Hari ini adalah kali ke delapan aku mencoba melamar pekerjaan. Dan delapan kali langsung ditolak karena alasan yang sama. Rasa lelahku dan jengkelku bersatu padu. Aku mengusap keringat yang membasahi wajahku bukan karena gugup juga bukan karena AC di ruangan ini tidak berfungsi dengan baik tetapi karena alasan penolakan dari pria di depanku ini.
Aku menyampirkan tas selempang warna hitamku dan mengambil map dari atas meja. Aku segera pamit sesopan mungkin. Melangkah keluar dengan gontai.
Aku keluar dengan perasaan kecewa seperti sebelum-sebelumnya. Aku tidak mengerti kenapa setiap perusahaan yang menolakku hanya mempersalahkan hijabku ini.
Apa divisi keuangan tidak memerlukanku yang termasuk lulusan terbaik? Jangan ragukan kinerja kerjaku karena dulu aku pernah praktik kerja dengan nilai yang memuaskan. Minimal, aku memiliki pengalaman mengelola keuangan yang lumayan bagus.
Aku melangkah menuju deretan taksi terdekat. Melangkah masuk kedalamnya. Lalu mengatakan tujuanku menuju pantai yang mungkin menghilangkan sedikit rasa penat dan kecewaku. Aku harus tabah. Ini cobaan yang cukup berat memakai hijab di tengah hiruk piruk negara bebas. Sudah dua minggu ini aku melanjutkan perjalanan hidupku untuk mencari pekerjaan di New York City. Jika memang tidak ada yang bisa ku lakukan disini mau tidak mau aku harus pulang ke Indonesia dan menerima tawaran ayahku.
Dua puluh menit kemudian taksi berhenti di tempat tujuanku. Aku membayar biaya taksi lalu beranjak keluar sambil membenarkan tasku yang sedikit melorot.
Angin pantai yang menyejukkan langsung menyambutku. Pantai dengan hamparan pasir berwarna putih. Sangat cantik. Tidak banyak pengunjung yang menempati tempat ini.
Aku melangkah mendekati bibir pantai. Menikmati angin yang mengibarkan ujung hijabku.
Aku mendengus kasar menikmati sapuan air pantai yang jernih. Apa yang harus aku lakukan setelah ini? Walaupun masyarakat disini telah menerima orang muslim, tetapi jika masalah pekerjaan mereka akan memikirkannya berulang kali apalagi melihat penampilanku ini. Aku tidak pernah mempermasalahkan orang mau menanggapi apa tentangku. Aku tidak peduli dengan mereka. Telingaku cukup tebal mendengarkan hinaan mereka.
Aku menghela nafas pelan memejamkan mata. Menikmati sensasi ketenangan dan keindahan pantai indah ini. Suara deburan ombak membuatku merasa tenang.
"Hai, apa kau sedang patah hati?" tanya seseorang tiba-tiba.
Aku membuka mata perlahan melirik sekilas ke sebelahku. Pria ini entah berbicara dengan siapa dengan aksen Amerika kental. Aku yakin dia asli orang sini.
"Kau bicara denganku?" tanyaku menoleh kearahnya yang sekarang juga menoleh kearahku.
Pria itu menggunakan kacamata hitam dan pakaian kantor. Apa yang dilakukan pria kantoran seperti ini di tepi pantai?
"Tentu saja, kau. Apa kau sedang patah hati?" tanyanya lagi.
Aku kembali memandang ke arah laut.
"Tidak," jawabku singkat.
"Well, apa aku boleh curhat denganmu?" tanyanya terdengar serius.
Aku melirik pria yang kira-kira setinggi enam kaki itu yang terus menatapku dengan tangan yang dimasukan ke saku celananya. Aku hanya sebahunya jika memakai high heels.
"Hmm," aku bergumam terus memandang ke arah laut berusaha tidak memperdulikan pria ini.
"Aku memiliki banyak kekasih," ujarnya terdengar santai.
Aku hampir tersedak air liurku mendengar pengakuan mengejutkannya.
"Tapi aku tidak mencintai satupun kekasihku," sambungnya.
Aku melongo mendengar ucapannya. Mendongak menatapnya tajam. Menarik nafas lalu menghembuskannya pelan ingin sekali memaki pria aneh ini.
