Pertemuan

60 9 11
                                    

"Gua suka sama Lo, please terima gua di hidup Lo."


-Fheyza Aurora Paramitha-

"Maaf gua gak suka sama Lo. Paham!"

-Jeremia Nathanael Gantara-

💞💞💞

Malam ini hujan. Malam menemani seorang gadis yang sedang menahan tangis. Malam mengerti perasaannya. Rasa sakit karna kehilangan Chandra. Padahal dirinya sudah dianggap bulan di hidup Mitha. Gadis belia yang kembali merasakan pahitnya cinta.

Gadis itu seakan tak percaya. Ia memeluk erat Teddy Bear, boneka kesukaannya. Teddy Bear berukuran sedang pemberian kado ulang tahun itu hanya pasrah menahan pelukan dari Mitha dan sedikit basah pada bagian kepalanya. Semakin didekap erat semakin pula menusuk jiwa. Layaknya duri tajam yang siap menikam badan.

💞💞💞

Bel sekolah berbunyi. Semua siswa keluar dari kelas.

"Mitha," seseorang memanggil namaku.

Aku berhenti. Menoleh ke belakang, berusaha mencari sumber suara. Rahma rupanya. Dia adalah sahabatku. Ntah sejak kapan kita bersama yang pasti dia adalah orang yang selalu ada disaat yang lain menghilang.

"Tunggu gue Tha!" Teriaknya sambil berlari mengejarku.

Aku berdiri menghadap dia sambil mengamatinya. Tasnya menggelembung serta larinya yang seakan dibuat-buat sehingga terlihat seperti sapi yang memakai tempurung.

"Hadeh, Rahma.. Rahma.. ada ada aja sih kamu," gumanku.

Sial, aku hampir tertawa melihat tingkahnya. Untuk seukuran sapi dewasa dia jauh dibawahnya. Aneh padahal dirinya tak begitu gemuk, mengapa aku memakai julukan sapi untuknya.

"Capek tau Tha," keluhnya.

"Lagian suruh siapa lari," timpalku.

Aku dan Rahma berjalan dikoridor. Melewati kelas-kelas yang kami ditempati sewaktu dulu. Lebih tepatnya dua tahun yang lalu.

Suasananya masih sama. Masih ada saja murid cowok yang menjadi sasaran omelan karna mencoba kabur dari piket harian.

"Hay.. kakak cantik banget sih," suara gaib dari balik jendela. Ada tawa menyertainya.

"Ah sial, baper gue," dalam hati.

Aku mencoba nyeret tangan Rahma supaya mempercepat langkahnya.

" Kakak tas biru.. I love U.." suara gaib terdengar kembali.

Membuatku semakin kesal saja, Rahma juga malah keasikan dengan gombalan adek kelas playboy cap kencur. Dia juga sedikit tertawa. Menutup mulutnya dengan tangan kiri,
Berusaha untuk menahannya.

"Fu*k!," Batinku.

Semakin asik saja mereka merayuku. Tawa terbahak-bahak menyiksa batinku. Aku melepaskan tangan Rahma.

Amarahku mengebu-gebu, aku menghampiri kelas itu.

"Siapa yang bilang!" sepontan kataku.

Seketika kelasnya menjadi hening.

"Laki-laki itu harus punya tanggung jawab dong!" Bentakku kembali.

Rahma meraih tanganku, ia menyeret kasar keluar. "Malu-maluin aja lo," guman Rahma

"Untung..untung," batinku.

Bisa saja kan, image gua bisa hancur gara-gara adek kelas laknat. Muka merasa bersalahnya itu loh, agak membuatku tertawa. Bayangin lagi marah tiba-tiba ngakak. Kan gak aesthetic. Mana marahnya didepan lagi seakan lagi presentasi. Hadeh, untung saja Rahma adalah orang yang paling peka sedunia. Menurut pandanganku ku.

KAU HARUS MENCINTAIKUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang