"Raka gak papa, kan? Lain kali kalo Raka ada yang ganggu lagi, ngomong sama abang."
Raka hanya mengangguk sambil memegangi pipinya yang terlihat kemerahan. Bara menggamit tangan Raka, menuntun bocah yang dua tahun lebih muda darinya itu melewati tangga menuju ke parkiran di mana Sang Ayah menunggu mereka berdua.
Mobil Toyota Alphard hitam terlihat sudah menunggu mereka. Lelaki berusia sekitar tiga puluhan yang tadinya duduk di balik kemudi, segera membukakan pintu ketika keduanya sampai. Mereka kemudian bersamaan masuk kedalam mobil dan menit berikutnya mobil sudah melaju di jalan raya bersama kendaraan lain.
"Den Raka, kenapa? Kok megangin pipi terus," tanya Darman ketika memperhatikan anak majikannya hanya terdiam tak seperti biasanya.
"Gak papa kok, Mang."
"Raka tadi di pukul sama Wahyu, Bah. Tapi Wahyu udah Bara pukul balik, kok."
"Loh ... kok sampe kelahi kaya gitu, Nak? Kenapa? Masalahnya apa?"
"Gak tau tuh. Padahal Raka cuma gak sengaja nabrak dia dari belakang karna emang lagi main kejar-kejaran sama si Rian," ucap Raka sambil mengerucutkan bibir.
Bara dan Abahnya terkekeh Pelan melihat tingkah majikannya itu. Sejak berusia lima tahun Bara berserta Ibu dan Abahnya sudah tinggal di Rumah Raka. Ibu Bara bekerja sebagai asisten rumah tangga dan Abahnya sebagai supir pribadi.
Tuan Dimas--Ayah Raka--menyekolahkan Bara di sekolah yang sama dengan putranya. Ia tak membeda-bedakan keduanya meskipun Bara hanya anak perkerja. Baginya, yang tinggal dilingkup keluarganya merupakan tanggung jawab nya. Hal inilah yang membuat Ayah serta Ibu Bara sangat mewanti-wanti Bara agar menjaga anak majikannya itu sebagaimana ia menjaga Adiknya sendiri. Dan Bara pun berjanji untuk itu.
Sesampainya di rumah Bara dan Raka berlarian saling mendahului ingin masuk ke dalam. Darman hanya menggelengkan kepala melihat kedua bocah itu dari dalam mobil. Kemudian segera memutar kemudi untuk menjemput Nyonya Sarah di Butiknya.
"Eh ... kok pada lari-lari? Nanti jatuh!" Teriak Minah--Ibu Bara--yang sedang menyiapkan makanan di meja makan.
Kedua bocah itu tak menghiraukan. Mereka asyik berlarian sambil saling mengejek satu sama lain. Tiba-tiba Bara berhenti, kemudian ia mendekati Ibunya yang sibuk menyiapkan makan siang di meja makan untuk para majikannya.
"Dek ... nanti kalo keluar dari perut Ibu, jadi perempuan aja ya? Bara gak mau punya Adek laki-laki," bisik bara sembari mengelus perut Ibunya yang membuncit.
"Memangnya kenapa Bara gak mau punya adek laki-laki?" tanya Ibunya penasaran.
"Kan udah ada Raka yang jadi Adek laki-lakinya Abang, Bi," celetuk Raka sambil memeluk Ibu Bara dari arah belakang.
Ketiganya tertawa bersamaan. Minah memeluk bocah lelaki yang berada di sebelah kanan dan kirinya itu. Kemudian diantarkannya Raka menuju kamar untuk berganti baju sebelum menikmati makan siang.
_____
Setelah kehamilan Minah menginjak usia sembilan bulan, ia pulang ke kampung untuk mempersiapkan persalinan. Sedangkan Darman dan Bara tetap tinggal di rumah Tuan Dimas.
Bara tak ikut serta karna harus tetap bersekolah. Di usia yang baru menginjak sembilan tahun, ia sudah harus mandiri tanpa Sang Ibu di sampingnya.
Karna kepergian Minah, Tuan Dimas kemudian memperkerjakan asisten rumah tangga baru bernama Mbak Heni. Ia wanita yang baik dan penuh kasih sayang sama seperti Minah. Ia juga tak membeda-bedakan antara Bara dan Raka karna memang itu yang Tuan Dimas dan Nyonya Sarah perintahkan.
Sore itu Bara dan Raka terlihat asyik bermain dengan Robot di genggaman masing-masing. Mereka berakting layaknya pemeran utama sebagai Robot dalam serial televisi yang sering mereka tonton. Sesekali terdengar tawa dari mulut keduanya. Sesekali juga terdengar perdebatan. Nyonya Sarah yang sedang membaca majalah fashion di ruang tamu hanya tersenyum melihat tingkah kedua bocah itu.
______
Kenangan puluhan tahun itu masih lekat diingatan Raka. Saat lulus dari sekolah menengah atas, Mang Darman dan Bara memutuskan untuk kembali ke kampung. Mang Darman ingin menekuni bisnis warung makan yang dikelola Istrinya sedangkan Bara memilih berkuliah di Universitas yang dekat dari sana agar bisa leluasa pulang pergi sewaktu-waktu.
Mereka masih sering berkabar satu sama lain namun tak pernah bertemu sejak Raka menempuh pendidikan ke luar negri.
Hari ini Raka berencana menyambangi keluarga Bara di kampung. Mama dan Papanya tidak bisa ikut serta karna memang masih ada beberapa hal penting yang harus diselesaikan.
Sejak pagi Raka sudah sangat antusias. Ini kali pertamanya ia mengendarai motor dengan Jarak yang cukup jauh.
Motor sport berwarna hitam yang dikendarai Raka mulai membelah jalan. Hujan yang sejak pagi menghiasi langit perlahan mulai reda.
Perjalanan kali ini akan memakan waktu sekitar tiga jam lebih dan akan sangat melelahkan. Untuk pertama kalinya Raka pergi ke tempat itu. Tak banyak yang ia ketahui tentang medan jalan yang akan dia tempuh. Hanya berbekal alamat yang diberikan Bara dan juga google maps yang akan menuntun perjalanannya.
Selama kurang lebih satu setengah jam perjalanan, Bara melirik arlojinya yang menunjukkan pukul 14.02. Ia memutuskan mampir di warung makan pinggir jalan untuk makan siang sekaligus menyesap kopi agar bisa kembali berkonsentrasi. Ketika hendak menepi ke sebelah kanan, tiba-tiba mobil dengan kecepatan tinggi dari arah belakang menabrak motornya.
Raka terpental beberapa meter dari badan jalan. Kakinya dan tangannya terluka. Kesadarannya perlahan menurun. Seketika pandangannya gelap.
_____
Cukup lama Raka tak sadarkan diri. Saat ia membuka mata ia sudah berada di ruangan kecil serba putih. Ia mengedarkan pandangannya kemudian tersadar kalau ia baru saja menjadi korban tabrakan.
"Tuan sudah sadar?" tanya perawat yang baru saja memasuki ruangannya.
"Iya, kalau boleh tau siapa yang membawa saya kesini, Sus?"
"Beberapa Bapak-bapak tadi, Tuan. Oh iya, sedari tadi kakak Tuan yang menunggu di sini. Tapi dia sedang keruangan Dokter sebentar."
"Kakak?" Raka menyerengitkan dahi.
Tiba-tiba pintu ruangan terbuka dan muncul sosok Bara dari balik pintu.
"Nah ... itu Kakaknya sudah datang." Perawat itu melempar senyum ke arah Raka dan Bara bergantian. Raka memandangi lelaki itu mendekat.
"Lama banget si Lu pingsan, Ka?" Ucap Bara sembari mengacak pelan rambut Raka yang terbaring tak berdaya dihadapannya.
"Gue gak pingsan. Gue cuma ketiduran aja tadi".
"Halah ... alesan aja, Lu. Liat perawat cantik aja pura-pura sehat."
Seketika tawa meledak diantara keduanya. Masih dengan sosok yang sama. Masih dengan tawa yang sama. Masih dengan rasa persaudaraan yang sama.
Meski tak ada aliran darah yang sama mengalir diantara mereka, namun kebersamaan sejak kecil menjadikan rasa yang sama seperti eratnya persaudaraan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Moral Kehidupan
General FictionBeberapa cerita kehidupan yang sering terjadi di sekitar kita. selalu ada hikmah dalam setiap kejadian, selalu ada pesan dalam setiap perjalanan. semoga menginspirasi.