WHY ME? 2

19.7K 904 31
                                    

Karina sedang menangis di toilet sekolah. Ia tidak berani untuk sekedar keluar saja. Padahal sekarang Karina ada ulangan, tapi Karina tidak memikirkannya. Biarkan saja.

Karina takut untuk keluar dari toilet ini. Teringat dengan jelas tatapan mencemooh dan hinaan-hinaan dari mereka semua.

Apa sebaiknya Karina pindah sekolah? Dan pergi meninggalkan kota ini? Memulai hidup baru bersama dengan anaknya? Kedengarannya tidak buruk. Baiklah sudah Karina putuskan untuk pindah sekolah. Ah, atau berhenti sekolah saja? Dan ia akan mencari kerja di kota barunya.

Menyeka air matanya dengan kasar. Karina pun pergi keluar dari toilet dan menuju keruang kepala sekolah. Di ketuknya pintu dengan sesekali memperhatikan sekitar lalu menundukkan kepala.

"Masuk," sahutan di dalam mampu membuat Karina terlonjat kaget karena dirinya melamun.

Dibukanya pintu itu, lalu menghampiri kepala sekolah dan duduk di hadapannya. Kepala sekolah pun mendonggakkan kepalanya dan melihat orang yang ada di hadapannya ternyata Karina.

"Ada apa Karina? Terus apa yang kau lakukan diluar kelas? Kau tengah membolos heh?!" tnya kepala sekolah.

"T-tidak, pak. Saya kesini mau bicara sama bapak." jawab Karina.

"Ada apa?" tanyanya lagi.

Sebelum menjawab Karina menarik nafasnya dalam lalu menghembuskannya dengan perlahan. "Jadi, gini pak. Eung saya mau pindah dari sekolah ini," jawab Karina mantap.

"Lho? Kok tiba-tiba mau pindah sekolah. Kamu itu udah kelas 12 Karina, dan lagi sebentar lagi kamu lulus! Tunggu beberapa minggu lagi dan kamu akan lulus dari sekolah ini." bantah kepala sekolah yang bernama Gilang itu.

"T-tapi...," ucapan Karina di potong begitu saja oleh Pak Gilang.

"Gak ada tapi-tapian Karina! Sebentar lagi kamu lulus," ujar Pak Gilang.

"Pak! Saya bener-bener mau pindah dari sekolah ini." Karina menahan tangisannya agar tidak meluruh di hadapan Pak Gilang.

"Apalagi Karina? Sudah, sekarang kamu kembali ke kelas kamu, ya." kata Pak Gilang lagi.

"T-tapi Pa-"

"Sana cepetan! Nanti guru kamu marah," seru Pak Gilang sembari memberi isyarat lewat tangannya menyuruh Karina segera meninggalkan ruangannya.

"Pak!" protes Karina.

"Apa lagi, Karina?! Sekarang ayo kembali ke kelas kamu, nanti guru kamu nyariin!" kata Pak Gilang karena sudah kesal menghadapi tingkah Karina.

Akhirnya Karina meninggalkan ruangan Pak Gilang dengan bibir gemetar dan mata berkaca-kaca. Tiba di luar dan menutup pintu akhirnya air mata yang Karina tahan meluruh juga dengan begitu derasnya.

Kenapa sesusah ini?

Akhirnya Karina memutuskan kembali lagi menuju toilet, ketika sudah tiba dan mengunci pintunya Karina membalikkan badannya dan Karina terkejut karena ia melihat Vania dan teman-temannya. Pilihan Karina ke toilet adalah salah, salah besar!

"Hai Karina sayang! Kaget, heh?!" ujar Vania dan tertawa bersama kedua temannya. Vania memberi isyarat agar kedua temannya menghampiri Karina yang menggigil ketakutan. Lalu kedua teman Vania pun memegang tangannya masing-masing.

Vania berjalan secara perlahan mendekati Karina yang menundukan kepalanya ketakutan. Perlahan jari-jari Vania menyusuri wajah Karina, dan mencengkram pipi Karina dengan erat. Karina meringis kesakitan karena kuku-kuku tajam Vania menancap di pipinya.

"Gue akuin lo hebat! Lo bisa tahan dengan semua bullyan yang gue kasih sama lo. Selama hampir tiga tahun, hm gue salut sama lo. Orang-orang yang bersekolah disini ah, ralat maksudnya mendapat beasiswa di sekolah ini sekali gue memberikan mereka bullyan dan lo tau? Mereka langsung mengundurkan dirinya dari sekolah ini dan memutuskan untuk tidak meneruskan beasiswanya." jelas Vania dengan mimik muka menyeringai puas.

Menahan ringisannya Karina menjawab. "K-kenapa kamu memperlakukan kami seperti ini? Apa salah kami?" jawab Karina dengan sesekali meringis kesakitan.

"Banyak! Ah, gue kasih intinya saja. Kalian semua orang miskin tidak berhak sekolah disini! Sekolah ini hanya untuk sekumpulan orang-orang kaya seperti kami. Dan kalian, menjijikan." Vania melihat Karina dari atas sampai bawah setelah melepaskan cengkramannya.

"Apa salahnya kalo miskin?" lirih Karina tapi masih terdengar oleh Vania dan juga kedua sahabat Vania.

Vania seketika tertawa terbahak-bahak. Ia merasa lucu dengan ucapan Karina. Apa salahnya kalo miskin heh?!

"Tentu saja salah!" sentak Vania.

"Kalian orang-orang miskin, harusnya bersekolah di sekolahan orang-orang miskin seperti dirimu. Akan ku buat kau merasakan apa itu neraka." Tiba-tiba Vania menjambak rambut Karina dengan kasar sampai-sampai membuat Karina terkejut dan meringis kesakitan. Air mata meluruh begitu saja, ini sungguh-sungguh sakit.

Vania menyuruh kedua temannya untuk melepaskan tangan Karina. Dan Vania menyeret tubuh Karina kearah wastafel. Di benturkannya kepala Karina dengan kuat ke sudut wastafel itu, sampai membuat pelipisnya mengeluarkan darah segar. Dan mengisi wastafel dengan air dan menyumbat lubang yang ada di sana dengan kain yang ia bawa. Lalu menenggelamkan kepala Karina disana beberapa kali sampai membuat Karina rasanya ingin mati saja dan Vania benar-benar membuatnya seperti di neraka.

Setelah itu Vania menyeret tubuh Karina lagi, ia lalu mendorong tubuh Karina dengan sedikit kuat untung saja ia bisa menopang tubuhnya dengan kuat, kalo tidak entah apa yang akan terjadi dengan anaknya. Keterlaluan! Karina sungguh muak Vania hampir saja membunuh calon bayinya.

Karina bangkit dari terjatuhnya dan menyerang Vania dengan tiba-tiba sampai membuat Vania berbaring terlentang dan Karina mencekik leher Vania dengan kuat. Teman-teman Vania mencoba untuk membantu Vania tapi usaha mereka sia-sia saja, entah mendapat kekuatan dari mana Karina bisa berbuat seperti itu yang pasti Karina sungguh-sungguh muak!

Fira buru-buru mengeluarkan ponselnya dan merekam aksi Karina. "Berhenti atau gue sebar video ini. Dan membuat lo semakin mudah untuk di bully secara terang-terangan."

Seakan tersadar. Karina terkesiap, dan langsung berdiri dari duduknya dan menundukan kepalanya. Vania segera berdiri dan merasa geram dengan Karina ia menyuruh Karina untuk bersujud di kakinya dan harus memohon-mohon ampunan darinya. Karina tak membantah itu dan segera melaksanakan apa yang di suruh oleh Karina, Vania yang melihat itu tersenyum puas melihatnya begitu pula dengan kedua temannya.

💔WHY ME?💔

⭐⭐⭐⭐







WHY ME? (DREAME)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang