Tuhan memiliki rencananya sendiri. Walaupun manusia hidup untuk memilih, tetap saja di akhir waktu, Tuhanlah yang paling tahu apa yang akan terjadi di kemudian hari. Kehidupan dan kematian, semua berada dalam kehendak-Nya. Mau seperti apa manusia memohon, selantang apa mereka berdo'a menghadap-Nya, tetap saja jika Tuhan berkehendak demikian, mau bagaimana lagi. Hal ini membuat Gun Atthaphan tak bisa melakukan apapun selain merenung dan menyalahkan diri sendiri akibat kematian Off Jumpol.
10 jam telah dilewati oleh Gun. Kali ini, ia sedang berdiri tepat di depan sebuah pintu apartemen. Ada dua lelaki lain turut menemani, berdiri di samping kanan dan kirinya. Beberapa jam yang lalu, mereka menghadiri pemakaman sesosok insan yang berarti dalam hidup. Pakaian serba hitam melambangkan ketiga lelaki itu sedang berkabung. Langit di luar turut menurunkan rintik-rintik hujan yang perlahan semakin deras, seolah ikut bersedih karena ada sepasang Soulmate yang tak sempat dipertemukan kembali dalam jalinan kisah kasih sayang.
"Aku sangat merindukannya," ucap Gun di tengah keheningan yang bergeming. Salah satu telapak tangan diletakkan pada pintu, kemudian jari-jari turun menyusurinya.
"Kami juga, Gun." Arm menundukkan kepala.
Seraya memejamkan mata, Tay memijat kepalanya. "Semua ini terasa begitu mendadak dan tak bisa dipercaya."
". . ."
Dalam kesenyapan suasana, Gun, Arm dan Tay masuk ke apartemen Off. Tidak ada yang berbicara di antara mereka, masing-masing sibuk dengan pikirannya. Sudah dari awal, ketiga lelaki tersebut berencana untuk membantu keluarga Off dalam membereskan segala benda-benda miliknya. Arm dan Tay membersihkan daerah ruang tamu serta dapur. Untungnya mereka tidak begitu repot karena Off adalah orang yang cukup perfeksionis. Segala sesuatu sangat terorganisir, mungkin hanya sedikit saja barang-barang yang sekiranya sudah kadaluarsa seperti makanan atau minuman di dalam kulkas.
Namun, berbeda dengan ruangan yang sedang dibersihkan oleh Gun. Kamar Off terlihat berantakan. Banyak sekali bekas bungkus makanan ringan serta kaleng-kaleng soda tergeletak begitu saja di lantai berkarpet. Kondisi tempat tidur masih berantakan. Selimut menjuntai turun, bantal terjatuh di kaki kasur, dan guling yang entah berada di mana. Gun terdiam sejenak ketika mengetahui keadaan ini sangat berbeda jauh dengan ruang tamu apartemen. Ia menghela napas, dengan lunglai mulai bekerja melakukan pembersihan. Detak jantung berdegup pelan.
Tak sampai 15 menit kemudian, dada Gun terasa begitu sesak, napas juga ikut terengah-engah. Karena tidak kuat, lelaki mungil itu duduk di tepi ranjang. Tangan kanan memegang dada bagian kiri sedangkan lainnya menahan tubuh sebagai tumpuan di belakang. Jari-jari tangan itu seperti menyentuh sesuatu. Gun menoleh seraya meringis ngilu dan mendapati sebuah buku tersembunyi di balik selimut. Susah payah Gun meraih dan jika dilihat dari dekat, ada sesuatu yang terselip di antara halamannya. Tanpa peduli tentang isi buku itu, Gun langsung saja menarik benda yang ia kira adalah pembatas.
Ternyata, sebuah foto polaroid. Off dan Gun terlihat menikmati matahari tenggelam di sebuah tepi pantai. Dua kata tertulis di bawah, sedangkan di baliknya ada kelanjutan berupa kalimat.
"Untuk Gun,"
"Aku merindukanmu, Soulmate. Kembalilah padaku."
Seraya tersenyum tipis, kedua mata cokelat perunggu milik Gun—berkaca-kaca—melirik pada jam dinding. 20 menit lagi menuju tengah malam, waktu si lelaki mungil itu tidak lama lagi.
Sebentar lagi, aku ya?
Gun duduk bersimpuh, menit-menit berlalu dan detak jantung semakin melambat. Tak lama, lelaki mungil itu merebahkan diri di atas lantai berkarpet. Kedua mata miliknya yang nampak mengkilap begitu indah bagaikan perunggu. Manik yang juga merupakan milik Off.
Jangan khawatir, Off. Sebentar lagi, kita akan bertemu.
Mungkin, Off dan Gun sebagai Soulmate bukanlah rencana yang baik bagi Tuhan untuk berkehendak. Mungkin saja di dunia, mereka dipertemukan agar saling belajar, memahami apa itu perjuangan dalam menggapai mimpi, kesabaran dalam menunggu, dan merasakan penyesalan ketika mengambil keputusan yang salah. Kehidupan telah mengajarkan Off dan Gun untuk tidak membuat waktu terbuang sia-sia. Selagi dunia masih berputar di bawah kaki seorang insan, maka kesempatan akan selalu ada dan datang padanya. Karena bisa saja, entah kapan dan bagaimana, rencana yang sudah dari awal dipersiapkan dengan baik akan menguap di udara—bersama dengan segala harapan yang ada.
Dalam sekejap mata memandang dan jantung berdetak. In the eye of a heartbeat.
Pukul 00.00 AM, seorang insan pemilik sepasang manik dengan lautan cokelat gelapnya pun menutup perlahan. Jantungnya berhenti berdetak bersamaan dengan helaan napas terakhir ia hembuskan. Wajah si lelaki mungil nampak berseri ketika sayup-sayup dalam pendengaran dan gelapnya penglihatan, ia mendengar sebuah bisikan suara yang begitu menenangkan.
Kau telah kembali, Gun Atthaphan, sayang.
—THE END—
.
.
.
Hai! Terima kasih sudah baca au / ff ini sampai akhir!
Gue lagi coba hal baru dengan bikin au / ff based on offgun couple. Semoga kalian enjoy dan suka yaa selama baca!
Kritik dan Saran juga sangat diperlukan untuk kemajuan skill menulis gue, jadi kindly knock my dm's atau bisa langsung beri komentar yaa. I'll respond to it of course!
See ya on the next AU / FF! Love ya guys a lot ✨
KAMU SEDANG MEMBACA
IN THE EYE OF A HEARTBEAT • offgun ✔
FanfictionKehidupan telah mengajarkan Off dan Gun untuk tidak membuat waktu terbuang sia-sia. Selagi dunia masih berputar di bawah kaki seorang insan, maka kesempatan akan selalu ada dan datang padanya. Karena bisa saja, entah kapan dan bagaimana, rencana yan...