-AKHIR PEKAN DI PEGUNUNGAN

82 3 3
                                    

HARI yang di tunggu-tunggu para siswa BIA akhirnya tiba: hari Minggu.

Kalau di BIA, hari Minggu itu hari bebas. Siswa-siswi bebas berkeliaran ke manapun mereka mau. Seperti ke Centuries Mall, perpustakaan kota, Dan harus sudah kembali saat jam 6 teng.

Ini selalu menjadi favoritku. Aku suka menikmati hari bebas dengan teman-teman. Temanku, Diane, mengajak aku dan teman-teman perempuan lainnya menonton dengan keluarganya di Centuries Mall. Ada film baru, Trailer-nya di putar berkali-kali di TV asrama. Terlihat keren dan amat mengagumkan, aku jadi tertarik ingin menonton. Cuaca sekrang sedang ekstrem, dingin sekali. membuat semua orang harus memakai jaket, sarung tangan dan syal jika ingin berpergian.
Aku mengucek hidungku yang berair. Karna makan lollipop tiga bungkus saat baru masuk sekolah itu, aku jadi sakit hari ini. Dan entah kenapa dampaknya baru sekarang terlihat.

Tetapi sepertinya hari bebasku ini akan berbanding terbalik dengan ekspektasi.

Kenapa?

Sederhana, aku dilarang Kak Nathan pergi keluar. dengan suhu yang minta ampun dinginnya itu di tambah lagi dengan kondisiku yang tidak fit, Kak Nathan khawatir asmaku kambuh jika kedinginan dan kurang istirahat. Aku tentu saja protes keras. Hanya di asrama saat hari bebas? Enak saja!

Namun apalah daya, aku langsung tertunduk saat Kak Nathan menatapku
Tajam. Lagipula, siapa sih yang bisa membantah argumen kuat kakakku? Apa lagi itu soal kebaikan. Jadilah aku hanya bisa mendengus menatap mobil Diane yang menjauh dari perkarangan sekolah yang membawa teman-temanku juga-dari balkon kamarku. Aku menghentak-hentakkan kakiku kesal. Lebih baik keluar dari pada melihat pemandangan yang 'menyakitkan' ini.

Di asrama kami, juga ada yang namanya ruang bersama. Sesuai namanya, ruang bersama di gunakan untuk para siswa dari berbagai tingkatan kelas berkumpul, di sana juga di letakkan TV besar untuk menonton. Aku menuruni tangga sambil menatap sekilas keluar jendela. Cahaya matahari pagi yang lembut menebus tirai, tetapi hangatnya sama sekali tak terasa karna hawa dingin yang ekstrem ini tetap menembus kedalam padahal segala jendela sudah di tutup.

Aku menyeringai, pantas larangan Kak Nathan tidak main-main.

Aku membanting tubuh di sembarang sofa, kurasa ada jemari mungil yang menyentuh pundakku. "Hei Em, kok di sini? Tidak ikut menonton?" Aku berseru melihat orang yang menepuk pundakku. ternyata si petakilan ini. "Tidak ah. Aku sudah nonton filmnya. Malas keluar-keluar saat cuaca dingin begini" Emily santai mengangkat bahu. Aku hanya mengangguk singkat, kembali menatap TV. "Eh, tapi kau kenapa juga tidak keluar? Biasanya kau tidak akan pernah menyia-nyiakan hari ini" aku berdecak mendengar gumamannya. Hanya bisa pasrah bercerita dengan Emily yang kini menyeringai menatapku.

"Dia peduli begitu kau bilang tidak sayang? Bah, kalau aku di begitukan mah, sudah dari tadi aku peluk orangnya" aku menyumpahi Emily dalam hati. Entah mengapa si petakilan ini jadi suka genit dan cari perhatian sendiri jika berpapasan dengan Kakakku. Ah, sudahlah, mana paham aku yang namanya jatuh-cinta itu, tapi yang jelas, aku tidak akan pernah sepakat jika ternyata Emily adalah jodoh Kakakku nanti. Aku pastikan akan mengamuk.

"Tapi aku serius loh Mad, yang benar kau mau membusuk saja di sini seharian?" Aku menoleh dengan jengah. Benar juga, mau sampai kapan aku menganggur di sini? AHAAA, aku dapat ide! "Baiklah, aku akan keluar, dan kau akan menemaniku"
"Aku?!" Emily berseru kesal. Telunjuknya terangkat menunjuk dirinya sendiri. "Mau sampai kapan kau menjadikanku budak kriminal begini Mad?!"
"Hei, tadikan kau yang bertanya Em. Ayolaaahh, mau yaa?"
Emily meremas jarinya sendiri sambil memasang wajah jengkel bukan buatan. Aku tahu dia mendumel dalam hati. pemaksaan. Apa boleh buat.

"Tapi kita mau kemana memangnya?" Akhirnya sahabatku itu mengalah. Aku tersenyum lebar. "Menurutmu bagusnya kita kemana ya?"
"Jadi kau belum merencanakannya?!" Emily berseru semakin jengkel. Aku panik menutup mulutnya secepat mungkin. Takut-takut kalau ada yang mendengarnya lalu memberitahunya pada Kak Nathan. Kami di sini memang unik, saling mengenal satu sama lain. Bahkan kalau ada murid baru pun, kami akan cepat akrab dengannya. Itulah yang membuat nyaris seluruh siswa betah tinggal di sekolah ini.

MEMORIESTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang