Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
-Rekonsiliasi Sate Padang-
***
ADYA melangkahkan kakinya menuju lobby apartemennya, sudah pukul delapan lewat namun Jay belum juga datang. Laki-laki tampan dengan dimple di kedua pipinya itu bahkan tak menjawab panggilan telponnya.
"Eh, Mbak Dy.." sapa security apartemen.
"Katanya Mbak Dy pergi?" lanjutnya.
"Pergi? Nggak kok pak. Kata siapa saya pergi?"
"Tadi Mas Jay dari sini, malah bawa martabak manis. Tapi pulang, katanya Mbak Dy nggak ada di dalem. Oh, maaf Mbak, tadi martabak yang dikasih Mas Jay udah dibawa pulang sama anak saya."
Deg!
Kedua kaki Adya langsung terasa lemas, Jay barusan dari sini. Apakah dia melihat aku dan Mas Danu...?
"Oh, nggak apa-apa Pak. Jam berapa Jay datang tadi?" tanya Adya berusaha memastikan.
Pak security berusaha mengingat-ingat sejenak, "sekitar jam tujuh lewat, wong tadi saya baru dengar azan Isya pas lihat Mas Jay naik ke atas."
Nggak salah lagi, Jay datang saat Mas Danu tadi datang. Ya Tuhan, dia pasti ngelihat semuanya. Perasaan Adya sekarang kalut, ia berusaha menelpon ke ponsel Jay namun hanya suara operator seluler yang didengarnya.
"Jay please angkat telponnya. Kamu kemana sih?" Adya bergumam sendiri ketika panggilannya tidak mendapat respon.
Diremasnya benda pipih berwarna hitam itu di depan dadanya. Ia sekarang tengah berdiri di depan gerbang apartemennya sambil mengedarkan pandangan ke sekeliling, siapa tau ada sosok yang ia cari di sana. Namun hingga lebih dari setengah jam tak ia temui sosok itu. Panggilan dan pesan yang ia kirim juga belum mendapat respon dari orang yang setengah tahun ini menjadi kekasihnya.
Akhirnya dengan langkah lesu, wanita bertubuh mungil itu kembali ke dalam unit apartemennya, sambil berharap tidak ada hal buruk yang menimpa Jay.
===
Pukul lima sore, Adya baru saja keluar kantor. Ia berdiri di depan kantor tempatnya bekerja, KS Corp. menunggu Jay datang menjemputnya. Tadi siang Jay menelpon Adya dan berkata akan menjemputnya selepas kerja. Tak ada kata-kata lain selain kalimat yang mengingatkan wanita mungil itu untuk makan dengan benar. Suara Jay pun terdengar datar sampai ia mengakhiri panggilannya.
Tak berselang lama, Jay datang dengan motornya.
Adya menerima helm yang disodorkan Jay padanya, diliriknya wajah kekasihnya--masih datar. Hal itu membuat hati Adya agak menciut. Jay yang biasanya selalu banyak bertanya dan melemparkan senyum terbaiknya ketika bertemu, sore itu tak ia dapatkan.
Adya naik ke jok belakang kemudian melingkarkan lengannya ke pinggang Jay dengan agak ragu. Tanpa disangka, kedua tangan lembut pria itu membetulkan posisi tangan Adya agar lebih erat lagi memeluknya seperti biasa.