Untuk membaca cerita lengkapnya bisa buka Dreame.com ^^
Link ada di bio yaaa :D
^^^
Pagi menjelang. Dristi menggeliat di atas kasur sebelum benar-benar terduduk di pinggir ranjang dengan mata masih terpejam. Dia menguap berulang kali, kemudian mengerjap-ngerjapkan mata. Dristi sedang mengumpulkan kesadaran. Matahari belum terbit dan ia harus kembali ke dapur, menyiapkan sarapan untuk tiga perut kelaparan.
"Duh," masih dengan mata mengantuk, Dristi menabrak seseorang tepat setelah ia keluar kamar.
"Pagi, Sayang," itu suara ayahnya, terdengar geli karena melihat anaknya masih setengah sadar. "Kamu masuk kamar lagi gih, biar Papa yang nyiapin sarapan."
Mata Dristi kali ini terbuka lebar. Menatap ayahnya dengan pandangan bertanya. "Emangnya Papa nanti nggak telat masuk kerjanya?" tanyanya setelah berdehem dan membasahi tenggorokannya yang kering.
"Sekarang kan hari minggu," pernyataan ayah Dristi membuat gadis itu sempat terkejut. "Kamu lupa? Anak sekolahan bukan, sih?"
Dristi terkekeh pelan ketika tangan besar ayah mengusap puncak kepalanya dan berlalu melewati gadis itu. Ia masih terdiam di lorong, memandang kamar mandi yang ingin ia masuki tapi rasa malasnya keluar. Masih pagi, dan ia ingin buang air. Tapi kalau jam segini, pasti masih dingin.
"Sekarang aja," dia bergumam sendiri, "sebelum si Nata bangun." Bukannya Dristi malu atau bagaimana, tapi kebiasaan Nata itu, kalau bangun tidur dia bisa bertapa di kamar mandi sampai satu jam.
Dan, ketika tangan Dristi baru saja menyentuh kenop pintu kamar mandi, seseorang sudah masuk terlebih dahulu setelah mengucapkan, "Kebelet!"
Dristi bengong melihat pintu kamar mandi terkunci dari dalam. "Nata!" dia menggedor pintu kamar mandi. "Kok lo rese sih? Kan gue duluan yang masuk kamar mandi?!"
Siapa juga yang tidak sewot jika ada orang yang seenaknya saja memotong antrian. Memang di sini tidak ada antrian sih, tapi kan, yang duluan berdiri di depan kamar mandi dan hampir masuk itu, Dristi. Bukan Nata.
"Lo belom masuk kali," sahut Nata santai.
Dristi menggertakkan giginya, kesal. Tapi beberapa detik kemudian, dia berbalik arah dan masuk ke dalam kamar. Merutuki Nata berulang kali dalam hati. Dia tidak akan pernah bisa membayangkan bagaimana jadinya kalau Nata benar-benar menjadi saudaranya nanti.
☀☀☀
"Dris, taneman di halaman depan belom disiram ya? Layu, tuh. Kasian. Kehausan."
"Sekarang kan giliran lo." Nata yang baru pulang main basket di lapangan komplek melongo mendengarnya, disambut cibiran Dristi. "Nggak usah sok lupa. Sekarang giliran lo. Kemarin kan gue udah nyiram pagi-pagi."
"Nanti sore aja deh, udah siang gini. Tanggung banget," sahut Nata santai kemudian melenggang masuk ke dalam kamar mandi.
Dristi memerhatikan jam dinding yang sudah menunjukkan jam sepuluh pagi, dan ia hanya diam di ruang tv sembari mengganti channel. Sebenarnya ia mencari kartun, tapi semuanya sudah berganti menjadi acara gosip. Dia bosan mendengarkan gosip tenyang artis yang cerai-nikah berulang kali. Apa menurut mereka pernikahan adalah permainan yang bisa dihentikan kapan pun ia mau? Memangnya mereka tidak memikirkan mental anak-anak yang sebenarnya adalah korban dari perceraian? Ah, Dristi malas memikirkannya. Hidupnya sudah rumit.
Setelah sekian menit berlalu hanya dengan bermain ponsel, Secret lebih tepatnya, ekor mata Dristi menangkap Nata yang datang membawa laptop kemudian meletakkannya di atas meja. Dengan santai, pemuda itu duduk di dekat kaki Dristi dan bersandar di kaki sofa. Dari jarak sedekat ini, Dristi sadar bahwa wajah Nata itu selalu terlihat tersenyum. Padahal ia tau sekali, sekarang ini Nata hanya diam memerhatikan layar laptopnya yang baru saja dinyalakan. Dia tak berekspresi.
KAMU SEDANG MEMBACA
SECRET [Admirer]
Historia Corta"Aku pasti akan menemukanmu," "Apa yang akan kamu lakukan jika menemukanku?" by winterinnight. 2015