3. Pemuda Tanpa Ekspresi

11 4 0
                                    

Desiran angin menelusup jelas memenuhi ruangan yang tidak begitu luas. Angin itu berputar-putar selama beberapa saat sebelum hilang tanpa meninggalkan jejak. Seorang wanita dengan gaun putih panjang dan rambut panjang pula kini terduduk pada sebuah kursi kayu berukir.

Seulas senyum tipis terbit pada bibir Senja. "Lama tidak bertemu. Apakah ada hal menarik yang membuatmu datang?" tanyanya pada wanita itu.

"Aku ingin bercerita," jawab sang wanita.

"Baiklah." Senja membenarkan posisi duduknya, dia siap mendengar cerita dari wanita yang berada di hadapannya. "Sebelum itu, rubah penampilanmu terlebih dahulu!"

Wanita itu tidak membalas ucapan Senja, dia menurut dengan patuh. Gaun putih dengan beberapa noda tanah dan darah mendadak hilang, tergantikan dengan gaun lavender. Rambut panjang tergerai yang terlihat berantakan kini telah sirna. Berganti dengan rambut lurus panjang yang ditata rapi.

"Bisakah aku mulai bercerita?" tanyanya setelah selesai merubah penampilan.

"Bisa, tapi sebelum itu, silakan minum teh terlebih dahulu," ucap Senja yang merubah raut muka wanita terbalut gaun lavender itu.

"Aku tidak suka minum teh," tolaknya.

"Maka,  jangan harap bisa bercerita. Minumlah, meski hanya sedikit."

Wanita itu menurut, kemudian menyeruput tehnya. "Ini cerita tentang seorang pemuda," ucapnya memulai cerita.

***

Namaku Kira, orang-orang sering menyebutku hantu, setan, roh, atau sebagainya. Mungkin bisa dibilang begitu, tapi nyatanya, aku hanyalah hantu atau roh kesepian yang sangat suka mengamati manusia. Mereka itu unik, memiliki sifat dan tingkah laku berbeda antara satu dengan yang lain. Pun termasuk dengan pemuda kantoran yang saat ini sedang dalam perjalanan pulang.

Setiap hari, dia selalu mengenakan pakaian rapi. Pergi pagi, pulang sore, terkadang juga pulang larut malam. Manusia ini, adalah manusia yang paling menarik perhatianku. Tidak seperti manusia kebanyakan, dia tidak pandai mengekspresikan diri. Di tempat kerjanya pun begitu. Dengan patuh dia melakukan apa pun yang diperintahkan atasannya. Namun, dia tidak menunjukkan rasa kesal saat atasannya itu marah saat dia melakukan sedikit kesalahan.

Manusia ini seperti robot, kegiatannya setiap hari juga sama. Mulai dari bangun tidur, membereskan tempat tidur dan rumah kecil yang dia tinggali sendiri, kemudian sarapan, pergi bekerja, bekerja, pulang dan tidur. Kegiatan itu terus berulang setiap harinya, kecuali saat ia libur. Namun, tidak ada yang berbeda antara hari libur atau bekerja, dia tetap bekerja meski di hari liburnya. Dia terlalu memaksakan diri.

Saat itu, aku yang bosan dan lelah melihat kegiatannya yang begitu-begitu saja, memilih meninggalkannya dan mulai mencari manusia lain yang lebih menarik dibanding dia. Akan tetapi, hanya dia yang menurutku paling menarik, aku kembali lagi mengamatinya.

Suatu hari, seorang wanita yang bekerja di tempat yang sama dengannya memberikan kue. Dia yang suka dengan makanan manis menerima dengan senang hati. Ya, dia adalah manusia irit ekspresi yang sangat menyukai kue beserta makanan manis lainnya. Pertama kali mengetahui itu aku terkejut, untuk pertama kalinya dia membuat ekspresi, sebuah senyum terbit di bibirnya. Dia terlihat bagus jika tersenyum, kuharap dia dapat tersenyum seperti itu mulai dari sekarang.

Lihat, dia mulai memakan kuenya. Perhatikan ekspresinya, dia menarik kedua sudut bibirnya. Kali ini sebuah senyum tulus terbit, tidak seperti sebelumnya, saat dia bertemu atasan atau kliennya. Senyum yang diberikannya hanya senyum bisnis yang terpaksa dan pura-pura.

Dia menghentikan kunyahannya, sendok yang berada di tangannya jatuh begitu saja. Aku yang kaget memilih terbang mendekat, memastikan apa yang terjadi padanya saat ini. Setetes air mata jatuh dari pelupuk matanya. Wanita yang tadi memberikannya kue menatapnya heran dan bingung.

"Galih, kamu kenapa?" tanyanya.

"Ah, tidak, rasanya membuatku bernostalgia," jawabnya segera menghapus air mata.

"Sepertinya kamu sangat menyukainya. Datang saja ke toko Sweet Daily, aku membelinya di sana," jawabnya sebelum berlalu meninggalkan Galih.

Dia mengambil sendok yang jatuh di bawah kakinya sebelum menatap kotak kue bertuliskan Sweet Daily selama beberapa detik. Seulas senyum kembali terbit menghiasi wajahnya.

Sepulang kerja, dia memutuskan mengunjungi toko kue yang dimaksud rekan kantornya. Berbekal alamat pada kotak kue, ia kini tiba di depan toko sederhana bertuliskan Sweet Daily pada papan namanya. Dia mendorong pintu itu kemudian menjelajahi toko lebih dalam. Tidak jauh berbeda dengan tampilan luar, bagian dalamnya juga sederhana. Dinding toko dicat dengan warna pastel yang meneduhkan mata. 

"Silakan dilihat-lihat koleksi kue di toko kami," ucap seorang wanita muda yang dibalas anggukan pelan dari Galih.

Matanya menjelajahi setiap kue dalam kotak kaca besar dari ujung ke ujung. Dia menunjuk tiga kue, kemudian wanita muda itu memberikan kue yang ditunjuk Galih. Dia membawanya ke meja sebelum menyantap kue tersebut. Lagi-lagi, dia kembali mengulas senyum.

Setelah menyelesaikan makannya, dia kembali pada wanita muda yang setia di tempatnya.

"Maaf, apakah Anda yang membuat kue-kue ini?" tanyanya seraya menunjuk kue-kue dalam kotak kaca.

"Ah, bukan, itu Ibu saya," jawabnya.

"Dapatkah saya bertemu dengan beliau?"

"Silakan, dengan senang hati. Akan saya antar pada Ibu saya," jawab sang wanita.

Galih kini duduk berhadapan dengan ibu sang wanita muda yang menyambut kedatangannya sekaligus orang yang membuat aneka kue di toko tersebut. 

"Saya Galih, maksud saya bertemu Ibu karena saya ingin belajar membuat kue seperti yang Ibu buat," jelasnya tanpa basa-basi.

Yah, perjalanan Galih masih panjang. Kisahnya lebih menarik dibandingkan kue-kue di toko yang terlihat sangat lezat dan menggugah selera. Aku akan terus mengamati dan menanti kisahnya. Menanti kue buatan tangannya sendiri dan menanti hal lain apa yang dapat membuatnya memunculkan eskpresi tidak terduga selain kue dan makanan manis.

***

"Yah, sampai di sana saja akhir ceritaku," tutup Kira mengakhiri ceritanya. "Aku pergi sekarang," ucapnya lagi sebelum beranjak.

"Lain kali, ceritakan lagi tentang  manusia menarik lainnya," ucap Senja.

"Tentu. Dah, Senja." Wanita itu kembali dalam bayangan, menembus dinding sebelum menghilang dari pandangan.

🍃Selesai 🍃

Kedai Teh Senja [KumCer] ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang