Dia bukan sampah

1 0 0
                                    

Lelaki itu terlihat panik melihat kening Nadia yang berdarah. Puluhan kata maaf meluncur dari bibirnya. Kemudian ia papah tubuh Nadia masuk ke dalam mobilnya untuk segara di antarkan ke Klinik terdekat sebelum para warga sekitar atau pejalan kaki mengerubungi mereka. Ia tak sengaja menyerempet Nadia yang sedang menyebrang jalan. Entah ... pikirannya sedang kacau siang itu.

"Dek Nadia hanya luka ringan saja. Nanti sampai dirumah obatnya diminum ya? Dan lukanya harus tetap dibersihkan setiap hari." Ucap Dokter wanita itu sambil menyerahkan beberapa obat kepada Nadia.

Nadia tersenyum kemudian mengucapkan terimakasih kepada Dokter dihadapannya dan langsung berjalan keluar klinik. Dedi, lelaki paruh baya itu masih menunggunya di sana.

"Maaf atas kejadian tadi, Dik? Sungguh saya tidak sengaja"

"Tak apa Om. Saya sudah lebih baik sekarang. Saya ijin pulang ke kost dulu," ucap Nadia acuh.

"Saya antarkan saja, Dik. Saya takut terjadi apa-apa nantinya di perjalanan Adik".

"Tidak usah, Om. Kost saya dekat dari sini."

Dedi akhirnya menyerah dan membiarkan Nadia untuk pulang sendiri. Tetapi ia sempat memaksa Nadia untuk menerima beberapa lembar uang dan kartu namanya. Ia berpesan agar Nadia tak perlu sungkan bila membutuh kan pertolongannya sewaktu-waktu.

_____

Nadia adalah gadis desa yang kini mengenyam pendidikan di kota. Kedua orang tua Nadia awalnya tak mengijinkan anak semata wayangnya itu harus kuliah ke kota.

Di samping sang anak akan jauh di pelupuk mata, biaya sekolah juga menjadi perhitungan berat dengan kondisi mereka yang serba pas-pasan. Namun akhirnya Nadia mampu meyakinkan dan mendapatkan restu dari kedua orang terkasihnya itu.

Hidup dikota dengan budget yang terbilang minim bukan hal yang mudah. Nadia harus rela menahan segala keinginannya yang ingin tampil stylish seperti teman-teman di kampusnya. Untuk membayar uang kuliah saja ia sangat kesulitan, apalagi harus bergaya seperti anak anak lain yang memang serba berkecukupan.

_____

Siang itu mentari sangat terik menyinari langit Ibu kota. Nadia berjalan gontai menuju halte untuk menunggu angkutan umum menuju ke kosnya.

Tiba-tiba mobil Mercy hitam berhenti tepat di hadapannya. Nadia tak menghiraukan dan membuang muka ke arah lain. Tak lama sesosok lelaki keluar dan menghampirinya. Ia masih hapal wajah itu, wajah lelaki yang menyerempetnya tempo lalu.

Nadia agak sedikit kikuk saat di hampiri lelaki yang mungkin usianya sekitar empat puluhan itu. Namun tetap terlihat tampan dan berkharisma karna ditopang dengan perawatan khas orang berpunya.

Dedi, lelaki parlente itu melempar senyum ke arah Nadia dan kembali mengucapkan maaf atas kecelakaan karna ulahnya.

"Gimana kalau kita ngobrol-ngobrol di Cafe dekat sini, Dik? Anggap saja sebagai permintaan maaf om"

Nadia berfikir sejenak dan akhirnya ia menyetujui niat baik pria yang seumuran dengan ayahnya itu. Tak lama mobil pun melaju membelah jalan berpacu bersama kendaraan lain yang melintas.

______

Sejak hari itu, Nadia sering bersua dengan Dedi di berbagai kesempatan. Dedi pun akhirnya tau bagaimana kondisi kehidupan Nadia dan keluarganya. Nadia sendiri juga tau seluk-beluk keluarga Dedi yang memang sudah mempunyai seorang istri dan dua orang anak.

Dedi selalu memberikan "uang jajan" kepada Nadia disetiap pertemuan mereka. Karna dianggapnya Nadia akan sangat membutuhkan itu untuk membeli segala keperluannya sebagai wanita.

