Bermandikan peluh, bola yang sedaritadi ia giring dan lemparkan ke sana kemari dipeluk sejenak. Menghela nafas panjang sebelum melompat lalu melemparkan bola tersebut sekali coba yang langsung masuk ke dalam ring.
"Fuh. Kenapa kalau aku sendirian bisa masuk dengan tepat, jika Jaehyun yang menonton malah meleset. Mungkin aku hanya gugup."
Gumamnya sedikit heran sembari mengendikkan bahunya, berjalan dengan gontai sembari memijat bahunya yang lumayan pegal. Duduk dengan lemas di kursi ayun tepat di pinggir lapangan basket yang berada di belakang Paviliun Utara. Meraih raih botol minuman dingin yang diletakkan pelayan di meja tepat disamping kursi ayunan tua yang ia jadikan tempat meluruskan kaki.
"Yang Mulia, anda bermain basket hampir enam jam lamanya."
Sebuah suara yang menginterupsi acara berbaring diterpa anginnya membuat kedua iris gelap yang sempat tertutup terbuka, kepalanya terangkat dan ia tersenyum.
"Aku bosan. Ayah dan Ibu juga Youngho hyung pergi pagi pagi sekali. Mereka mau kemana sih sebenarnya?"
Minhyung meneguk habis air mineral dingin yang sedaritadi ia tempelkan di lehernya. Bangun duduk untuk meregangkan ototnya yang mulai nyeri.
"Ke kediaman Oh."
Air yang masih berada di pipi Minhyung yang menggembung dan hampir ditelan menyembur begitu penasehat kerajaan yang berdiri sedikit gugup di sebelah sang Pangeran menjawab.
"WHAT?"
Minhyung melempar botol yang hampir kosong sebelum melangkah ke dalam dengan langkah berderap. Melepas kaus tanpa lengannya yang basah sepanjang jalan, melemparnya dalam keranjang laundry begitu ia sudah tiba di dalam kamarnya. Penasehat mengikutinya dengan wajah khawatir.
"Yang Mulia-"
"Doyoung hyung." Suara Minhyung bergema di seluruh sudut kamar yang didominasi warna kemerahan, bayangannya terpantul pada kaca di dinding ruangan wardrobe yang terbuka lebar. "Apa yang mereka lakukan ke rumah Jaehyun? Dengan Youngho hyung?" Sosoknya kembali muncul, dengan lebih layak. Kaus putih dilapisi jaket denim, celana jeans hitam dan juga rambutnya yang sedang ia sisir.
Doyoung, sang penasehat, menelan ludah sebelum menghela nafas panjang. Merutuki dirinya, harusnya ia tidak usah jujur dengan sang pangeran muda. Tapi apa daya memang lambat laun, Minhyung pasti tahu jika waktunya sudah tiba.
"Meminang Jaehyun."
Seketika pergerakan Minhyung yang sedang berkaca sembari menata rambutnya terhenti. Tangan kanannya yang mengubek ubek ransel sekolah mencari kunci motor kaku. Kedua matanya membulat.
"Tidak." Menggeleng, Minhyung mengacak rambutnya, sudah masa bodoh dengan merapikan penampilannya. Membalik ranselnya untuk mengeluarkan seluruh isinya di ranjang sebelum menyambar kunci motor. Mengabaikan teriakan memanggil Doyoung, ia seolah tuli, melangkah buru buru keluar hingga ke parkiran dan menaiki motornya.
"Yang Mulia, saya sarankan anda-
"Simpan untukmu sendiri, hyung." Melajukan motornya dengan cepat, Minhyung bahkan tak menatap kepada Doyoung saat berucap membuat pria dengan surai kebiruan itu memijat ujung hidungnya dengan frustasi.
"Agh. Dasar bocah!"
.
.
.
Youngho tersenyum, memperhatikan bagaimana Jaehyun yang sudah segar sehabis mandi dengan sweater merah muda yang melekat di bahu lebar dan duduk di sebelahnya. Mereka berayun pelan pada kursi ayunan yang dibangun sendiri oleh Ayah Jaehyun untuk bersantai sambil memandangi kebun kecil Nyonya Oh, ada kolam ikan koi di dekat mereka. Jaehyun yang jemari cantiknya tengah merajut sebuah kaus kaki dengan benang berwarna merah dan juga putih. Cekatan namun juga teliti, ia sangat terhibur melihat bibir yang mengkilap oleh lipbalm dan berwarna seperti buah persik mengerucut fokus.
KAMU SEDANG MEMBACA
Diorama Rasa [ ON HOLD ]
FanfictionDilamar tiba tiba memang mengejutkan, tapi lebih mengejutkan lagi ketika pangeran mahkota datang ke rumahnya dan 'memaksa' Jaehyun untuk menikah dengannya. Kadang takdir selucu itu. Johnjae.