"Lalu kenapa kau menjadikannya kekasihmu kalau kau tak mencintainya?" tanyaku tak habis pikir dengan pria aneh sedunia.
"Mereka yang menginginkanku. Bukan salahku menerimanya. Tidak ada salahnya menerima umpan," jawabnya yang santai seakan bukan masalah berat.
"Aku tak habis pikir dengan pemikiranmu itu. Kau bisa menolaknya dengan mudah kalau memang tidak punya perasaan yang sama."
Aku menatap tajam kearahnya dan malah menyeringai menatapku.
"Asal kau tau, sepak terjangku menjadi playboy bahkan sudah terkenal. Wanita-wanita itu hanya mengincar hartaku dan terobsesi saja sampai rela melemparkan tubuh mereka kepadaku," ujarnya terdengar arogan.
Aku menatap tak percaya ke arahnya.
"Apa kau tidak memiliki wanita yang kau cintai sehingga dengan teganya mempermainkan perasaan wanita seperti itu?"
Aku kembali mengalihkan pandanganku ke hamparan air laut.
"Tidak, maksudku belum. Aku sulit mencintai wanita," jawabnya.
Dia membuka kacamata hitamnya menatapku dengan matanya yang indah baru kusadari kalau dia tampan. Aku menatapnya dengan tatapan menyelidik. Jangan-jangan..
"Tapi aku tidak menyimpang. Aku hanya belum pernah merasakan cinta. Hanya sebatas suka sama suka tidak lebih," ujarnya
"Maka segeralah mencari cintamu mungkin bisa membuatmu berhenti bermain-main," kembali menatapnya
"jika terlalu banyak korban lagi aku tak tau bagaimana nasibmu nantinya. Bisa saja salah satu atau bahkan semua mantan kekasihmu menyumpahimu agar kau mendapatkan karma dan tentunya kau akan mendapatkan ganjaran atas perbuatanmu itu," ucapku serius.Sebenarnya aku tidak suka mencampuri urusan orang lain dengan mengatur hidup mereka lagipula aku tak mengenal pria aneh ini.
Dia tertawa ringan. Apa ada yang salah dengan ucapanku?
"Aku suka jawabanmu. Mereka tidak akan berani menyumpahiku karena saat aku memutuskan hubunganku kupastikan mereka hanya membawa tangisan kecewa lalu pergi dengan uang pesangonku agar mereka tidak meminta kembali kepadaku. Tidak ada yang tulus mencintaiku," ujarnya terlewat arogan.
Aku jengah menatapnya. Melarikan pandanganku ke arah laut. Apa pria ini tidak memiliki perasaan? Mengatakannya dengan teramat santai seperti tidak ada masalah.
Astaga! Aku tak habis pikir. Ini memang bukan masalahku tapi dia harus diberi pelajaran agar bertobat.
"Sudahlah, jangan memasang ekspresi seperti semua sepenuhnya salahku."
Dia memasang lagi kacamata hitamnya.
"Kau tersangka utama kesalahannya. Jika dipikir-pikir tidak baik mempermainkan perasaan mereka. Apa yang kau dapatkan dari mereka selain kenikmatan yang menyesatkan dan kerugian karena harus membuang-buang uangmu untuk mereka?" ujarku panjang lebar.
Sudah cukup habis kesabaranku dengan pria menyebalkan dan kurang ajar ini.
"Dengar, aku tidak mau berdebat denganmu dan asal kau tau aku melakukan ini bukan tanpa alasan," tukasnya serius dan dingin.
"Baiklah," aku menghela nafas pelan, lebih baik mengalah. Ini memang bukan urusanku apalagi dia hanya memintaku sebagai pendengar. Ingin sekali aku menghajar pria ini.
"Siapa namamu?" tanya pria itu dengan nada ramah.
Suasana hatinya apakah harus naik turun secepat itu? Dasar pria aneh.
To be continued....________________________________________
KAMU SEDANG MEMBACA
BIG BOSS AND ME ✓ (TAMAT)
Romance(Follow sebelum membaca) "Aku jatuh cinta denganmu," potong William tegas. Kesal dengan wanita pujaannya yang tidak peka dengan kodenya yang sudah sangat-sangat jelas. --- Hati pria itu mencelos sakit melihat penolakan wanita itu. "Aku cemburu," ung...