Kau tetap surgaku

10 0 0
                                    

Nanda menatap langit-langit kamar dengan air mata yang tak berhenti mengalir dari sudut matanya. Merutuki takdir diri dan juga kemiskinan yang menyebabkan dirinya harus terkurung di tempat laknat itu.

"Aku harus kabur. Aku harus bisa kabur malam ini," ucapnya lirih. Kedua tangannya menghapus jejak-jejak air mata di pipi. Mencoba menguatkan hati yang sebenarnya telah rapuh sebab dikhianati orang yang paling dicintainya dalam hidup.

Waktu menunjukkan pukul empat dini hari. Nanda segera mengganti rok yang dikenakannya dengan celana soft jeans. Tak lupa ia memakai hoddie hitam untuk menyamarkan bentuk tubuhnya yang bisa menarik predator lain di luaran sana.

Perlahan ia melangkah ke belakang menuju arah kamar mandi. Tempat itu di desain khusus berbentuk kamar-kamar kecil bersekat. Tidak ada penjagaan khusus, hanya ada tiga orang lelaki yang memang berjaga-jaga jika sewaktu-waktu para penghuni kamar membutuhkan sesuatu.

"Jangan coba-coba kabur! Mulai malam ini kamu milik Mami. Lihat saja apa yang akan terjadi pada Ibu dan Adikmu kalau kau sampai berani melakukannya." Kata-kata itu terus terngiang di telinganya.

Sekelebat bayang ibunya terasa menari di pelupuk mata. Sesak dadanya mengingat kejadian seminggu lalu. Disaat ibunya tega menjual dirinya pada seorang germo dengan rupiah yang tak seberapa.

Bruggghhh ... gadis itu jatuh terjerembab di tanah basah di balik tembok pembatas. Kursi plastik yang sengaja ia tenteng dari dapur tadi berhasil membantunya memanjat dinding kokoh itu.

Segera ia berlari menuju jalan raya. Setelah dirasa jauh, ia melambatkan larinya. Dengan nafas tersengal ia melanjutkan langkah yang entah akan kemana.

Jalanan masih senggang. Hanya ada sesekali kendaraan bermotor melintas. Tiba-tiba langkah gadis itu terhenti saat ekor matanya menangkap sosok dua pria yang berjarak lima meter darinya.

Menit berikutnya Nanda sudah diseret paksa oleh kedua lelaki itu. Mencoba melawan, percuma. Tenaganya tentu tak sebanding dengan mereka. Berteriak pun tak ada guna, jalanan ini terlalu sepi untuk suaranya yang parau.

"Mau kalian apakan gadis itu?" Suara berat itu seketika mengalihkan perhatian Nanda dan juga kedua pria dihadapannya.

Lelaki dengan tubuh dibalut jaket hitam itu segera mengeluarkan pistol yang membuat kedua pria itu lari tunggang langgang.

_____

"Sudah mau berangkat, Nak?"

"Iya, Ma ...." Sahut Nanda sembari mencium punggung tangan wanita yang ia panggil Mama di lima tahun terakhir ini.

"Nanda berangkat ya, Ma? Assalamualaikum".  Di kecupnya kedua pipi wanita di hadapannya dan kemudian melangkah menuju mobil yang sudah menunggunya di halaman.

"Waalaikumsalam warahmatullah"

Semenjak kejadian malam itu, Nanda menjadi anak asuh keluarga Pak Dimas yang merupakan seorang kepala kepolisian di polres kota tempat tinggalnya.

Nanda sempat mengalami trauma. Menjadi pribadi pendiam dan amat ketakutan saat bertemu orang-orang baru. Psikisnya terganggu, Nanda memang masih berumur lima belas tahun kala itu. Namun Pak Dimas dan istrinya merawat Nanda dengan telaten hingga kini kehidupannya sudah jauh lebih baik. Terbukti dengan ia mampu berbaur dengan teman-temannya di kampus.

Mentari sudah menampakkan bayangan senja kala itu. Ketika orang-orang terlihat ramai berkerumun di depan kafe sebrang kampus tempat Dinda berkuliah.

Seorang ibu berusia sekitar tiga puluh tahunan tergeletak tak berdaya dengan kepala berlumuran darah tepat di tengah jalan raya. Orang-orang yang berkerumun membantunya menepi. Diduga ia adalah korban tabrak lari.

Dinda dan dua orang temannya yang kebetulan selesai berdiskusi di kafe itu segera menghambur ke arah orang berkerumun karna penasaran dengan apa yang terjadi.

Nanda mampu menembus kerumunan dan berdiri tepat di atas kepala korban kecelakaan itu. Jantungnya seketika berdegup kencang. Ia menutup mulutnya, merasa tak percaya melihat sosok yang tergeletak dibawahnya. Kaca-kaca mulai memenuhi matanya, gadis itu segera berlari menjauh dari kerumunan, kemudian menangis hebat di bangku jalan yang tak jauh dari sana.

______

Takdir mempertemukan anak dan ibu itu kembali. Nanda hanya memandangi ibunya dengan mata berkaca-kaca. Tetap diam meski sudah berkali-kali wanita dihadapannya itu mengucapkan kata yang sama.

"I-i-bu minta ma-af, Nak. Maaf" terbata wanita itu menghiba.

Tangis Nanda pecah untuk kesekian kali. Didekap tubuh ibunya yang terbaring lemah. Tangis keduanya seketika memenuhi ruangan yang serba putih itu.

Kau tetap surgaku, Bu. Meski telah mengecewakanku. Kau tetap satu-satunya wanita yang melahirkanku meski aku sempat menaruh benci padamu. Aku memaafkan mu, Bu. Sungguh ... Aku memaafkanmu. Bahkan sebelum engkau mengucapkannya. Hatinya bergumam.

Moral KehidupanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang