01. Awal mula

458 68 2
                                    

Perempuan dengan balutan sarung hitam batik, dan atasan berwana coklat susu itu tengah berkutat di dapur, bersama teman khadam yang lain. Dialah Nayfa Syafila Humairah. "Sudah sana, Nay, Za. Entar kamu telat malah, ini biar aku sama Ninis yang kerjain."

"Ndak bisa lha, Mbak Vina. Kan kita harus bantu. Nggak adil itu namanya," balas Nayfa yang masih sibuk dengan penggorengannya.

"Lhah dari pada kamu telat kan? Hayo pilih mana?" sahut Ninis yang tadi hanya diam memperhatikan.

"Nanti lhah ya, Fa. Nanti di tanya Ummah mau jawab apa," balas Hifza, yang langsung di angguki oleh Nayfa.

Mereka bertempat adalah seorang abdi ndalem. Nayfa dan Hifza seorang siswi yang masih menduduki kelas akhir madrasah Aliyah, sedangkan Vina dan Ninis sudah lulus, dan ia ingin mengabdi pada Kiainya. Sebenarnya ada enam abdi ndalem, sisanya masih membersihkan ruangan ndalem, namanya Riya dan Ratih. Riya yang masih kelas 12 dan Ratih sama seperti Vina dan Ninis.

"Ya sudah. Di kasih tau kok ngeyel si kamu," balas Vina, membuat Nayfa dan Hifza terkekeh.

"Kamu bawa tumis kamgkung ini ke meja makan," titah Ninis pada Nayfa. "Sudah waktunya makan ini. Biar aku yang lanjutin goreng tempenya." Nayfa membawakan satu mangkok berukuran lumayan besar berisikan tumis kangkung.

Nayfa di ruang makan bukan hanya meletakkan tumis kangkung itu. Tapi juga menata keperluan untuk sarapan. Tak lama kemudian Hifza datang membawakan dua pirimg berisikan tempe goreng.

"Sudah yuk," ajak Hifza. Nayfa mengangguk, sebelum ada suara yang menghentikan keduanya.

"Nduk Nay." Nayfa berbalik. Mendapati Ummah Biyah yang memanggilnya. Dengan menunuduk Nayfa mendekati Bu Nyai-nya.

"Nggeh, Ummah?"

Ummah Biyah tersenyum. "Setelah ini kamu tolong bersihkan kamar Aksa ya. Ganti juga spreinya, ambil di lemari paling bawah."

Deg

Apalagi ini? Tak puaskah kemarin takdir mempermainkannya. Salahnya sendiri ia mudah dan cepat untuk mengagumi seseorang. Iya, itu memang salahnya.

"Nay?" panggil Ummah lagi. Dengan ragu, Nayfa menganggukkan kepalanya.

"Nggeh, Ummah. Nanti Nayfa bersihkan. Ada lagi Ummah?" Ummah menggelengkan kepalanya. Setelah itu Nayfa langsung bergegas menuju kamar yang sudah di tunjukkan tadi.

Membuka kamar dengan hati-hati dan perasaan yang campur aduk tentunya. Ia mulai menyapu, mengepel,  dan membersihkan debu dengan kemoceng. Kamar yang sudah lama tak digunakan.

Selesai dengan itu, ia mengganti sprainya. Nayfa menghela napas, lalu menghembuskan pelan. "Huh, akhirnya selesai."

"Sudah, Mbak?" Nayfa langsung membelakkan matanya. Suara itu? Suara yang sama, dengan qori'ah itu. Memejamkan matanya erat sebelum akhirnya ia berbalik dengan kepala menunduk.

"Nggeh, sampun, Gus." Dengan kepala masih menunduk, Nayfa berjalan keluar, dengan melewati Gus Aksa.

"Saya permisi, Gus," pamitnya.

"Embernya, sama alat-alat kebersihannya saya yang menaruhnya, Mbak?" Suara Gus Aksa menghentikan langkah Nayfa. Gus Aksa mengatakannya dengan mengangkat satu alisnya.

Nayfa langsung berbalik, Melewati Gus Aksa dengan menunduk untuk mengambil alat-alat itu lagi. "Saya ambil, Gus. Kalau gitu saya permisi, Gus. Assalamualaikum."

Nayfa tidak tahu, setelah ia berbalik Gus Aksa tersenyum tipis karena ulahnya. 'Lucu,' batinnya.

Nama lengkap Gus itu adalah Aksa Raiyan Syairazi. Ia baru pulang dari menimba ilmunya di pondok pesantern Tahfidz. Dan Alhamdulillah, ia sudah khatam Al-Qur'an.

Ia pulang untuk meneruskan mengajar di pondok Abahnya. Meskipun sebenarnya ia dulu ingin mengabdi pada Kiainya, meskipun sebentar. Tapi Abahnya lebih membutuhkannya. Abahnya juga ingin ia segera menikah.

