4

9 4 3
                                    

Di kamar bercat biru itu, Reyta tenggelam dalam slide presentasi Yang di siapkannya. Berkali kali dirinya membetulkan posisi kaca mata Yang semakin Lama semakin turun. Jarum jam menunjukan pukul delapan lewat Lima belas menit. Dan Reyta masih perlu beberapa halaman lagi untuk menyelesaikan tugasnya.

Ponsel Yang sedari tadi di diamkan bergetar halus di atas kasur. Jelas tertulis nama Dan nomer si penelpon.

"Halo, Pa"

Memasang earphone putih kesayangannya Dan kembali jarinya melanjutkan pekerjaan Yang sudah di kejar waktu. Siap mendengarkan suara pria Yang amat di sayangnya.

"Kak, lagi apa?  Tiduran.?"

"engga"

"Belajar ya? "

"Iya pa, nyiapin bahan presentasi selasa depan"

Tangannya masih lincah menggerakan kursor, dan menginput tabel yang di perlukan.

"Ya udah kalo gitu. Belajar ya. Inget belajar. Jangan tiduran terus"

Ini omelan wajib sang papa setiap kali menelpon. Dan ini telpon untuk yang kelima kalinya hari ini. Pagi biasanya sebelum Reyta ke kampus papa akan menelepon, menanyakan sudah bangun atau belum atau sarapan atau belum. Lalu disiang hari biasanya papa akan menelepon lagi menanyakan makan siang nya. Setelah makan siang satu lagi memastikan Reyta tidak hanya malas malasan di kosan. Lalu setelah magrib dan sebelum tidur. Biasanya berisi pertanyaan "lagi apa?  Lagi tidur engga?"  Ataupun ucapan "ingat belajar yang rajin"

"Selesai!!!! "

Diregangkan tubuh nya dan menghempaskan diri di ksur kecil beralaskan tokoh kartun disney. Satu jam lebih menatap layar laptop, lehernya sekarasa kaku.

Diraihnya earphone putih kesayangannya, lalu menggenggam sebotol soda dan berjalan keluar kamar. Tujuannya lantai tiga.

Kosan Reyta terletak di lantai dua. Sementara bangunan berwarna hijau ini memiliki tiga lantai. Untuk lantai ketiga terdapat space khusus yang di isi bangku dan meja kecil oleh penghuni kos lainnya.

Berhubung malam minggu dan kos ini sepi. Ada satu dia dari penghuninya, namun mereka lebih memilih berdiam diri di kamar maupun jalan jalan bersama teman atau kekasih. Meskipun mereka keluar dan bertemu Reyta, toh mereka tidak saling kenal.

Malam hari ini cerah, ada banyak bintang , dan bulan yang penuh percaya diri berdiri di tengah bintang. Menjadikannya pusat perhatian utama penduduk bumi kala menatap langit malam. Bentuknya tak lagi bulat telah berkurang dan nyaris setengah. Meski begitu bulan masih tampak megah di langit.

Reyta bukan penggemar langit. Mereka yang berkata langit mengerti perasaan nya dan langit menenangkan. Bagi Reyta mereka hanya tidak cukup percaya diri dengan perasaan sendiri. Lalu menjadikan langit sebagai alasan. Memberi sugesti pada diri sendiri bahwa langit itu menenangkan.

Kalau benar adanya langit menenangkan dan mengerti perasaan. Bagaimana dengan mendung dan hujan petir?

Ohh reyta kembali teringat banyak yang mengartikan ketika hujan atau langit mendung mereka tengah menangis dan bersedih. Nyatanya mendung dan hujan adalah siklum alam yang benar adanya.

Oke, Reyta berlebihan. Jelas ini sebuah perumpamaan dalam menggambarkan perasaan. Seperti Reyta yang tidak tau apa yang mengganggu jiwa dan hatinya.

Andaikan ada kondisi langit yang sesuai dengan perasaan nya mungkin Reyta akan mudah menjelaskan hal itu. Namun langit memiliki bentuk yang lebih jelas dan cendrung bisa di pahami. tidak dengan reyta yang terlalu susah untuk di artikan. Bahkan untuk dirinya sendiri.

Ponselnya berbunyi lagi. Sebelum melihatpun Reyta sudah tau siapa orang di malam hari yang akan menelponnya.
Daftar telpon hape reyta hanya tiga. Papa, Bunda dan Arini.  Tidak mungkin Arini yang menelpon mengingat tadi sore dirinya baru berpisah dengan Arini. 

Tapi kenyataan yang menelpon bukanlah tiga orang yang reyta maksud.

"Ya, halo"

"Rey, di kosan ga?"

"Iya di kosan. Kenapa cas? "

Fikiran Reyta mulai berkelana. Apakah ppt nya tidak memuaskan? Atau ada bagian yang terlewat?  Caska terlalu perfeksionis dalam presentasi maupun tugasnya. Matanya jeli menemukan kesalahan reyta. Dan ini telah terjadi sejak semester pertama mereka kuliah.

"Alhamdulilah.. Boleh minjem laptop lo ga?  Laptop gue gatau ini ga bisa hidup dari sore"

Reyta menghela napas lega, bukan hal seperti yang di fikirkannya.

"Oh ya udah, jemput aja. Ga gue pake"

Seberang sana oknum yang menelpon tampak tersenyum. Menemukan alternatif lain agar menyelesaikan tugasnya sebelum hari minggu.

"Oke, kos ijo kan?  Gue kesana"

Lama Reyta termenung, tiba tiba saja Caska meminjam laptopnya. Ya pernah sih sekali dua kali caska menelpon untuk mencari buku maupun menagih tugas kelompoknya. Tapi tetap saja agak aneh. Mengingat mereka yang sudah 3 tahun kenal namun terkadang ketika berbicara hanya berdua terlihat seperti orang asing. Dan reyta bisa merasakan Caska tidak nyaman berada di sekitarnya saat berdua. Intinya canggung lah ya.

Caska prima.Y : gue di bawah


Dari tangga Reyta bisa melihat jelas tubuh Caska yang berjalan mondar mandir. Tampak jelas tengah gelisah menunggu seseorang. agak canggung dan jujur Reyta tidak suka suasana canggung yang dari arah bawah tangga.

"Cas, sorry.  Dah lama? "

Sapanya sedikit berbasa basi sembari terlihat sibuk memasukan chargeran laptop dalam tasnya.

"Oh.. Engga kok, btw ga enak ini gue minjem laptop lo"

Reyta hanya tersenyum, setaunya Caska memang terlihat agak kasar dan cuek. Tapi kalau di perhatikan lagi manusia ini sering merasa sungkan dan tidak enakan. Padahal kalau tugas aja dia tidak pernah merasa tidak enak. Pukul satu malam pun akan suka rela membangunkan Reyta.

"Santai! kaya ke siapa aja"

Bahunanya yang lebar perlahan melonggar menandaka rasa khawatir yang sedari tadi mengganggunya mulai reda.

"Nih, gue pake paling malam besok atau senin deh abis kuliah juga gapapa"

Caska mengambil tas hitam yang berisikan laptop Reyta. Menggenggam nya kuat lalu tersenyum

"Besok lo ada acara??"










-

Author notes!
Yuhuu kependekan ga sih? 
HAHAHAH
Gue bingung mau digimanain.
Caskaaa niiii!  Mau gue apain lagiiiii?

Yaudah. Happy reading ya...



Love SickTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang