanpa harus mengusik suasana hati yang sedang kacau.

"Tidak," kubilang. Jangan ada musik apapun untuk didengarkan.

Pikiranku mulai berkelana entah kemana, hal-hal aneh yang seharusnya tidak kupikirkan mulai muncul dalam benak, seperti; apa yang terjadi pada seseorang setelah ia mati?

.

.

.

Jantungku berdebar kencang saat mobil yang kutumpangi berhenti di sebuah tempat yang tak pernah kudatangi sebelumnya—ini bukanlah tempat yang kupikir akan kami tuju—tapi, bibi dengan cepat turun dan berjalan terlebih dahulu sehingga spontan aku mengikutinya dari belakang. Sejujurnya, aku tak suka situasi ini. Ada banyak sekali orang di sana, tepat di sebuah bangunan yang tampak belum lama selesai di bangun.

"Lama tak bertemu, Yoongi"

Seorang wanita paruh baya mendatangiku dengan wajah berseri-seri. Aku lupa-lupa ingat siapa wanita ini, tapi seulas senyum tetap kuperlihatkan padanya. Sambutan yang lainnya sungguh membuatku menahan nafas untuk beberapa saat, karena lagi, aku tak begitu ingat orang-orang ini. Mungkin karena aku jarang memperhatikan.

Beberapa meter di depan, aku dapat melihat adikku tersenyum tipis lalu memandang bibi yang telah masuk terlebih dahulu kedalam bangunan yang kami datangi.

Sesaat, tanganku gemetar kala langkahku membawaku masuk mengikuti bibi. Aku berdiri tepat dibelakangnya, hingga ia menyadari aku tak kunjung berdiri sejajar dengannya lalu menarik lenganku agar menampakkan diri.

Aku ingin pulang.

Semua suara tangisan itu, kekesalan dan amarah, keluhan dan air mata. Kenapa aku harus terjebak di sini. Setiap hal yang kulihat dan kudengar membuat kepalaku bereaksi aneh.

Aku melihat bibi dan paman Kim menunduk dalam tangis, dan itu cukup untuk menyakitiku sejauh ini, karena aku tak pernah melihat mereka seterluka itu sebelumnya.

Pandanganku jatuh ke lantai, dimana marmer kuning gading kini dihiasi debu yang dibawa setiap alas kaki dari orang-orang yang datang. Ah, pasti banyak orang yang menyayangi Taehyung telah datang kemari, bukan?

"Yoongi?"

Aku mengangkat kepalaku perlahan, dan mata berair bibi bertemu pandang dengan mataku yang memerah menahan pedih. Yang terjadi selanjutnya, bibi mulai histeris, menangis tanpa harus memikirkan rasa malu, menumpahkan setiap kalimat memilukan yang tanpa sadar membuat buliran bening jatuh membasahi pipiku.

Sial. Semalaman aku meyakinkan diri dengan menangis sepuasnya agar tidak terhanyut rasa sedih hari ini, tapi sepertinya pertahananku tidak sekuat yang kubayangkan. Aku juga kesakitan.

"Lihat siapa yang datang, nak. Mereka membawa Yoongi untukmu, Taehyung-ah. Ibu mohon bangunlah dan lihat dia. Yoongi datang dari jauh hanya untuk menemuimu, sayang"

Kini pandanganku tertuju pada Taehyung. Dia masih terlihat sangat tampan, bahkan lebih tampan dari terakhir kali kami bertemu—mengenakan jas hitam mewah dan bunga-bunga berwarna cerah menghias sekelilingnya. Bukankah itu cantik? Berkali-kali lipat cantiknya hingga membuatku tak dapat berhenti menangis, sebab semua hal itu adalah kali terakhir aku dapat melihatmu dalam pemandangan sedamai ini.

How Loves ByeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang