3. Lomba

11 1 0
                                    

H-3 lomba ulangtahun sekolah..

Karena hari ini ada rapat dadakan, dan siswa SMA WIJAYA dipulangkan lebih awal, murid X MIPA 4 memutuskan untuk membicarakan persiapan lomba ulangtahun. Adel, gadis itu sedari tadi nampak sibuk memijat pangkal hidungnya. Pasalnya ia bingung hendak membawakan lagu apa. Sumpah demi apapun Adel bingung banget. Ia sebelumnya tidak pernah mengikuti lomba seperti ini, walaupun ini hanya lomba sekolah, ia sampai pusing. Jujur, Adelia itu demam panggung.

Adel menghela napas, lalu memejamkan matanya sejenak. Menulikan telinganya, berusaha tak mendengarkan keributan yang diciptakan oleh teman teman sekelasnya. Setidaknya ia sedikit bersyukur, karena anggaran yang diperlukan lomba cukup, jadi ia bisa fokus memikirkan lombanya sendiri. Setelah merilekskan dirinya, Adel lalu mengambil ponselnya yang ia simpan di dalam laci.

Menghidupkan ponsel, mencari referensi lagu apa yang baiknya ia bawakan. Sebuah tepukan di bahu kanannya membuat ia menolehkan kepala kepada sang pelaku.

"Belum nemu del?" tanya Kila, sambil mendudukan dirinya di bangku samping Adel.

Adel menghela napas perlahan, "Belum nih Kil, gue takut kalo gue gagal." Ucapnya lirih.

Kila yang mengerti bahwa teman sebangkunya belum pernah bernyanyi di atas panggung itu mengelus punggungnya lembut.

"Gapapa Adelia, gue tau kalau lo bisa! Gue tau lo udah berusaha sebaik mungkin buat kelas ini. Yang penting usaha dulu, hasilnya pikir nanti aja." Ucap Kila menenangkan.

"Makasih Kila, tapi gue bingung nih mau bawain apaa??" rengek Adel.

"Emm, apa ya?" tanya Kila balik.

"Ah lu mah, gue tanya malah tanya balik." degus Adel kesal.

Kila yang mendengarnya hanya nyengir.

○○○○○

Pukul 19.00

Adel sampai malam ini belum menemukan lagu yang akan dibawakan. Ia lalu membuka ponselnya men-serch rekomendasi lagu akhir akhir ini. Adel mendegus kesal, membanting ponselnya di kasur. Rasanya susah banget sih milih lagu. Karena ia merasa haus ia keluar kamar dan menuju ke dapur.

Saat ia sudah sampai di dapur segera ia meneguk air putih lalu kakinya membawanya menuju ruang tv. Adel kemudian mendudukan dirinya dan menyenderkan badannya di sofa empuk itu. Menatapi langit langit rumahnya yang senyap sepi. Tiba tiba ia tertawa perih. Tak sadar bahwa air matanya sudah di pelupuk mata. Dengan segera ia menghapusnya menggunakan punggung tangannya.

Ayah dan Bundanya, orang sibuk semua. Ayahnya dengan urusan kantornya, walau begitu Adel sedikit bersyukur bundanya memang bekerja, namun tak sesibuk Ayahnya. Sedih sih, jarang ada waktu bareng. Paling sedih lagi sebenernya bukan itu. Adel itu anak kedua dari dua bersaudara. Ia memiliki kakak laki laki. 

Banyak orang di luar mengatakan enak memiliki kakak laki laki. Namun Adel rasakan bukan itu. Dirinya dengan kakak nya jarang bahkan hampir tidak pernah berbicara. Abangnya tipikal orang cuek. Adel sampe merasa asing di dekat Abangnya. Abangnya baru kuliah semester 2, dan kerap dirinya dan abangnya saja yang di rumah.

Berdua dirumah, sangat sering bahkan hampir tiap hari. Namun, abangnya seperti tak peduli dengan Adel. Terkadang ia iri kepada Kila-sahabatnya yang juga memiliki Abang, namun tidak secuek abangnya.

Ok cukup sedihnya. Adel ntar nangis.

Adel kemudian berjalan menuju kamarnya, baru di tangga ia bertemu Rian-kakak laki lakinya.

"Bang, udah makan? kalau belum ada sup di meja, udah aku panasin." kata Adel.

"Oke." jawab Rian.

ADANUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang