Kelopak netra bulatnya mengerjap kemudian terbuka perlahan.
"Ung... Bukan Kamal Pyo..." sikecil Fiona melongok ke sekeliling ruangan yang luas tersebut. Tangan kecilnya masih memeluk erat bonekanya. Bola mata hijau nya mengerjap. Tubuh kecilnya menggeliat bergerak turun dari kasur nya bersama boneka burung hantu besarnya. Saat hendak mencoba meraih gagang pintu, pintu besar tersebut terbuka membuat Fiona kecil jatuh terjungkal.
"A-aah maafkan saya Nona. Saya kira anda masih tidur..." ucap Fred berjongkok.
(Artist: Twitter @rkakr )
Mata hijau besarnya mulai berkaca-kaca hendak menangis. Membuat Fred gelagapan. Pasalnya, ia tak pernah bisa berhadapan dengan anak kecil.
"N-nona, ada kue coklat kesukaan anda! Bagaimana kalau saya antar anda ke ruang makan?" tawar Fred berusaha menghentikan tangisan yang akan meledak dari si kecil.
"uuu? Kue choco?" Hendak menangis namun tergoda dengan kue yang ditawarkan pemuda dihadapannya ini.
Surai hijaunya bergerak cepat.
"Mau! Pyo mau!!" ujarnya girang kemudian merentangkan kedua tangannya yang masih erat memeluk boneka burung hantu kesayangannya."Endong!" pintanya yang langsung dituruti oleh Fred. Fred membawanya ke ruang makan dimana makan siang sudah tersaji. Semuanya duduk masing-masing dikursi. Fiona duduk disamping Bond dan Moran.
"Nona, ayo makan. Mau disuapi?" tawar Bond tersenyum ramah namun gadis kecil itu menggeleng.
"Pyo bica cendili. Uuu.... Kue choco na mana??" tanya gadis kecil dengan cemberut.
"Nona harus makan dulu baru makan kue." ucap Bond lagi.
Mata bulat berwarna hijau itu membelalak kaget.
"Ndaaaak... Pyo mawu kue Pyo mau kuee" rengeknya dengan suara keras. Sontak seisi ruangan menutup telinga akibat pekikan suaranya."Aduh bocah ini berisik sekali." desis Moran. Fiona kecil yang duduk disampingnya tentu mendengarnya. Mata hijaunya yang sudah berkaca-kaca itu menatap Moran.
"Huweeeee.... Papaaa." tangisan kencang mulai menggema.
"Bagus Moran, kau membuatnya menjadi lebih sulit." desis Bond.
Albert berjalan mendekat seraya tersenyum ramah, senyuman yang bisa mematikan semua para nona muda diluar sana.
"Kuenya akan dikeluarkan setelah selesai makan siang. Kalau Fiona mau menurut dan tidak bandel, akan diberikan hadiah bagaimana?" ucap Albert
"Ungg... Hadiah?" Tangisan memekakkan telinga itu terhenti sejenak kala mendengar sesuatu yang menarik perhatiannya.
"Ya. Fiona mau sesuatu? Kakak-kakak disini pasti akan mengabulkannya." ucap Albert yang disambut dengan sinar antusias dari netra si kecil.
"Sungguh? Tidak bohong kan?" Gadis kecil mulai ragu. Senyum yang terpasang pada paras Albert kian cerah kala merasa anak kecil dihadapannya ini mulai terpancing umpannya agar tidak lagi menangis. Dalam batinnya ia berfikir, gadis kecil itu tidak mungkin meminta hal yang sulit bukan?
"Tentu saja. Janji!" ucap Albert
"Kak, tak apa nih dibiarkan begitu? Kok rasanya firasatku berkata ini akan merepotkan" bisik Louis pada sang kakak kedua.
"Mau bagaimana lagi? Kita lihat saja dulu." ucap William kalem."Kalau begitu Pyo mawu main telus jalan-jalan!! Pyo mau lihat peltokoan yang besaaal." pinta gadis kecil tersebut.
"Okay. Habis makan kita main lalu nanti malam Moran dan yang lain akan mengajak Fiona jalan-jalan."
"Haa?! Aku?!" Moran terkaget-kaget lantaran saat dirinya asyik menyantap hidangan, namanya turut dicatut dalam tugas membawa bayi jalan-jalan.
"Masih ada beberapa berkas yang harus ku kerjakan. Jadi jangan membantah ya Sir Moran." ujar sang anak sulung dari keluarga Moriarty itu yang dibalas dengan gerutuan kecil yang bersangkutan.
Usai membuat kesepakatan dengan gadis cilik itu, suasana makan siang berlalu cukup tenang. Gadis cilik surai kehijauan itu tak lagi merengek-rengek. Kemudian disinilah mereka berdiri. Albert, Bond, dan Moran kini bertugas menemani Fiona main. Gadis kecil dengan boneka burung hantu kesayangannya itu berdiri menghadap semuanya.
"Waktunya maiiiin!! Pyo mawu main ituu!" Tangannya menunjuk pada sebuah hiasan dinding berbentuk kepala rusa.
"E-ehh... Itu bukan-" Bond panik lantaran sang gadis cilik itu menunjuk sebuah barang yang terbilang cukup berbahaya untuk mainan anak-anak. Salah-salah mereka bisa membuatnya terluka.
Namun mendengar respon Bond membuat manik hijau itu kembali berkaca-kaca.
".... Ndak boleh? Pyo nda boleh pegang itu? Tapi Om cudah janji cama Pyo!" protes sang gadis cilik dengan mata berkaca-kaca dan menggembungkan pipinya seraya menghentakkan kakinya ke tanah.
"Duhh bocah ini main yang bet-- AWWW BOND!! KENAPA KAU INJAK KAKI-KU?!" Moran berteriak kesal yang disambut dengan sikutan keras dari Bond.
"Sshhh.... Jangan berteriak! Kau mau membuatnya takut ha?!" ujar Bond berdesis.
Namun suara keras dari teriakan Moran berhasil membuat tangisan si kecil pecah. Suara rengekan yang memekakkan telinga membuat ketiganya kewalahan.
"HUWEEEE.... PAPAA ...." tangis sang gadis kecil yang kian erat memeluk boneka kesayangannya itu.
"Bagus Moran, Bagus... " desis Albert dengan senyum dingin.
Bond kemudian berinisiatif untuk menggendong Fiona.
"Cup cup ... Fio anak baik. Takut ya sama om itu ya? Mukanya om itu emang seraamm..." bisik Bond sambil mengusap-usap punggung kecil sang gadis yang berada di gendongannya.
"Celaam.... Huweee Papaaa...." Gadis kecil itu masih menangis dalam gendongan Bond.
"Cup cup cup, tuh lihat Om seram itu tuh. Nanti kalau Fio tidak berhenti nangis nanti diketawain sama Om seram itu tuh." ucap Bond menenangkan sang bocah cilik sambil menunjuk-nunjuk Moran.
"Oi--" protesan dari Moran hendak dilayangkan namun batal karna Albert sudah menpelototinya terlebih dahulu.
Tangisannya perlahan mereda. Ia mengusak wajahnya yang basah karna air mata dan ingus pada bahu jas Bond sementara sang pemilik jas itu hanya bisa pasrah.
"Mmm.... Kalau ndak boleh main itu Pyo mau jalan-jalan dilual boleh?" pintanya sambil memandang Bond dengan tatapan memohon. Manik hijau besar itu mengerling pada sosok yang kini masih setia menggendongnya.
"Hoo, di taman? Boleh--" ucap Albert tersenyum lega karna permintaan sang gadis kali ini cukup mudah untuknya. Ya, cukup mudah sebelum sang surai hijau itu menggeleng cepat.
"Lual!! Di lual lumah!!" teriaknya protes pada Albert.
Protesan tersebut membuat ketiganya membeku. Keadaan hening menyelimuti sejenak. Sampai akhirnya Albert menghela nafas menyerah.
"Baiklah. Tapi Fio tidak boleh jauh-jauh dari kami ya. Janji?" Albert menjulurkan jari kelingking kanannya. Membuat janji pada sang bocah cilik tersebut. Yang disambut oleh uluran jari kelingking kecil serta anggukan antusias dari bocah kecil yang baru saja menangis kencang.
"Pyo Janji!!" ucap Fiona dengan semangat dan mata yang berkilau antusias itu.
Petualangan gadis cilik kita dengan tiga pengasuhnya akan segera dimulai. Bagaimana kah jalan petualangan sang gadis? Semuanya akan berlanjut di chapter depan.
[TBC]
See you on next chapter (づ。◕‿‿◕。)づ[DAY II. CHAOS: END]
.
.
.
.
.
[NEXT: DAY III. PANICC!! FIONA'S ADVENTURE BEGIN!!]
KAMU SEDANG MEMBACA
Moriarty Days Care
HumorDibuat hanya untuk kesenangan semata. Summary: Bagaimana keseharian para Bad Side Moriarty saat diminta menjaga gadis kecil berusia 3 tahun yang amat nakal? Warning: a bit OOC,bahasa yang tidak baku, OC insert,dll Enjoy!!