(5) Alleta Pov

3 1 0
                                    

Hari-hari bahagia setiap hari aku lalui bersama Ali seperti sepasang kekasih yang dunia adalah milik berdua. Sampai di mana, aku merasa ada yang hilang. Devano. Dia seperti menghindariku, dia tidak lagi menggangguku, terkesan cuek.
Suasana kelas sangat sepi, semua siswa berhamburan keluar kelas semenjak bel istirahat berbunyi, hanya tersisa aku dan Devano. Aku hampiri dia, karena sungguh tidak enak diam sendiri di kelas, Vita dan Anggie sudah lebih dulu ke kantin dan aku memilih titip makanan kepada mereka.
“Dev, gak istirahat?” tanyaku, Devano hanya menolehku sekilas, lalu kembali fokus pada gadgetnya, dan hanya membalasku dengan gelengan.
Aku memutuskan duduk di kursi samping Devano yang memang kosong, ditinggal pemiliknya keluar kelas.
“lu sakit?” tanyaku lagi, dan tetap sama hanya dijawab gelengan.
“lu kenapa? Are you ok Dev?”
“gue pingin sendiri. Lu bisa kan gak ganggu gue?” jawabnya dengan nada tinggi yang membuatku kaget
“maaf...” ucapku lirih dengan menundukkan kepala dan pergi meninggalkan Devano sendirian
Entah apa yang aku rasakan saat Devano membentakku. Ada rasa sedih, dan ketidaksukaan dengan perubahan sikap Devano yang seperti itu. Sungguh aku tidak mengerti.
Tak terasa, Vita dan Anggie kembali ke kelas, dan menghampiriku.
“Lettaaaa... ini titipan lo. Siomay campur tanpa pare, saus kacang yang banyak, pedas, dan es teh gak terlalu manis” ucap Anggie
“makasih Nggie” ucapku lemas
“lu kenapa? Sakit?” tanya Vita cemas, dan aku hanya menggelengkan kepala
“kalau lu sakit, gue anterin ke uks sama Vita” ucap Anggie yang ikut cemas
“enggak. Gue gapapa kok. Udah gue mau abisin ini siomay, nanti keburu bel lagi” ucapku sambil mengelus lengan Anggie dan Vita
Aku habiskan sebungkus siomay sambil mengobrol dengan Anggie dan Vita, sesekali ku lirik Devano yang masih dengan posisi yang sama. “kamu kenapa sih Dev?” pertanyaan itu yang berkelut dalam pikiranku. Tak terasa bel berbunyi, tanda jam istirahat berakhir dan pelajaran kembali di mulai.
Saat fokus mendengarkan Bu Lilis menjelaskan tentang sejarah Indonesia, tiba-tiba hpku bergetar, ada pesan masuk dari Ali. Diam-diam ku buka hp, dan membaca pesan yang di kirimkan oleh Ali.
From: My Lovely Ali
Aku pingin kita selesai. Aku pingin sendiri. Jangan ganggu aku
 
Sontak aku kaget membaca pesan yang saat ini muncul di layar handphoneku dan ku baca. Dengan cepat, aku membalas pesan itu, menanyakan apa maksud, dan apa mau Ali.
To: My Lovely Ali
Maksudmu gimana sayang? Kenapa kamu pingin kita selesai? Aku buat salah? Kalau memang aku buat salah atau ada masalah, ayo kita ngobrol dulu. Nanti ketemu yaaa, kita ngobrol
 
Lama aku menunggu tapi tak kunjung ada pesan masuk dari Ali. Hingga membuatku tidak lagi fokus dengan penjelasan Bu Lilis. Resah, gelisah, hingga membuatku tidak nyaman hanya duduk diam.
“lu kenapa sih? Gerak mulu dari tadi” tanya Anggie yang memang satu bangku denganku
“maaf Nggie...” ucapku lirih
“kenapa? Ada masalah?” tanyanya
“Ada pesan dari Ali. Dia minta putus Nggie” ucapku sendu
“hah? Kenapa? Kalian berantem? Ada masalah?”
“enggak. Semua baik-baik aja. Makanya gue kaget waktu baca pesan dari Ali barusan. Gue pulang sekolah, harus ketemu sama Ali”
“sabaar dulu. Pasti bisa dibicarain baik-baik. Pulang sekolah nanti lu temuin dia aja. Sebentar lagi bel pulang kok” ucap Anggie sambil mengelus lenganku
 
Bel pulang sekolah pun akhirnya berbunyi. Dengan cepat ku bereskan buku dan alat tulisku. Aku bergegas meninggalkan kelas setelah berpamitan dengan Vita dan Anggie. Ku lihat mang Giman sudah menungguku di luar mobil.
“Mang, ayooo buruan, anterin saya ke rumah Ali” ucapku dan bergegas masuk ke dalam mobil
“ada apa Non kok buru-buru ke rumah Den Ali?” tanya mang Giman
“udah Mang. Buruan berangkat” ucapku cepat
Selama perjalanan, hatiku tak menentu. Rasanya aku ingin cepat-cepat bertemu Ali, dan menanyakan semuanya.
Saat aku sudah sampai di depan rumah Ali, aku melihat Ali sedang di depan rumahnya dengan seorang wanita yang aku tidak tau siapa. Sesekali Ali mengelus rambut wanita itu. Tanpa berlama-lama, ku hampiri Ali.
“Ali...” panggilku
“ngapain lo di sini?” ucapnya kaget
“aku yang harusnya tanya, apa ini maksudnya? Siapa dia?” tanyaku emosi dengan menunjuk wanita itu
“dia pacarku” ucapnya
“maksud kamu apa? Kita belum putus loh. Kenapa kamu lakuin ini”
“kita udah putus. Lo udah baca pesan dari gue kan? Harusnya sih sudah, kan lo tadi balas. Sorry gak gue bales, udah gak penting soalnya” ucapnya santai tanpa bersalah
“kamu jahat banget Li sama aku. Apa salahku sama kamu? Aku kurang apa?” ucapku tanpa terasa air mataku menetes
“udah deh. Gak usah drama. Ali itu udah gak suka sama lo. Mending lo pergi deh. Lo gak denger yang dibilang Ali, lo itu udah gak penting” ucap wanita itu sinis
Aku hanya menatap mereka berdua dan meninggalkan Ali dengan wanita itu. Aku cepat bergegas masuk ke dalam mobil dengan air mata yang mengalir deras.
“Non, Non Aletta gapapa? Kok nangis gitu” ucap Mang Giman khawatir
“Mang, tolong anter saya ke taman Sari” ucapku sendu dengan air mata tetap mengalir
“Mang, saya minta tolong jangan beri tahu siapa-siapa soal ini, terutama mama, jangan sampai tau” ucapku lagi
“baik Non”

You're my Answer to All my QuestionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang