“Sudah selesai tugas sekolah kalian kembar? Alby, Aldy jawab mama!” Suara Devia sedikit keras.
Kedua anaknya menunduk. Devia tahu bahwa sikap anak-anaknya merupakan jawaban. Lalu Alby mengambil sebuah amplop yang terletak di meja belajarnya dan menyerahkan kepada Devia.
“Apa ini?” Tanya Devia kepada Si Kembar sambal membukanya.
SI Kembar tetap tak membuka suara. Hanya tertunduk.
Devia mulai membaca surat yang diberikan anaknya. Darahnya tiba-tiba mendidih. Sebuah surat panggilan. Poin Si Kembar sudah mencapai tujuh puluh.
“Mas? Mas Dandi?” Devia berteriak memanggil suaminya dan meninggalkan anak-anaknya.
Dandi tetap tenang dalam tidurnya. Sangat tenang. Seperti bayi yang tak berdosa. Sekeras apapun suara Devia, Dandi tetap tak bergeming. Tetap dalam dengkurannya.
“Bangun Mas! Apa kamu mau tidur terus! Haahhhhh! Kubilang banguuuuunnnn!” Devia menarik tubuh suaminya.
Dandi membuka matanya yang memerah. Diam. Beranjak dari ranjang. Tanpa kata. Meninggalkan Devia dengan emosinya.
“Jangan pergi kamu, Mas. Aku mau bicara denganmu.” Sambil menyerahkan surat panggilan orang tua dari Si Kembar.
Dandi tetap tak bergeming. Diterimanya surat itu. diletakkannya di nakas dan keluar.
“Mas, tolong jangan seperti ini. Bicaralah.” Devia melunak. Devia merasa sangat lelah, tetapi masalah rumah tangganya tak bisa dibiarkannya begitu saja.
“Aku mau mandi, Dik.” Dandi memberi jawaban.
“Lho, jadi ini gimana? Aku juga belum mandi Mas! Besok panggilan anak-anak di sekolah.” Devia menggeram marah.
“Uruslah. Aku harus lembur besok.” Dandi menjawab lagi sambil berlalu meninggalkan Devia.
Lagi-lagi Dandi dengan mudahnya menyerahkan masalah anak-anak pada Devia. Devia hanya mampu mengeluh dalam hatinya. Keras pun salah, lembut pun susah.
Devia melangkah gontai ke Kembali ke kamar. Tak didapatinya solusi. Malam semakin bergelayut. Diliriknya kamar Si Kembar dari dalam kamarnya. Terlihat Kedua sulungnya itu masih berkutat dengan buku. Devia merasa aneh dengan polah kedua anaknya. Didekatinya tiba-tiba. Ternyata buku dalam gawai. Hati Devia begitu berdenyut sakit tiba-tiba. Teringat pesan Ibu untuk tidak memberi anak-anaknya dengan mainan mahal berpulsa. Sekarang Devia sangat merasakan efeknya.
Dengan tiba-tiba Devia mengambil gawai yang sedang dimainkan kedua anaknya.
“Mulai sekarang mama akan menyita gawai kalian. Tidak ada gawai dan paket internet. Televisi juga tidak akan Mama izinkan. Semua fasilitas mama cabut selama sebulan ini.” Ujar Devia kepada kedua anaknya.
“Mama!” Protes Alby.
“Mama tak bisa begitulah.” ALdy mengikuti protes Alby Si Abang.
“Setelah semua yang kalian beri ke mama. Hasilnya adalah panggilan dengan poin yang sangat membuat Mama kecewa. Inikah janji anak-anak Mama? Mama masih ingat janji kalian ke Mama Ketika permintaan kalian mengganti gawai dengan keluaran terbaru. Mama ikuti apa yang kalian minta dan kalain juga berjanji ke Mama bukan, bahwa kalian akan berprestasi dan menjadi anak yang baik? Apa perlu Mama putar ulang rekaman yang sudah kalian siapkan sebelum Mama menyetujui permintaaan kalian tersebut? Hati Mama begitu luluh dan terharu. Pernyataan kalian membuat Mama merasa bahwa anak-anak Mama sudah begitu bijak dan bisa membanggakan. Tetapi ini hasil yang kalian setor ke Mama, sayang. Sebuah pengkhianatan janji.” Lembut dan menusuk ucapan Devia kepada kedua anaknya.
Diam. Hanya itu yang mampu Si Kembar suguhkan sebagai jawaban ceramah panjang Devia. Tak ada lagi protes yang mereka lancarkan tetapi dari gelagat wajah yang ditunjukkan mengungkapkan ketidakterimaan atas sanksi yang telah dijatuhkan Devia pada mereka.
Gawai keluaran terbaru yang telah di sita Devia. Dikeluarkannya kartu pada gawai tersebut. Disimpannya dalam lemari. Begitu juga dengan gawai milik Andi. Tak ada lagi smart phone yang bisa anak-anaknya gunakan untuk menjelajahi dunia permainan.
Devia teringat Mike. Besok dia harus kembali bertemu Mike untuk menyerahkan laporan tertulis yang resmi tentang hasil kunjungan proyek resort. Devia kembali mendesah lelah. Tak sanggup harus terus-menerus menanggung beban. Dilihatnya Dandi, suaminya telah tidur dengan napas yang begitu teratur.
Diputarnya nomor telepon. Tersambung. Devia mengghubungi Mike malam itu. menjelaskan bahwa Devia tidak bisa mengikuti meeting yang telah diatur jadwalnya. Devia juga menghubungi Pak Bagas bahwa dia izin tidak bisa bekerja dan ikut meeting bersama.
Tak disangka Devia, Mike melakukan VC pada saat malam itu. menanyakan ada masalah apa sehingga Devia tiba-tiba tidak bisa mengikuti meeting Bersama dengannya. Devia merasa aneh tetapi sekaligus merasa senang ada teman untuk menghilangkan rasa suntuk yang mendera.
“Semoga masalah anak-anak kamu segera cepat selesai.” Mike meberi semangat pada Devia.
“Terima kasih.” Singkat Devia memberi balas.
“Kabari jika kamu membutuhkan bantuan. Saya siap di garda terdepan.” Mike menawarkan bantuan.
Devia tertegun mendapatkan respon yang menurutnya aneh dan serasa tidak pantas. Devia mengakhiri panggilannya dengan Mike.
Malam pun berlalu dengan merangkak pekat. Lelah dan kantuk telah menjadi satu. Devia tak lagi mengingat tempat tidur di mana. Terlalu lelah untuk melangkah ke pembaringan di mana suaminya berada.
KAMU SEDANG MEMBACA
DI UJUNG HATI MEMBIRU
General FictionDevia. Ibu empat buah hati sosok wanita pekerja keras. Mengawali kehidupan dengan biasa saja namun semua dijalani dengan penuh perjuangan dan dedikasi. Karir yang baik sejalan dengan kehidupan yang semakin menuju kemewahan namun tidak dalam pernikah...