Berbagai pakaian mahal, perhiasan, tas, sepatu dan juga alat-alat make up kini mampu Nadia beli dengan uang pemberian Dedi. Hidup Nadia kini tak lagi seperti dulu. Gadis desa lugu itu sudah berubah bak artis Ibu kota.

______

Lama-kelamaan Nadia merasa sangat membutuhkan Dedi dan sangat bergantung hidup padanya. Ia sudah terlanjur nyaman dengan segala kemewahan yang di berikan pria itu.

Dedi sendiri merasa menyukai Nadia yang sebenarnya lebih pantas untuk menjadi anaknya. Meninggalkan istri dan anak tak mungkin ia lakukan karna bagaimanapun ia menyayangi mereka.

Perlahan mereka yang tadinya hanya sekedar bersua biasa kini mulai memadu cinta layaknya suami istri. Awalnya Nadia sempat shock karna perlakuan Dedi yang dianggap telah keterlaluan menodai dan merenggut keperawanannya. Namun dengan berbagai rayuan dan kata-kata manis, Dedi mampu meyakinkan Nadia bahwa semuanya akan baik-baik saja.

______

Nadia mulai merasakan keanehan pada tubuhnya. Tadinya ia tak terlalu menanggapi perutnya yang sering mual dipagi hari dan juga kepalanya yang seolah berputar. Dianggapnya itu hanya gejala masuk angin. Namun bulan berganti bulan, perut Nadia membuncit sempurna.

Gadis itu tersadar ia telah berbadan dua. Bicara sejujurnya pada orang tua jelas tak mungkin, sama saja ia menghancurkan hati kedua orang tua yang amat mencintainya. Jujur pada Dedi lelakinya itu justru membuatnya sakit hati. Bagaimana tidak, lelaki yang dianggapnya mampu bertanggung jawab dan selalu sigap dengan keluh kesahnya kini malah memarahi dan memaki-maki dirinya. Dedi enggan bertanggung jawab atas janin yang ada di kandungan Nadia dan malah menyuruh gadis itu menggurkannya.

Berbagai obat keras ia minum untuk mencoba menggurkan janinnya namun sia-sia. Memakan makanan yang dianggap mampu meluruhkan janin pun sudah dicoba tapi percuma. Janin itu tetap kokoh berada di rahimnya. Akhirnya ia memutuskan untuk pergi ke praktik aborsi untuk mencoba kesekian kali. Usia kandungan Nadia sudah masuk bulan ke-enam dan itu membuat sang janin sulit untuk di gugurkan.

Kini Nadia hanya bisa pasrah sambil menunggu bayi itu lahir. Segala barang dan perhiasan yang ia beli dari uang pemberian Dedi perlahan ia jual untuk memenuhi hidupnya yang mulai tak karuan.

______

Hari yang di nanti tiba, tanpa pertolangan bidan Nadia mampu melahirkan bayi perempuan dengan normal di kamar kosnya. Bayi itu terlahir sempurna dengan kelopak mata yang serupa dengannya.

Bukan haru yang Nadia rasakan, melaikan rasa jijik ketika memandang wajah mungil tak berdosa yang masih berlumuran darah itu. Nadia tak ingin tetangga kamar kos maupun ibu kosnya mengetahui keadaannya. Suara tangisan bayi bisa mengundang kecurigaan mereka maka ia membekap mulut sang bayi dengan pakaian miliknya.

Menjelang ba'da magrib, Nadia berjalan penuh waspada sambil membawa kardus. Matanya  awas kepada siapa saja yg berjalan di dekatnya. Saat sampai di tempat yang dituju, ia letakan kardus yang berisi bayi mungil yang baru dilahirankannya ke dunia. Ia Meninggalkan nyawa tak berdosa itu di tempat pembuangan akhir serupa sampah.

Ia tak sadar, siapa yang lebih pantas dianggap sampah. Ibu yang tak punya nurani lebih menjijikan dari sampah yang membusuk bahkan berbau. Sungguh ... binatang pun tak pernah ber laku demikian.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Dec 17, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Moral KehidupanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang