Halaman Dua puluh Dua ;

2.8K 460 89
                                    

meski sudah hampir lima tahun terlewati, nana masih bisa ingat dengan jelas kapan pertama kali ia bertemu dengan lelaki kesayangannya itu. perihal bagaimana bisa tatapan sekelam obsidian jeno, tenggelam begitu dalam pada netra selembut obsidian coklatnya.

surat pendek jeno yang berisikan biodata singkat padat jelas, juga ungkapan tak disangka semacam 'HAI, NA. MULAI SEKARANG, SUSU COKLAT, NASI UDUK, AYAM SEMUR, JADI SAINGAN BERATMU. HATI-HATI'.

pertemuan mereka terjadi begitu sederhana, natural, tenang dan mudah dijalani. seperti mimpi rasanya kala itu nandika bisa bersitatap dengan netra kelam seindah punya jeno. bagaimana mereka memulai segalanya perlahan, dari mulai cara paling mengesankan jeno untuk menarik perhatiannya; mengirimi beberapa surat di beberapa hari setelah pertemuan mereka di perpustakaan lewat bantuan sang sohib--- mark, juga caranya mengungkapkan perasaan yang dengan begitu saja bisa nandika terima. semua cerita tentang angga dan nandika terbalut rapi dengan kesederhanaan, namun juga terasa amat berkesan dan memukau di keseluruhan.

bohong jika mereka tak pernah di hadang banyak masalah. sikap jeno yang terkadang pula terlalu cuek sedangkan nandika banyak manja, tak terpungkiri akan memicu sedikit selisih antara mereka. yang dengan mudahnya terselesaikan jika jeno mengecupi halus wajah cantik sang kekasih sembari menggumam banyak kata menenangkan, atau pelukan hangat dan nyaman nana kala jeno merasa lepas kendali dan mendiaminya seharian. atau bahkan masalah paling serius tentang 'bagaimana orang-orang menanggapi mereka', jeno dan nandika bisa melewatinya walau kadang juga merasa sakit dan terluka.

mereka begitu pas saling melengkapi. sakit satu, yang lainnya siap mengobati. mereka sempat dihadang cobaan besar yang menyakitkan, namun pula sempat berhasil melangkahinya tanpa beban. selama ini nandika dan angga selalu bisa melewati seberat apapun cobaannya, sama-sama. mereka pernah di tolak mentah-mentah oleh hampir setiap lingkungan yang mereka tempati; atau orang-orang yang mereka kenali. nandika dan angga pernah saling merasakan betapa beratnya hubungan mereka yang seolah-olah berjalan begitu rumit layaknya langit kepada bumi dan sebaliknya. jeno anggara pernah merasa terbuang; terinjak layaknya makhluk lemah; merasa seolah tak pernah berhak bisa hidup di atas permukaan bumi dan menghirup damai udara sejuk sekitar; juga diberi banyak luka yang tak pernah sembuh dan dibiarkan menganga.

jeno pernah ditinggalkan oleh manusia yang paling ia sayang. jeno pernah mengalami masa-masa dimana ia begitu kecil; rapuh; hancur; habis dimakan banyak hujatan. jeno pernah merasa dimana ia bahkan tak merasa sedang bernapas, layaknya manusia mati yang terpaksa menjalani hidup dengan segenap sisa udara yang bisa terhirup. jeno pernah merasa begitu kehilangan dan bingung pada apa yang kini harus ia jalani. bahkan dirinya pun telah dibenci sejak lama oleh ayah sendiri.

sebegitu luar biasanya jeno menjalani masa lalunya. merasa begitu gelap tak tentu arah sebelum tiba-tiba saja takdir membawanya pada sesosok cantik nandika jaemin. di titik jeno hampir menyerah dengan segenap keadaan kacau, nandika ada. datang pada dunianya, memberi kesembuhan pada tiap luka, rengkuh pada tiap resah, memberikan jeno kesadaran bahwa ia takkan pernah sendiri dan tertinggal.

masih pula begitu membekas perihal bagaimana perlahan-lahan semua yang dulu menolak mereka, kini menerima. tentang bagaimana bisa papa dan bunda nana menaruh yakin dan percaya pada seorang urakan seperti jeno dahulu, bahkan di kala pertama kali bertemu. seberapa bangga papa surya kala dengan sosok macam angga. sama hebohnya dengan bunda wenda yang terlihat amat antusias kala memasak ayam semur kesukaan angga pula. orang tua nana sebegitu senang saat tahu kini nandika tak lagi selalu harus dalam naungan mereka; berusaha melepaskan sedikit demi sedikit anak manis itu dan menyerahkan sepenuhnya untuk jeno genggam.

ceritanya, nomin. ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang