Rasa khawatir itu pasti ada di waktu yang tak bisa di tentukan, karena kita memanglah makhluk dengan rasa yang kuat di ciptakan oleh Tuhan.
-Adayraa
********************************************************************************
"Pagi, semua." Dengan senyuman manisnya, Zeline merapikan tampilannya terlebih dahulu sebelum duduk di kursi yang meja makan.
Semua orang yang menyaksikannya pun tersenyum lebar melihat penampilan cantik Zeline pagi ini. Bahkan, Zeline memanglah wanita cantik bagi keluarganya, dengan mata biru hazelnya, rambut bergelombang bawah, dan juga proporsi tubuh yang ideal, jangan lupa juga kebaikannya sesama orang lain.
"Biasa aja sih ga ada cantik-cantiknya." Celetuk Alex yang masih setia dengan gawai yang ada di tangannya.
Mendengar ucapan itu dari mulut abangnya, Zeline langsung bersiap untuk memberinya sejuta jurus cantik ala dia, belum sampai mengeluarkan jurus, suara wanita paruh baya membatalkan aksinya kali ini.
'Lihat aja nanti.' Gumamnya pelan dengan nada bengisnya.
"Zeline, kamu berangkat bawa motor sendiri? Sama siapa nanti?" Nada khawatir tercetak jelas dalam suara Nana.
Herman yang mendengar itu hanya bisa menggelengkan kepala melihat kekhawatiran sang istri kepada putri satu-satunya ini. Pasalnya, Zeline sudahlah sangat mahir dalam mengendari motor, jangankan motor matic, motor laki-laki pun ia bisa.
Herman dan dua putranya tak ingin mengganggu aksi perdebatan dua wanitanya itu, mereka memutuskan untuk menyibukkan diri dengan kegiatan masing-masing. Namun, perdebatan itu tak kunjung selesai bahkan, sekarang sudah menunjukkan pukul enam lewat yang artinya sebentar lagi anak-anaknya harus segera berangkat ke rutinitasnya masing-masing.
"Bunda, Zeline, sudah. Sekarang ayo sarapan, nanti kamu telat masuk hari pertamanya." Tegas Herman dan di turuti oleh kedua wanita itu tanpa bantahan sedikitpun.
Acara sarapan keluarga kecil Herman pun berjalan seperti biasanya, tak ada suara omongan, ponsel bahkan gangguan. Karena keluarga mereka telah bersepakat ketik makan Bersama tak boleh ada yang mengganggunya sama sekali, hanya terdengar suara bisingnya sendok, garpu dan piring yang beradu.
Keluarga yang sangat diharapkan oleh semua orang itu kini dirasakan oleh keluarga kecil Herman. Bukankah semua orang menginginkan keluarga yang selalu harmonis? Yang menjadi tempat pulang dikala kesedihan dan kebahagiaan melanda? Bukan tempat yang menjadi teriakan penuh dengan makian layaknya api yang berkobar.
Lima belas menit berlalu, ritual penambah energi telah berakhir, kini semua penghuni rumah sudah disibukkan kembali dengan kegiatan mereka yang tertunda sebentar tadi. Rutinitas yang berhasil mengosongkan rumah megah ini dan hanya menyisakan Nana dan beberapa asisten rumah tangga.
"Dek, kamu lebih baik sama abang dulu berangkatnya." Exel yang masih sibuk membereskan beberapa keperluan kuliahnya.
Mendengar perintah itu, Zeline menatap abangnya yang kedua itu dengan tatapan pasrahnya. Pasalnya, abangnya yang kedua ini sangatlah posesif terhadap dirinya, jadi ia akan menurut semua omongannya, salah satunya adalah hari ini.
Tanpa menunggu persetujuan dari Zeline, Exel langsung berpamitan kepada kedua orang tuanya dan langsung keluar rumah melewati Zeline sambal membawa kunci mobilnya.
"Abang tunggu di depan, jangan lama nanti kamu telat." Tengoknya setelah berada di ambang pintu utama rumahnya.
Dengan tergesa-tergesa, Zeline langsung berpamitan dan sesegera mungkin menghampiri abangnya itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Why, Me? [ON GOING]
Teen FictionPertemanan adalah sebuah circle yang selalu kita dapat di manapun kita berpijak. Tapi, percaya atau tidak, akan ada circle di dalam circle. Tapi, tidak ada yang salah dengan sebuah circle, hanya saja kita yang salah dalam masuk sebuah circle toxic...