Aku hanya tertawa pelan melihat tingkah teman Kak Junmyeon yang luar biasa. Mereka seperti asik dengan dunianya sendiri, teman-temanku juga ikut hanyut dalam pesta ulang tahun ini. Lisa dan Wendy yang sedang duduk disamping pria tampan dengan kulit seputih susu, mencoba bertaruh siapa yang dipilih lelaki itu. Joy yang sedang bernyanyi bersama lelaki yang kutau namanya Baekhyun yang tidak pernah diam sedari tadi.
Aku hanya duduk melihat mereka semua, menikmati pizza yang baru saja sampai diatas meja. Disamping kiriku ada Yixing atau siapa aku lupa, kami sempat berkenalan tadi begitu juga dengan yang lainnya. Tapi aku paling hafal dengan laki-laki yang duduk diujung sofa, lelaki dengan kepala botak itu. Apa karena kepalanya yang berbeda dari temannya yang lain? Sehingga aku dengan mudah dapat mengingatnya. Entahlah, yang kutau namanya Do Kyungso.
Aku sedang memainkan ponselku saat ada pemuda dengan kulit tan duduk disamping kananku. Dia datang membawa cola ditangannya, menawarkannya padaku. "Terimakasih." Ucapku dengan sopan.
"Emm, kau teman Joy?"
Aku meliriknya sebelum menganggukan kepala kecil, "iya."
"Boleh minta idline mu?" Dia menyodorkan telephone genggamnya kepadaku, membuatku merasa tak enak jika menolak. Aku mengambilnya, menuliskan idline milikku.
Dia tersenyum cerah saat aku mengembalikan HandPhonenya. "Terimakasih Yeri, aku akan menghubungimu." Dia tersenyum lagi saat bangkit dari duduknya. Meninggalkanku kembali dengan Yixing yang menatapku cukup dalam.
"Jongin kenapa?"
Aku mengerutkan kening saat Kak Yixing bertanya kepadaku, Jongin? Ah laki-laki tadi namanya Jongin. Aku baru ingat, maklum kami baru berkenalan kurang dari satu jam yang lalu. Mereka ada sebelas orang, aku merasa sulit menghafalnya.
"Tidak apa-apa."
Dia hanya mengangguk kecil menanggapiku.
"Kak," aku memanggil Kak Yixing membuatnya menoleh kerahku.
"Ada apa?"
"Aku mau kebelakang sebentar."
"Mau ketemani." Dia menawarkan diri yang ku balas dengan gelengan.
"Aku sudah pernah kesini sebelumnya."
"Baiklah."
Sepertinya Kak Yixing adalah orang yang baik, dia bahkan menawarkan diri menemaniku.
Aku meninggalkan keramaian, berjalan menelusuri lorong. Meski sudah beberapa kali berkunjung kerumah Joy aku masih sering keliru memilih jalan. Aku tidak bohong saat mengatakan rumah Joy sangat besar dan mewah. Banyak guci dan lukisan-lukisan mahal yang bertengger cantik diatas dinding. Rumahnya juga punya banyak lorong.
* * *
Aku keluar dari toilet setelah merapikan rambutku dikaca. Berjalan kecil kembali ketempat pesta sebelum aku melihat ada dia disana. Kyungso, dia berdiri dibelakang pilar dengan mulut yang mengepulkan asap nikotin dan tar. Kukira dia berbeda dengan yang lain, ternyata sama saja.
Aku berjalan tanpa menghiraukannya, baru beberapa meter dari tempatnya berdiri, dia memanggilku. "Yeri," suaranya benar-benar membuatku terpaku.
Aku membalikan badan, mencoba bersikap sopan karena dia memanggil namaku. Aku kembali terpaku saat senyum cerah terlukis dibibir tebalnya.
Dia berjalan mendekatiku, untunglah rokok yang tadi ada diruas jarinya telah tiada. Dia berhenti satu meter didepanku, membuatku kembali merasa gugup.
"Aku tertarik padamu."
"Hah?"
Dia tersenyum lagi, membuat bibirnya membentuk hati. "Aku tertarik padamu," lanjutnya.
Mataku mencoba mencari object lain selain matanya. Kenapa dia bisa seberani ini mengungkapkan ketertarikannya pada wanita? Aku tidak habis pikir.
Aku masih terdiam saat dia mengacak rambutku yang dengan susah payah aku benarkan beberapa menit yang lalu. "Jangan melamun."
Aku segera pergi meninggalkanya setelah dirasa cukup sadar untuk berjalan. Dia sinting atau tidak waras?
Kenapa dia juga sangat lancang membuat jantungku berdebar seperti ini.
Jantungku juga! Kenapa ia malah dengan tidak tau dirinya berdetak sangat cepat.
* * *
Joy memaksaku beserta Wendy dan Lisa untuk menginap dirumahnya. Mengingat hari yang memang sudah larut malam membuatku mau tak mau mengiyakan ajakan Joy. Aku satu kamar dengan Wendy.
Aku menatap langit-langit kamar, andai saja orangtuaku seperti Joy dan yang lain apa hidupku akan senyaman mereka?
Aku memang sering kali bertanya pada dunia dan Tuhan. Kenapa mereka dengan sangat tidak adilnya membuatku lahir kedunia ini tanpa kasih sayang orangtua. Besar dan tumbuh di panti asuhan saja sudah membuatku berfikir bahwa aku anak tidak berguna.
Apalagi setelah usiaku menginjak empat belas tahun. Saat itu aku dikeluarkan dari panti asusah dan hanya dibekali uang secukupnya saja. Sejak saat itu pula aku banting tulang agar bisa membiayai segala kebutuhanku. Aku bertekad tidak akan mudah jatuh! Itu janjiku pada diriku.
Tapi semuanya tak semudah perkataanku. Banyak kerikil yang menghadang jalanku.
Aku menoleh pada Wendy yang terdidur pulas, ia terlihat sangat nyaman. Ia dapat dengan mudah tertidur setelah menggosok gigi. Tidak sepertiku yang harus memikirkan segala hal sebelum jatuh tertidur.
02.41 am.
Aku sudah mencoba berbagai cara agar bisa tertidur sejak satu setengah jam yang lalu. Tapi nihil, mataku bahkan masih terbuka lebar. Tidak ada tanda-tanda mengantuk disana.
Aku menuruni ranjang dengan sangat hati-hati, takut membuat Wendy terbangun. Keluar dari pintu berharap bisa mengantuk dengan jalan-jalan sebentar.
Aku berjalan menuju balkon yang ada di sebelah kiri rumah Joy, angin malam langsung menyambutku saat membuka pintu kaca. Membuat rambutku berterbangan. Aku duduk disalah satu kursi, menekuk kedua lututku dan memeluknya erat.
"Wahhh," aku berseru saat menatap langit yang sangat indah, bintang dapat dilihat dengan jelas dari sini. Bulan yang menampakan dirinya malu-malu juga sangat indah.
Aku menggerakan tanganku seolah-olah menyentuh bulan itu, namun angin kencang berhembus. Membuatku mengeratkan kedua tanganku memeluk lutut. Aku terkejut saat seseorang menaruh selimut dibahuku.
"Kau bisa sakit jika terus disini." Dia duduk disampingku. Matanya yang baru kutau sangat indah itu menatap langit yang sama indahnya.
Dia menatapku, "belum tidur?" Dia bertanya seolah tidak tau apa yang aku lakukan disini.
"Insom." Jawabku seadanya.
Kyungso terkekeh, "kukira kau gadis yang suka tidur."
"Aku juga suka tidur, tapi tubuhku tidak suka itu." Balasku sekenannya.
Kyungso yang sedang menatap langit beralih menatap wajahku, dia tersenyum. Masih sama manisnya seperti sebelumnya.
"Omong-omong aku bisa membuatmu tertidur."
* * *
(~‾▿‾)~ mueheheheehe