Itu yang di pikirannya sekarang. Menikah? Ya benar, ia sudah berusia 25 tahun, sudah matang untuk usia menikah. Tapi ia belum siap, dam juga belum ada calonnya.

Sebenarnya kamarnya itu, tidak terlalu kotor, hanya berdebu sedikit. Ia tak suka menempati tempat yang berdebu apalagi kotor. Jadi ia kemarin lusa istirahat di kamar tamu sementara. Menunggu orang yang membersihkan kamarnya. Bukannya ia tak bisa, tapi terlalu lelah fisiknya.

Setelah itu, ia membuka lemarinya mengganti kaosnya dengan baju kemeja. Dan bawahannya tetap memakai sarung batik. Ia akan mulai mengajar, menggantikan Abahnya.

Melihat ke arah jam, masih ada waktu untu bersantai. Ia meraih ponselnya, dan di bukanya. Walpapernya yang menjadi pusat perhatiannya.

Tangan seorang perempuan, dan  tangannya sendiri yang ia foto dengan jarak dekat. Meskipun tak saling bersentuhan. Gus Aksa tersenyum tipis.

🌾🌾🌾

Setelah sampai di kamar pondoknya Nayfa langsung bergabung dengan yang lain, memakan jajanan yang di bawa oleh teman sekamarnya. "Udah balik, Mbak Fa?" ucap Nina dengan pertanyaan.

Nayfa sekamar dengan Hifza, Salwa, teman sekelasnya. Dan dua lainnya dengan adek kelasnya, Nina dan Yanti.

Nayfa mengangguk. "Udah, Nin. Kenapa?" jawab Nayfa dengan pertanyaan.

"Ketemu ndak Mbak sama Guse?" Bukan Nina yang mengatakannya, tapi Yanti.

"Ketemu," balas Nayfa biasa saja. "Malah di suruh bersihin kamarnya." Keempatnya langsung membelakkan matanya, tentu saja terkejut. Dan betapa beruntungnya Nayfa ini,  bisa masuk ke kamar lelaki idaman semua santriwati.

"Matanya kuwi lho ape copot," ucap Nayfa lagi yang melihat keempat temannya yang hampir dalam ekspresi yang sama.

"Kok bisa?!" tanya Salwa tak sabaran.

"Ya bisa tha, orang di suruh," jawab Nayfa cuek.

"Gus Aksa?" tanya Hifza kemudian. Nayfa menggeleng.

"Bu Nyai lah, yakali Gus Aksa," jawab Nayfa. Keempatnya menghembuskan nafasnya lega.

"Tak kira Gus Aksa yang nyuruh," balas Yanti. Nayfa menguap, rasanya matanya sangat mengantuk. Ingin segera merebahkan tubuhnya di kasur miliknya.

"Fa jangan tidur! Bentar lagi ngaji sore," ujar Salwa memberitahu saat melihat Nayfa yang ingin merebahkan tubuhnya.

"Aduh ngantuk banget aku," ucap Nayfa dengan menutup matanya. Temannya segera mencegahnya.

"Yang ngisi nanti Abah lho, Fa. Jangan main-main kamu," ucap Hifza. Nayfa yang mendengar segera mengambil duduk dengan bersandar di dinding. Agar ia tak tidur.

"Kamu udah lengkapin maknani kamu 'kan Fa?" tanya Salwa memastikan. Nayfa mengerutkan keningnya.

"Maknani opo?" tanya Nayfa balik.

"Itu pelajarannya Gus Alfin yang di gantikan Gus Aksa," jawab Salwa. Nayfa terdiam sejenak.

"Oh ... masih lusa kok. Sampean wes?" tanya Nayfa pada Salwa, yang langsung mendapat anggukan dari Salwa.

"Kok gak ngenteni aku si," protes Nayfa. Salwa terkikik pelan.

"Tadi pas kamu ke ndalem, lengkapinnya." Bibir Nayfa mengerucut.

"Eh tadi kok aku kok nggak liat Abah ya?" ucap Nayfa kemudian. Keempat temannya langsung melototkan matanya.

"Serius, Mbak?" tanya Nina memastikan. Dan Nayfa mengangguk.

"Abah nggak dateng, biasanya yang mbadali 'kan Gus Alfin. Terus Gus Alfinnya lagi pulang ke rumah Ning Kila. Jadi yang ngisi Gus Aksa dong," ucap Yanti. Ketiganya langsung berbinar. Tentu kecuali Nayfa.

"Alhamdulillah dapat cuci mata lagi," ucap Hifza sembari mengkhayal.

"Cuci matanya ndak sekalian pake rinso aja," balas Nayfa malas.

🌾🌾🌾


Next lagi ga?

See u

050821

Kalam Cinta Gus AksaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang