"Kau melepas jabatan asisten Hokage. Apa alasannya?" tanya Ino saat Sakura sibuk membereskan semua perlengkapan di ruang staf medis.
"Tsunade-sama ingin aku kembali ke rumah sakit. Toh, Ka—Hokage-sama berniat mundur sebentar lagi. Naruto dianggap sudah dewasa dan memiliki kecakapan menjadi pemimpin desa yang baru."
"Bukan karena kau ingin menjadi perawat pribadi Sasuke, 'kan?"
Sakura melotot. "Kau ngawur, Pig!"
"Dia kembali dan mendapatkan perawatan intensif dibawah pengawasan Tsunade-sama langsung. Apa kau pernah berpikir tentang luka serius yang ia derita?"
Menggelengkan kepala kuat-kuat, Sakura berdeham ringan. "Itu bukan urusanku."
"Jutek sekali. Kalian pernah berada di tim 7, lho!"
"Bukan berarti aku berhak ikut campur pada urusan Tsunade-sama, 'kan? Tugasku kembali ke rumah sakit karena Shizune-senpai membutuhkan asisten. Selain itu, tugas-tugas asisten Hokage terlalu banyak. Aku cukup under pressure selama ini."
"Benarkah? Yang kulihat adalah kau sering jalan-jalan ke luar desa bersama Kakashi-sama."
Jalan-jalan kepala loe peyang? Ingin sekali Sakura berteriak pada Ino, tetapi ia menahannya sebisa mungkin.
"Aku hanya menemaninya untuk urusan desa, Ino. Tidak selalu menyenangkan."
"Aku tahu. Oh ya, kau sudah punya baju untuk festival kembang api besok malam?"
Sakura menyandarkan punggung di depan lemari berkas. "Sepertinya aku meninggalkan kimono itu di laci ruang Hokage."
"Eh? Kenapa kau tidak mengajakku? Aku belum beli."
"Kakashi-sama yang membelikan pakaian itu."
Ino mengangkat alis terkejut. "Kakashi-sama memberikan hadiah untukmu?"
Sakura mendengus. "Jangan salah sangka dulu! Ia memberikan kado perpisahan sebelum aku mengundurkan diri kemarin."
"Kalau begitu, kau harus segera mengambilnya."
Mengangkat bahu singkat, Sakura menggelengkan kepala. "Aku malas ke sana."
Ino meletakkan telunjuk tangan kanan di depan wajah dan menggoyangnya keras-keras. "Tidak bisa. Kau harus tahu kalau rumah sakit mewajibkan semua staf memakai kimono musim panas besok. Menyambut festival kembang api, meski kita tidak bisa merayakannya di luar sana."
"Apakah efisien pakai kimono di tempat kerja?" kernyit Sakura menebal.
"Hanya simbol saja. Kita memakainya saat jam malam, 'kan? Jika kau perlu pergi ke unit gawat darurat, tanggalkan saja. Beres."
Sakura hanya mengedikkan bahu. Dia tidak tahu, apakah perlu mengambil kimono itu. Sudah sebulan terakhir, ia berusaha menghindari Kakashi. Kalau ia harus membeli kimono baru sebelum gajian tiba, siap-siap rencana membeli apartemen baru bakal tertunda. Duh, sial!
***
Pada tengah malam satu hari jelang festival kembang api, Sakura mengendap ke menara Hokage. Biasanya Kakashi istirahat di apartemen pribadi pada akhir pekan, tidak menginap di ruang Hokage. Lelaki itu terlihat santai, tetapi ia sangat bekerja keras. Sakura menyaksikan sendiri bagaimana dia tidak pulang ke apartemen hanya untuk meninjau laporan yang menumpuk.
Biasanya Sakura akan menemani Kakashi mempelajari, memilah dan menentukan misi yang cocok untuk para shinobi Konoha.
Mendadak kedua pipi Sakura berwarna merah seperti semburat jingga kala matahari tenggelam di ufuk barat. Tidak! Ia harus melupakan semua hal yang telah terjadi di antara mereka. Bukankah mereka sendiri yang sepakat berdamai dengan hati masing-masing? Kejadian malam itu hanya sebuah kesalahan. Sebagai sebuah kesalahan, ia hanya perlu melupakan.