Namanya M-21

627 80 32
                                    

Menyelamatkan Shinwu dan Ikhan bukanlah hal mudah. Kedua manusia itu di sandera oleh sekelompok manusia modifikasi. Dua diantaranya adalah orang yang pernah mereka temui saat mencari peti mati Raizel.

Sial.

Mereka masih saja mencari peti mati itu ternyata.

Mereka terbagi menjadi dua kelompok dimana Marie -seorang agen wanita modifikasi- bersama seseorang yang memiliki bekas luka di bibirnya, sedangkan satunya Jake -seorang agen laki-laki yang sepertinya partner Marie- dan yang berbadan tambun.

Franskenstein menghadapi Marie, sedangkan seseorang yang memiliki bekas luka di bibirnya menjadi guide mengantarkan Reizal ke kedua manusia yang disandera oleh Jake. Yang mencengangkan, rekan lelaki ini menolong Ikhan dan Shinwu dari perlakuan Jake.

Reizal memperhatikan bagaimana orang yang mengantarnya tadi memanggil nama M-24 sembari melempar batu-batu yang diyakini menimbun tubuh rekan lelaki itu. Melihat bagaimana frustasinya lelaki itu, ditambah Jake memprovokasi bahwa Jake-lah yang membuat makam untuk M-24 membuatnya ingin sekali menghabisi Jake dengan tangannya.

Namun Reizal tahu, dia masih belum berhak untuk itu.

Tuan Muda milik Frankenstein itu memberi kesempatan pada lelaki itu untuk menghabisi Jake, meskipun dia meyakini bahwa kekuatan keduanya sangat berbeda. Jake lebih unggul akan segalanya.

Benar saja, Jake menumbangkan lelaki itu.

Reizal melangkahkan kakinya sembari menidurkan kedua manusia itu. Dia tak mau ambil resiko jika ada yang melihatnya bertarung.

"Wajah cantikmu itu adalah musuh bagi para laki-laki. Kau laki-laki tapi cantik sekali."

Reizal tak ambil pusing dengan ucapan Jake, menghabisinya dengan bloodfield bukanlah hal yang sulit, bukan?

Mengukung Jake di tengah genangan darah, membuat tubuh Jake hilang dalam pusaran darah, sudah lebih dari cukup untuk memusnahkannya.

"Tuan Muda."

Reizal menoleh, mendapati Frankenstein menghampirinya. "Sudah selesai?"

"Saya sudah mengurusnya, Tuan Muda."

Reizal menoleh pada lelaki tadi, "nama?"

"M-21."

"Kau, M-21, bantulah Frankenstein membawa mereka pulang."

Yang entah kenapa, M-21 menurut tanpa membantah sedikitpun. Dia dan lelaki bernama Frankenstein itu pergi meninggalkan Reizal yang mengamati ruang bawah tanah ini.

Terlihat genangan darah disana, yang dia yakini sebagai sisa dari pertarungannya dengan Jake.

"Takkan pernah aku biarkan Ayahanda terluka- lagi."

-

Reizal memasuki rumah. Bibirnya mengulas senyum saat mendapati Ayahnya sangat anteng duduk di sofa tadi. Melihat Ayahnya baik-baik saja, sudah cukup membuatnya tenang.

"Reizal."

Sang anak pun mendekat, lalu berlutut di depan Raizel. Kedua tangannya menggenggam tangan Ayahnya diikuti kepalanya mendongak, menatap dengan tenang kedua mata sang Ayah.

"Bagaimana anak-anak?"

"Frankenstein dan M-21 sedang mengantar mereka pulang, Ayah tenang saja."

Terlihat kelegaan di raut wajah Raizel. Namun sedetik kemudian, dia menunduk menatap anaknya bingung. "M-21?"

Reizal mengangguk. Lelaki yang lebih muda itu mulai menjelaskan secara perlahan bagaimana mereka saat akan menolong Ikhan dan Shinwu. Tentang Reizal yang dituntun M-21 dan meninggalkan Frankenstein bersama Marie. Lalu bagaimana M-21 mendapati rekannya yang bernama M-24 terkubur di reruntuhan, juga bagaimana dirinya menghabisi Jake dengan bloodfield miliknya.

Raizel cukup terkejut mendapati fakta bahwa anaknya dapat menggunakan bloodfield sepertinya, namun dia sadar. Tak seharusnya dia terkejut. Toh yang menciptakan anaknya adalah Frankenstein, seorang manusia yanb menjadi pelayannya dengan setia.

Pintu terbuka, diikuti dengan datangnya Frankenstein dan M-21 yang menatap kedua Ayah dan Anak itu kaget, namun dengan segera Frankenstein menyilangkan tangan kirinya di dada.

Dengan kaku, M-21 mengikutinya.

"Ayah, perkenalkan. Dia M-21."

M-21 terlihat kikuk disana.

"Dia akan menjadi anggota baru di rumah ini."

Tidak hanya M-21, bahkan Raizel dan Frankenstein pun kaget dengan keputusan sepihak dari Reizal.

"T-tuan muda..."

"Kenapa tiba-tiba?"

Kali ini, Frankenstein dan Raizel bertanya bersamaan. Anak muda satu ini cukup membuat jantungan saja.

"Ingin saja. Kenapa kalian menanyakan keputusanku? Bukankah kalian tak berhak menolaknya?"

Kali ini, ketiganya bungkam.

Dan Raizel sadar, anaknya lebih mendominasi dibanding dirinya.

A Child of the NoblesseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang