Aretha Dwi MaliniMemiliki arti, anak kedua yang berbudi baik serta disukai banyak orang.
Indah bukan?
Seperti itulah harapan dari kedua orang tua Retha saat menyiapkan nama untuk anak kedua dan terakhirnya ini. Mereka mengharapkan bahwa arti nama itu akan melekat didalam diri anaknya.
Akan tetapi... Kalau ternyata sifat dari anaknya malah berbanding terbalik dari arti namanya sendiri. Bagaimana?!
Aretha Dwi Malini
Si gadis pembuat onar dan nakal, yang sudah berulang kali pindah dari satu sekolah ke sekolah lainnya.
Retha, gadis yang baru memasuki kelas 3 SMA. Yang seharusnya bisa menikmati masa-masa akhir sekolahnya dengan tentram dan damai. Serta belajar untuk persiapan masuk kuliah. Itu harapan kedua orang tuanya.
"Please nakk.... Kali ini mama mohon ke kamu, bisa bertahan ya..? Setidaknya coba selama 3 bulan aja.. kamu disana. Kamu nggak kasihan apa muka mama udah makin keriput gara-gara ngurusin kamu keluar masuk keluar masuk sekolah terus?" Arumi memandang anaknya itu dengan wajah memohon.
Retha hanya bersikap acuh, sambil sibuk mengoyang-goyangkan kakinya, dengan wajah yang mendongak ke arah papanya. Bram. Yang saat ini sibuk bergerak kesana kemari.
Di sebrang kursi tempat Retha duduk, Areksha dengan wajah kagum menatap adiknya itu dengan jempol yang terangkat satu, disalah satu sisi pahanya.
"Bagus" seperti itulah kalimat yang Retha tangkap dari gerakan mulut abangnya itu.
Bram, ayah Retha yang sibuk bergerak kesana kemari pun terhenti sesaat, sambil memandang wajah anaknya ini, yang sayangnya emang anaknya. Dengan wajah tegas, khas seorang ayah.
Bram menghembuskan nafasnya kasar, sebelum berucap, "Kamu akan papa sekolahkan disekolah Kakek, kal-" Ucapan Bram terhenti, akibat diintrupsi oleh anaknya tersebut.
"Kakek?!!" kaget Retha, "Ngga ngga, baik aku sekolah di sekolah lain aja, kalau harus ditempat kakek" Tolak Retha tegas.
"Apa kamu yang milih harus sekolah dimana?" Tanya papanya dengan intonasi yang pelan.
Retha menghempaskan kakinya kasar kelantai, sambil memasang wajah cemberut. "Paaaa, pleasee.. Jangan ditempat kakek kalau bisa" bujuknya lagi.
Bram dengan wajah tegas menggeleng "Retha, disini papa yang tentukan kamu akan sekolah dimana. Minggu depan kamu udah mulai masuk, kalau sampai kamu berbuat macam-macam disekolah kamu yang baru, kamu tahu kan, bukan papa yang bakal turun tangan, tapi kakek kamu sendiri". Setelah Bram mengatakan itu, ia langsung melesat pergi keatas, diikuti oleh istrinya yang diam-diam tersenyum melihat rencana dari suaminya ini. Ia yakin, anaknya ini akan diam tidak berkutik kalau sampai ayah dari suaminya ini turun tangan menangani cucunya itu.
Sedangkan Retha? Ia hanya menutupi mukanya dengan bantal yang saat ini sudah berhasil menutup seluruh mukanya itu.
Reksha berjalan mendekat kearah adiknya. "Sabar ya dikk" Ucap Reksha dengan nada dibuat sedih sambil menepuk-nepuk pelan bahu Retha.
"Damn it!" Reksha mengadu keras, begitu mendapatkan sapaan empuk dari bantal yang dilempar Retha ke mukanya.
"Baik lo pergi deh, gue lagi ngga mood" ujarnya sambil menatap tajam Reksha
"Iyaa deh iyaa, tau mah yang lagi ngga mood karna bakal sekolah ditempat kakek ahahah" ejek Reksha sambil berlari menaiki anak tangga diikuti oleh teriakan membahana dari adiknya ini.
"AWASSSS LOOOO!"
Reksha yang sudah berada dilantai atas tertawa bahagia karena berhasil mengerjai Retha.
Dan Retha, sibuk meratapi hari-hari sekolahnya yang tidak akan seasik biasanya lagi. Minggu depan?
KAMU SEDANG MEMBACA
Seandainya
Novela JuvenilSejak dulu.. Seharusnya sejak dulu dirinya seperti ini, bersikap bahkan melakukan apapun tanpa perlu memikirkan orang lain ataupun bersikap baik terhadap orang lain. Kalau waktu bisa diulang, mungkin Aretha ingin kembali ke masa-masa dimana dirinya...