O1). pertemuan pertama

943 201 71
                                    

_


Semua selalu sama. Tidak ada perbedaan yang menarik di malam ini maupun malam-malam lain, tetap saja membuat Jake ingin mengumpat lalu mendecih sembarang pada setiap wajah memuakan.

Bukan salah Jake jika ia berakhir melayangkan tinju pada mereka, salahkan mereka yang selalu bertingkah tengik hingga memancing amarahnya naik. Lahan kosong yang berada di sebelah gedung terbengkalai tidak sesepi kelihatannya, ada sosok Jake yang bertaruh nyawa, ia sendiri dan harus melawan tiga orang yang mempunyai tubuh tidak sepadan dengannya.

"Kalau gue buat lo mati malem ini, mungkin seluruh berita bakal berisi muka lo," ujar seseorang.

Jake tertawa sinis, ia mengusak hidungnya. "Itu yang gue mau, butuh mati dulu biar muka gue ada pengakuan."

"Yah, sayangnya gue masih mau hidup aman ㅡ bunuh anak konglomerat, kurang asik," balas lawan bicaranya dengan wajah mengejek. Dia melempar balok kayu yang ada di tangan kemudian berangsur mundur diikuti temannya yang lain.

Meninggalkan Jake tertegun, semua selalu membahas soal kekayaannya, semua seakan menghindarinya perihal tingginya kasta keluarga yang ia punya. Untuk sekali, ia hanya minta dipandang sebagai manusia biasa, pukul saja wajahnya sampai tak berbentuk asal saat dipukul ia dianggap sebagai manusia setara.





__





Motor Honda CBR milik Jake melesat menyusuri jalan malam yang masih ramai. Tampak padat sebagaimana mestinya, tampak riuh tanpa peduli pada hati yang penat, Jake tersenyum miris dengan wajah yang tertutup helm full-face.

Kemudian motornya berhenti di depan minimarket, minimarket terdekat dari rumahnya. Ia melepas helm, menyusupkan tangan di saku jaket jeansnya, lalu berjalan masuk ke dalam.

Kakinya melangkah ke bagian rak-rak yang tersusun dan berjejer rapih dengan berbagai macam pilihan soda dari berbagai merk. Ia terus-terusan mengusak hidungnya tanpa sadar, pengaruh dingin.

Setelah pilihannya jatuh pada minuman soda kemasan kaleng berwarna merah, ia pun beranjak ke kasir. Alisnya menukik seketika kala melihat pandangan intimidasi dari Sang kasir, mata Jake berpendar mencari apa ada yang salah dengan dirinya saat ini, tetapi kasir di hadapannya tetap saja memasang wajah datar.

"Enam ribu sembilan ratus."

"Hah?"

"Totalnya jadi enam ribu sembilan ratus."

Jake langsung saja mengeluarkan dompetnya kemudian mengambil lembaran kertas berwarna ungu bernominal sepuluh ribu. "Ini," sahutnya seraya menyodorkan uang tersebut.

Kasirnya terlihat masih sangat muda, menurut penilaian Jake. Ia buru-buru mengambil minumannya sesaat setelah terbayar. Namun, ketika ia baru saja ingin pergi dari sana, Sang kasir tiba-tiba mengulurkan sesuatu di depan wajahnya. Itu adalah plester luka dan Jake jelas tidak membeli itu.

"Ini bonus? buy coca cola free hansaplast?" tanya Jake.

Helaan napas terdengar dari lelaki di depannya. "Ini hadiah dari gue supaya lo lain kali belinya obat luka bukan soda," jawabnya datar.

Tangannya menggerakan plester luka yang masih saja belum disambut oleh Jake, sampai Jake paham kemudian mengambilnya. "Makasih," cetus Jake kemudian keluar dari tempat itu.

"Sekarang gak ngehadiahin permen lagi?" ejek rekan kerjanya.

Jay mendengus geli. "Buat bocah."

"Tapi dia kayak bocah, lo liat bukannya kayak cowok serem banyak luka, tapi dia lebih kayak bocah kecil yang baru aja berantem rebutan pensil," ujar Junho, nama Si rekan kerja.

"Semua juga bakal lo bilang lucu."

"Enggak semua, gue anti sama lo."

Balasan Junho barusan membuat Jay memutar bola mata jengah. "Kalo gak lagi kerja, gue ketekin lo, Jun."







___








Berdiri di samping motor, Jake masih memandangi plester luka dengan motif karakter kartun Disney, Jake tahu betul bahwa ini adalah karakter bernama Elsa dari sebuah animasi berjudul Frozen.

Terlepas dari seberapa memalukannya dia saat memasang plester itu pada batang hidung, diam-diam Jake mengulum senyum, di antara dinginnya malam ada hatinya yang menghangat. Merasa terharu sekali sebab ada yang perhatian pada setiap lukanya, untuk pertama kalinya.

Lukanya tidak lagi dipandang sebagai sesuatu yang biasa saja, tidak lagi tampak transparan, kali ini ada yang memperhatikan luka fisik itu. Ia menemukan perhatian yang selama ini ia cari, perhatian pada apa yang baru saja ia lukis di wajahnya setiap mencari keributan.

Jake menoleh, memandangi Sang kasir yang masih saja berwajah datar pada setiap pembeli. Mungkin memang sudah seharusnya kasir seperti itu dilaporkan, bagi Jake seharusnya dia dilaporkan atas tuduhan terlalu manis pada pembeli. Bisa-bisanya membuat Jake harus menahan senyum dan merasa terbang seperti ini.


















__

hope you liked it ♡

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

hope you liked it ♡

ㄴsee you next chapt!




Kasir | jaykeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang