how loves bye pt.3

316 53 5
                                    

Keesokan harinya, aku merasa risih saat tiba di sekolah. Bagaimana tidak? Semua orang memandangiku dari awal memasuki gerbang sekolah. Ada yang menatapku tak suka, sampai ada yang memandang remeh kearah ku. Penyebabnya sudah pasti karena kakak kelasku yang sebanyak dua kali menyatakan perasaannya seperti lelaki bangsat yang mengemis cinta padahal telah kukatakan aku tidak bisa menerimanya. Mungkin jika dia datang lagi aku harus lebih menekankan kalau aku sama sekali tidak tertarik untuk jadi kekasihnya karena memang dia bukan tipeku. Sama sekali bukan.

Ketika aku baru memasuki kelas, teman-teman dekat ku berhamburan untuk duduk mengitari dan mereka menyayangkan sikap ku yang katanya terlalu polos dan sok jual mahal. Ini bahkan bukan urusan para manusia bedebah ini jika aku berani memaki, karena serius cerocosan mereka lambat-laun kian menjadi.

"Sampai kapanpun aku tidak akan jadi pacarnya karena aku menyukai orang lain," kataku berusaha menahan emosi, "Dan kalian, berhentilah membuatku tambah sakit kepala. Kenapa tidak kalian saja yang jadi pacarnya, hah?!"

Mereka semua akhirnya terdiam, dan sialnya malah aku yang merasa bersalah sebab ini pertama kalinya aku membentak seseorang selama aku masuk sekolah menengah. Sisi manis ku jadi ternodai gara-gara mereka.

"Tolonglah, aku sedang dalam suasana hati yang tidak baik"

.

.

Itu mata pelajaran jam kedua saat tiba-tiba Taehyung menelpon, dan nekat saja aku meminta ijin pada guru dengan alasan orangtuaku yang menelpon karena ada hal penting.

Aku pasti di hukum kalau sampai ketahuan berbohong saat itu.

"Kenapa kau menelpon di saat jam pelajaran?" tanyaku panik ketika sudah masuk di salah satu bilik toilet sekolah.

"Bukankah kemarin sudah ku bilang akan menelponmu?"

"Ya, aku tahu. Memang kau tidak masuk kelas?"

"Semua orang sibuk melakukan persiapan untuk acara sekolah"

"Dan kau tidak sibuk?"

Taehyung terkekeh. "Aku kabur sebelum mereka menyuruhku membersihkan kaca jendela."

Aku tidak menghitung berapa lama kami bicara. Taehyung membuatku terlalu larut dalam pembicaraan ringan yang sebenarnya tidak terlalu penting. Dia bertanya bagaimana kabarku, kapan aku akan datang ke rumah, lalu berlanjut dengan cerita soal orangtuanya yang berencana membeli rumah baru. Kedengarannya Taehyung sangat bersemangat karena ia tak henti berceloteh sampai kakiku keram karena terlalu lama berdiri.

"Yoongi, apa kau tidak rindu padaku?"

Pertanyaannya sontak membuatku tertegun, bahkan nafasku tertahan dalam beberapa detik.

Apa aku salah dengar?

"K-kau bilang apa?" hell, bisa-bisanya aku gelagapan.

"Ah, lupakan"

Ucapan Taehyung tersebut menjeda perbincangan kami. Aku pun jadi lambat berpikir untuk sekedar mencari bahan basa-basi agar tidak ada kecanggungan yang tidak menyenangkan. Tapi kemudian Taehyung mengatakan sesuatu yang malah membuatku berasumsi jika mungkin dia sedang tidak sadar saat mengatakannya.

"Datanglah ke rumah, Yoongi. Aku merindukanmu"

•••

Pertengahan tahun di musim panas merupakan liburan yang paling aku nantikan. Ibu menjanjikan jika kami akan pergi ke rumah Taehyung setelah ayahku selesai dengan urusan pekerjaannya, dan tentu aku sangat antusias. Setelah sekian lama tidak bertemu akhirnya aku akan pergi menemui Taehyung.

Aku mengabari Taehyung soal rencana tersebut, dan ia sama antusiasnya hingga terdengar kehebohan dari seberang sana. Suaranya dibarengi tawa serta teriakan tertahan saat kukatakan aku ingin dapat traktiran es krim seperti biasa darinya. Dan lagi-lagi, kami larut dalam perbincangan yang panjang. Taehyung yang cerewet dan aku lebih banyak jadi pendengar ketimbang menyahut apa yang ia bicarakan karena ada sekian dari pembahasannya yang tidak kupahami.

Sampai pada waktunya dimana kami akan berangkat, ibu malah memberitahuku jika rencananya harus dibatalkan karena suatu alasan. Aku bertanya kenapa, tapi ibu tidak bilang apapun meski aku berkali-kali bertanya padanya. Aku hampir menangis saat itu, tapi sekuat tenaga berusaha ku tahan karena ibu paling tidak suka dan akan marah jika melihat aku menangis hanya karena hal sepele. Ia benci saat aku terlihat lemah.

Dua bulan berikutnya pun aku tak kunjung bertemu Taehyung. Ada waktunya pun ia begitu sulit dihubungi, dan saat kutanya ibunya, bibi bilang jika akhir-akhir ini Taehyung sering pergi bersama teman-temannya. Mungkin bibi memberitahu Taehyung jika aku bertanya soal dia, karena pada beberapa kesempatan dia akan menelpon atau mengirim pesan.

"Kau tahu? Kelasku kedatangan murid baru hari ini, dan dia berasal dari Seoul"

"Wah, itu hebat. Apa orangnya baik?" tanyaku sambil memandang langit-langit kamar.

"Ya. Dia sering memberitahu kami seperti apa tampaknya Seoul. Dia juga membawa sejumlah alat tulis menulis untuk kami sekelas"

Wah, dia itu pasti anak orang kaya. Aku jadi berpikir bagaimana kelihatannya murid baru yang di maksud Taehyung. Apa dia sekeren anak remaja yang sering muncul di acara televisi? Atau malah lebih keren dari itu?

"Kau pasti berkenalan dengannya. Apa dia keren?"

"Tidak juga, gayanya biasa saja seperti siswa kebanyakan. Sama sekali tidak sekeren remaja Seoul. Justru dia agak pemalu dan pendiam"

Ternyata tidak seperti dugaanku.

"Siapa namanya?"

"Park Jimin"











[...]

How Loves ByeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang