Bab 2

2 3 0
                                    

Dan sekarang, aku menyesal mengucap janji.

Disisi lain, di tepi desa yang asri. Aroma pagi khas desa yang asri kian menyeruak menjalar ke indera penciuman. Pagi yang kian indah hanya berisi penyesalan bagi seorang lelaki yang telah mengucap janji untuk gadis lugu yang ia sayangi sepenuh hati.

Ya, benar lelaki ini adalah lelaki yang ditunggu Nares di batas kota sejak 5 tahun lalu. Dikenal orang dengan nama Rajendra, ya nama lelaki itu, lelaki yang telah kehilangan bahagia dalam hidupnya. Hidup yang Jendra lalui saat ini hanyalah jalan hidup yang penuh sesal dan kelam.

Kehilangan kemampuan untuk melihat serta kemampuan untuk berdiri di kakinya sendiri, membuat ia malu untuk kembali menemui gadisnya. Gelap dan kelam adalah dua kata yang tepat untuk menggambarkan Rajendra saat ini, tidak ada lagi Rajendra yang kuat bertumpu di kakinya, dan tak ada lagi Rajendra pencipta senyum di hidup Nareswara.

Rajendra sadar gadisnya tak akan pernah menganggap remeh janjinya, dan Rajendra pun tau gadisnya akan selalu menunggu nya kembali menemui di taman batas kota.

“Jendra, bangun nak" teriak ibu angkatnya dari luar kamar.

Suara ibu sejenak mengintrupsi keheningan Rajendra yang sedang merindukan gadisnya.

“Iya bu, Jendra sudah bangun”

Rajendra keluar dari kamarnya dengan bantuan tongkat tuna netra dan juga kursi roda yang menumpu tubuhnya.

Seperti pagi-pagi sebelumnya, kelam dan penuh sesal selalu melengkapi hidup pria malang ini, pria yang dengan mudahnya mengucap janji untuk seorang gadis manis nan baik hati.
Pria yang setiap hari-nya sekarang berada dalam gelap, melihat semesta yang indah pun ia tak mampu lagi. Kejadian dimana ia mengucap kalimat manis penuh arti selalu datang hinggap berenang di isi kepala berujung sesal teramat dalam.

"Sini nak, mari ibu bantu sarapan" suara lembut perempuan setengah abad yang merawatnya.

Jendra yang hafal dengan suara lembut perempuan itu pun menghampiri asal suara dengan berhati-hati, pria manis itu pun dibantu sang ibu untuk duduk pada kursi di meja makan, dengan telaten dan hati-hati sang ibu merawatnya penuh kasih sayang, rasa yang baru Jendra rasakan setelah ia harus kehilangan berbagai kebahagiaan-nya. Rasa kasih sayang yang ia dambakan sejak mengenal indahnya dunia di usia kecilnya, beruntung nya pria ini bertemu perempuan se-baik ibu angkatnya.

Hari-hari Jendra tidak jauh dari duduk menikmati angin di tepi jendela, mengurung diri di kamar dan merenungkan janji yang rasanya tak akan mampu ia tepati.
Setiap fajar ingin pamit dan diganti bulan, perempuan yang di panggilnya ibu akan menghampirinya seraya berkata

"Nak, senja sudah tiba" ucapnya.

Lantas pria itu sejenak tersenyum penuh kecewa, dimana isi kepalanya akan penuh bayang gadis manis tanpa dosa menunggunya di batas kota dengan senyum merekah penuh harap. Pria itu tau, gadisnya akan selalu menunggunya. Gadisnya akan selalu menunggu janjinya, pria malang nan manis ini selalu berucap dikala senja-nya.

"Maaf, janjiku terlampau manis untukmu" ucapnya parau.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Dec 21, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Ku Tunggu Kau di Batas KotaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang