Aku masih menatap jalanan kosong ketika seorang wanita paruh baya duduk disampingku. Aku menundukan kepala sedikit untuk menyapanya yang tersenyum saat melihatku. Kemudian fokusku kembali menatap keluar jendela.
Aku sempat berfikir, apa semua manusia menderita sepertiku? Sepeertinya tidak.
Lihat saja, banyak orang yang tersenyum lebar. Tidak sepertiku. Entahlah, aku mencoba tidak peduli.
Aku beranjak dari tempat dudukku saat bus sudah sampai ditempat tujuanku. Semoga saja hari ini aku bisa pulang cepat dan tidur dengan nyenyak.
"Yeri!" Teriakan Lisa membuat langkahku terhenti. Kulihat Lisa berlari kearahku dengan sepatu mahalnya itu.
"Kenapa kemarin kau tak masuk? Membolos?" Katanya saat sudah ada disampingku.
Lisa adalah salah satu temanku yang ada dikampus. Dia baik, seperti teman-temanku yang lain.
"Aku sakit." Jawabku seadanya.
Rasanya tubuhku hampir terguncang kala kedua tangan Lisa memegang pundakku cukup erat. Memeriksa hampir seluruh tubuhku dengan tatapannya. "Yakk! Kenapa diam saja." Pekiknya tertahan.
Aku hanya tersenyum simpul menanggapinya, aku hanya tidak ingin membuat teman-temanku repot, itu saja.
"Kepalamu itu memang batu yah. Kau bisa minta tolong padaku atau anak-anak yang lain."
Aku menggeleng, "Tak apa, aku bisa sendiri."
Kudengar Lisa mengela nafas, kami sudah sampai didepan kelas saat Lisa menarik tanganku.
"Kau tidak perlu bekerja keras untuk membayar uang sewa rumahmu Yer. Aku dan yang lain bisa saja membantumu."
Sekali lagi aku tersenyum melihat mata Lisa, "aku baik-baik saja Lis."
Kemudian aku membawanya masuk kedalam kelas yang sudah terisi mahasiswa dan mahasisiwi yang lain. Disana juga ada Wendy dan Joy, temanku dan Lisa.
Wendy melambaikan tangan saat melihatku dan Lisa masuk. Menyisakan dua tempat duduk yang masih kosong untuk kami tempati.
"Hari ini ulang tahun Kakakku kalian diundang." Aku melirik Joy yang ada disamping Lisa.
"Jam berapa?" Tanya Lisa.
Aku mendesah, "akutak berjanji. Tapi aku usahakan datang." Kak Junmyeon, kakak Joy adalah orang baik. Dia juga dulu membantuku membayar uang sememter saat aku menunggak.
"Jam sepuluh, besokan libur."
"Aku akan datang, aku sudah lama tidak bertemu kakakmu yang tampan itu jadi aku pasti akan datang." Wendy tersenyum sangat lebar.
Aku dapat melihat mata Joy yang berputar, "kau itu pasti senang melihat teman Kakakku yang tampan-tampan itukan."
"Wanita ular sepertinya memang begitu Joy."
"Yah setidaknya aku masih lebih cantik darimu." Wendy membalas perkataan Lisa dengan santai.
"Ya! Sakit bodoh." Wendy berteriak saat Lisa memukul kepala belakangnya menggunakan buku. Sedang Joy yang ada ditengah-tengah mereka berusaha melerai terjadinya perang sampai ada genjetan senjata. Aku tentu saja hanya tertawa melihat teman-temanku yang berhasil membuat hariku sedikit berwarna.
***
Aku melihat tampilan Wendy dan Lisa yang sedang menungguku disamping mobil. Kenapa dengan pakaian mereka?
"Kalian yakin pergi ke pesta dengan baju seperti itu."
"Harusnya kami yang bertanya seperti itu padamu. Kenapa kau pakai baju seperti itu? Ini pesta bukan seminar Yeri." Aku melihat pakaian yang aku kenakan, sepertinya tak ada yang salah.
"Kita bawa dia ke mall dulu Wen," Lisa memasuki pintu kemudi yang diikuti Wendy dan aku yang duduk di kursi belakang.
Benar saja apa kata Lisa, mereka membawaku memasuki mall yang cukup elit. Aku hanya diam mengikuti langkah mereka sampai tiba disebuah toko yang menjual pakaian wanita.
Dahiku berkerut saat melihat harga satu baju yang terpajang dietalase. "Ini sangat mahal, uangku bisa habis." Aku berbisik ditelinga Wendy, membuatnya mendelik kearahku.
"Kau diam dan pakai pakaian yang Lisa pilih. Biar kami yang bayar." Orang kaya memang beda yah, membuang jutaan dollar hanya untuk satu setel pakaian saja.
Kalau sudah begini aku hanya bisa menurut, aku jadi memikirkan omongan anak-anak dikampus yang bilang aku memanfaatkan teman kayaku. Aku menghela nafas saat apa yang Wendy dan Lisa lakukan membuatku menjadi seperti memanfaatkan pertemanan kami ini.
"Tidak perlu memikirkan apapun Yer, aku tidak keberatan kok." Sepertinya Wendy mengerti kekalutanku. Dia tersenyum lebar saat menatapku.
"Terima kasih." Kataku yang memang sudah tak tau harus berbuat apa lagi.
***
Joy membukakan pintu saat kami datang. Matanya tertuju kearahku yang ada ditengah Lisa dan Wendy.
"Kau sangat cantik Yer, siapa yang merias wajahmu?"
Aku hanya tersenyum malu, karena memang aku sedikit berbeda dari biasanya.
"Tentu saja aku dong. Bagaimana?" Wendy mengibaskan rambut panjangnya, menyombongkan diri.
Lisa berdecih disamping kiriku, "Yeri memang terlahir cantik, jadi sentuhanmu tidak berarti apa-apa."
"Yakkkk!" Telingaku sedikit berdengung mendengar teriakan Wendy.
"Astaga, Joy tolong bawa aku masuk." Pintaku kepada Joy yang langsung menarik tanganku pergi dari medan perang.
"Lepaskan tanganmu poni tolol!"
"Kau duluan, lepaskan rambutku!"
Dari dalam aku masih mendengar teriakan Wendy dan Lisa yang sepertinya sedang adu kekuatan akar rambut. Aku mengikuti langkah kaki Joy menuju ruangan besar yang ada dirumahnya.
"Wahh Yeri. Terima kasih sudah datang." Kak Junmyeon menghampiriku saat aku sampai, tampan sekali huhu :(
Aku tersenyum kaku saat beberapa pasang mata yang tidak kukenal melihat kearahku saat Junmyeon menyapaku.
"Happy birthday kak," kataku canggung.
Kak Junmyeon tersenyum sangat tampan. "Sama-sama," aku terkejut saat ia dengan sengaja dan sadar memeluku, meski hanya sepersekian detik aku mendadak membatu. Efeknya ternyata cukup membuat jantungku sedikit berdetak lebih cepat.
"Kakak tidak boleh memeluk temanku sembarangan tau." Joy datang layaknya pahlawan super yang berhasil mengalihkanku dari keterkejutan.
"Kenapa? Kau mau juga?" Tanpa menunggu jawaban Joy, Kak Junmyeon memeluk Joy dengan sangat erat.
"Iih lepass."
Kak Junmyeon melepaskan Joy yang sudah memukul lengannya, membuat Junmyeon tertawa. Kemudian aku melihat Lisa dan Wendy berjalan beriringan dengan jarak satu meter lebih. Mereka berdua memberikan selamat kepada Kak Junmyeon sepertiku.
Disini ada sebelas manusia berbatang yang tidak kutau namanya, namun hanya satu lelaki yang membuatku penasaran. Dia duduk terdiam sembari memakan hidangan yang Kak Junmyeon sediakan. Berbeda sekali dengan sepuluh orang lainnya yang kulihat sangat berisik, apalagi lelaki dengan telinga besar dan lelaki bermata sipit.
Hanya dia yang sepertinya waras dan tidak banyak ulah. Lelaki dengan kepala gundul itu.
Aku tersentak dari dudukku saat ia menoleh kerahku dan tersenyum memperlihatkan giginya.
YaTuhan ciptaanmu indah sekali.
(っ˘̩╭╮˘̩)っ
Niatnya sih, setiap member EXO ultah mau bikin satu work buat setiap member. Baru niat yah ini. Kalo idenya tiba-tiba menguap ya bisa apa.
Btw, babis ngebadut gara-gara nonton
Smtown live, untung ada Mas Raiden.