KEMARAHAN DEVIA (2)

13 0 0
                                    

"Baru sampai, Nia? Tumben pagi amat?" Ruri menyapa Devia.

"Biasa jam segini juga kan? Devia sembari meletakkan tas sandangnya di meja kerja.

"Bosku yang super disiplin. Tak pernah ada yang mengalahkan Ruri sampai di kantor ini. Jika kamu cepat sampai kantor, pasti ada udang di balik bakwankan?" Ruri mencoba menjelajahi Devia.

"Bekerjalah dengan Baik, kawan. Inagtlah, kamu bawahanku!" Devia mendengus kesal sambil meninggalkan Ruri.

Ruri merasa ada sesuatu yang tengah disembunyikan sahabatnya itu. Devia adalah Devia. Tak akan mau membagi dukanya dengan siapa pun. Meskipun Ruri memaksa. Aku tahu Devia. Masalahmu pasti selalu sama. Tetapi mengapa kamu terlalu sombong membaginya denganku. Keluh Ruri dalam hati.

"Mbak...maaf...saya ingin bertemu dengan pimpinan perusahaan di sini." Seseorang tiba-tiba menghentikan langkah Devia yang hendak mengambil berkas di meja resepsionis.

"Anda bisa bertanya dengan bagian resepsionis, Mas." Jawab Devia tanpa memperhatikan si penanya.

"Hhhmmm!" selanya.

"Kalian juga kenapa jadi bengong begitu. Ada tamu di lobi ini. Apa kerja kalian? Apa ingin kalian dipecat, hahhh!" Devia memberondong dengan marah kepada resepsionis kantor yang tengah kebingungan.

Devia berlalu kesal meninggalkan si penanya dan resepsionis. Hatinya benar-benar kacau. Entah apa yang merasuki pikirannya.

Sesampainya di lantai tujuh ruangannya, Devia langsung menghempaskan tubuhnya di kursi. Menghela napas berat. Tak diperdulikannya Ruri yang merupakan asisten sekaligus sahabatnya.

'Nia, Pak Bagas ingin bertemu denganmu. Segeralah ke ruangannya." Ruri langsung menghampiri Devia.

Devia tak bergeming. Tetap menekuk pucuk kepalanya.

"Bu...Bos...Nia...Helloooo...!" Ruri setengah meneriaki Devia.

Devia terkesiap dan berusaha menguasai dirinya. Tak ingin merasa lemah di mata bawahan sekaligus sahabatnya. Setelah bertanya tanpa rasa bersalah pada Ruri, Devia langsung menuju ruangan Pak Bagas yang merupakan atasan sekaligus CEO tempatnya bekerja.

"Ada apa Pak Bagas memanggil saya?" Devia langsung pada intinya bertanya.

"Saya harap kamu bisa menemani clientperusahaan kita untuk meninjau lokasi resort yang tengah kita bangun.Beliau adalah penyumbang modal terbesar. Sahamnya 60%. Beliau tidak maumenunggu lama. Dia ada di lobi sekarang. Segeralah temui dia." Pak Bagas jugalangsung menginstruksikan Devia tanpa memberi jeda untuk bisa mencelanya.

DI UJUNG HATI MEMBIRUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang