PROLOG

74 19 9
                                    


Saat itu aku baru pulang dari rumah temanku. Saat aku membuka pintu rumah, ayah dan ibu sedang bertengkar, ini memang sangat sering terjadi, aku memilih langsung ke kamarku tanpa memperdulikan mereka. Tak lama aku dengar jeritan ibu, dengan tergesa-gesa aku menghampiri ibu, yang sedang dipukuli ayah.

"Ayah hentikan!!" teriakku pada ayah.

Seakan tuli, ayah terus memukuli ibu membabi buta.

Aku terus berteriak, menangis dengan histeris, bagaimanapun yang dipukuli itu adalah ibuku, orang yang sudah mengandung dan membesarkan ku. Entah kemana para tetangga itu, padahal aku yakin, jika mereka mendengar semua keributan ini, tapi kenapa tak ada satupun yang membantu, miris.

Jantungku berpacu lebih kencang, saat ayah mengambil kampak dari belakang rumah. Pikiranku mulai melayang. Apakah ayah akan membunuh ibu? Itulah pertanyaaan yang ada di benakku.

Puk ...

Suara kampak itu, terdengar seperti memotong sesuatu. Dugaan ku benar, ayah benar-benar membunuh ibu, di depan mataku. Aku menangis histeris dengan air mata yang sudah memenuhi muka ku. Kulihat tubuh dan kepala ibu sudah  terpisah, darah berceceran dimana-mana.

Aku ketakutan, saat ayah mendekat ke arahku. Aku sangat takut jika ayah berencana membunuhku juga, disitu bibirku bergetar hebat.

Aku mendongkak, menatap ayah yang sedang mengelus lembut suraiku, "Jaga diri baik-baik ya," katanya, lalu tersenyum seakan tak terjadi apa-apa. Tak lama, mataku tertutup, tak sadarkan diri karena shock atas apa yang kulihat.

Dari situlah awal dari perubahan hidupku.







To be continue

The Assassin's School Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang