Bandung, 27 Desember 2020.
Irene membawa Adict menuju apartemennya. Di sana, ia langsung disambut meriah oleh Edith yang sudah hampir mati kebosanan di dalam apartemen seharian.
Edith Tersenyum simpul dari arah pintu kaca apartemen. "Bon-Zhoor, Jac! " teriak Edith dengan tangan yang terbuka lebar seolah-olah sudah tak bertemu bertahun-tahun dia berlari menuju Irene yang tengah merangkul Adict dengan mata yang sedikit terpejam.
Saat Edith berada tepat di depannya, Irene langsung menepis lengan Edith kasar hingga Edith terhuyung ke belakang. "Awas! laki-laki ini sangat berat, jangan halangi jalanku. Lebih baik kau cepat siapkan lift untuk mempercepat aku membawa laki-laki ini ke atas. " Irene mempercepat langkahnya sedangkan Edith masih diam dengan kepala yang diangguk-anggukan.
Edith berlari lalu membuka kanpintu lift menuju lantai apartemennya, setelah di dalam Irene sedikit mendorong kepala Adict karena bibirnya berhasil menyentuh lehernya. Halis Edith terangkat sebelah, "Kenapa kau tidak menyuruhnya berjalan? kenapa kau harus merangkulnya seperti itu? " tanya Edith bertubi-tubi dan itu membuat Irene berdecak.
Lify berhenti dan pintu terbuka, dengan langkah lebar Irene mendorong Adict hingga laki-laki itu jatuh tepat di atas sofa panjang ruang tengah. "Melelahkan saja, sekarang apa yang akan kauㅡ " ucapan Irene terhenti karena ekor matanya menangkap Edith sedang membuka kaos putih Adict dan ia lempar begitu saja. "Lakukan, " sambungnya dengan napas berat.
Edith berjalan menuju ruangannya dengan sebelah tangan yang menyeret kasar tubuh Adict. "Sudah, sekarang tugasmu selesai, sekarang adalah tugasku. Kita, tukar posisi. Biarkan aku bersamanya sore ini, "
"Apa yang akan kau lakukan padanya?! " teriak Irene namun Edith telah membanting keras ruangan khusus yang di buat ayah sebagai ruangan lukis Edith. Irene berlari menuju pintu ruangan itu namun, pintu telah terkunci rapat. "Edith! aku tidak ingin kau membunuh laki-laki lagi, ingat itu! jangan kau apa-apㅡ "
"Berisik! biarkan aku yang bermain dengannya. " sarkas Edith dari dalam dengan suara yang tak kalah keras. Irene hanya dapat memundurkan langkahnya dan terduduk di sofa, ia teringat bahwa Edith telah membunuh 5 laki-laki beberapa minggu ke belakang, dan ia tidak ingin ada lagi korban kebebasan Edith.
E⚫D⚫I⚫T⚫H
Edith menyeret Adict hingga di ambang pintu, di sana jari telunjuk Edith mengarah pada beberapa sudut ruangan. "Hm, mau di lukis di mana, ya? di atas ranjang, atau di samping jendela, atau di mana? " ucapnya kebingungan karena hampur semua sudut ruangan sudah pernah ia jadikan latar belakang lukisan pada beberapa lukisan yang sebelumnya.
Jari telunjuknya mengarah pada ranjang besar bertilamkan seprai kuning menyala karena itu warna kesukaan Edith sedari kecil, kepalanya menggeleng pelan, "Tidak, di atas ranjang sepertinya tidak cocok untuk latar laki-laki ini. "
Pandangan matanya mengedar ke segala sudut ruangan, tatapannya mengunci satu tempat dan sepertinya tempat itu cocok sebagai latar pada lukisan barunya ini. "Ya, di sofa aja. " ya, sofa pilihannya.
Edith menyeret Adict hingga sampai di depan sofa besar, dia mendorong tubuh atletis Adict hingga tubuhnya itu membentur kaki sofa. "Na... ik, berat sekali. " keluh Edith dengan keringat yang membanjiri keningnya.
Kanvas putih kosong telah di simpan pada tempat kayunya, beberapa batang kuas berbagai ukuran dan cat warna juga telah tersimpan rapi di atas palet. Edith menggapai sebuah kuas berukuran kecil lalu duduk di atas sebuah kursi bundar di depan kanvas.
Suara melodi harmonis mengiringi gerak tangan gemulai Edith saat ia menyentuh kuas dan menyapukannya di atas palet warna dan mulai melukis. "Kau, sangat tampan, tapi sayangnya aku tidak tahu siapa namamu. " ucapnya dengan tangan yang masih berkutat pada kanvas kosong itu.
Di depan posisi melukis Edith, terdapat kursi panjang yang di atasnya ada Adict dengan tampilan telanjang dada dan hanya mengenakan celana pendek berwarna hitam saja. Matanya masih terpejam, obat tidur yang Irene masukan pada wine Adict benar-benar membuatnya masuk ke dalam sarang manusia buas.
Sebagian dari lukisan itu telah selesai dan kini tinggal menambahkan kesan artistik pada lukisannya. Satu warna cat menghilang, Edith mencarinya dan tak bisa menemukannya. "Jac! belikan aku cat warna yang baru, catku yang lama sudah hampir semuanya menghilang. " teriak Edith di depan pintu.
Edith berjalan pelan menuju sofa, dia duduk tepat di depan Adict. Tangannya mulai meraba perut kotak-kotak milik Adict, "Indah dan sexy, ahhaha. " pujinya dengan tawa jahat setelahnya.
Ting...
Suara notifikasi pesan muncul dan ponsel Edith bergetar, ia membuka layar dan mengeceknya. Irene.
Jacquelin Irene : Buka pintu, satu pack cat warna baru sudah ada di depan pintu.
Tangan Edith terangkat, senyum manisnya kembali muncul kala membaca berulang-ulang pesan yang di kirim Irene padanya. Jarang-jarang Irene mau di jadikan pesuruh seperti itu tanpa melawan atau membentak, pikir Edith.
Pintu terbuka dan benar saja, ada Irene dengan sebuah tas jinjing di tangan kanannya, pakaian yang ia kenakan juga sepertinya sudah ganti menjadi pakaian yang lebih sederhana. "Mana? " pinta Edith tanpa membuka kanpintu lebar.
Irene berdecak sebal lalu memberikan satu pack cat warna pesanan Edith dengan kasar. "Aku ingin melihat lukisanmu, " ucapnya lebih santai daripada yang biasanya, ada sesuatu pastinya, pikir Edith.
Edith tertawa hambar belum membuka kanpintu lebar, "Kau ingin melihat lukisanku atau melihat ***nya laki-laki itu? ayolah, jangan berbohong kali ini. " goda Edith dengan senyum jahil yang belum pernah ia lihatkan pada orang lain.
"Kau ini, benar-benar gadis yang berotak miring, ya? yang benar saja, aku hanya ingin melihat lukisanmu. " jelas Irene dengan wajah sedikit bersemu merah, sedangkan Edith sedari tadi malah menahan tawa.
Pintu terbuka, Edith mempersilahkan Irene masuk dan duduk di sofa satunya. Sementara Edith sibuk melukis akhirnya irene mencoba untuk curi-curi padang pada Adict yang masih belum bangun dari alam mimpinya.
"Jac, bukankah kau kemari hanya untuk melihat lukisanku? maaf, lukisanku belum selesai karena cat warna coklat tadi hilang, jadi biarkan aku menyelesaikannya sebentar. " ucap Edith dengan tatapan yang masih fokus pada kanvas yang kini mulai bergambar di depannya. Irene hanya menangguk jengkel, kenapa dia masih bersikeras memanggilnya jac? itu terdengar seperti nama laki-laki.
"Maaf, sebelumnya kau mengatakan akan melukis ***nya tapi aku sama sekali tak mengerti apa yang sedang kau lukis, jadi kau melukis apanya dari laki-laki ini? " tanya Irene penasaran karena sejak awal Edith mengatakan akan melukis ***nya, ia sama sekali tak mengerti.
"Kau ingin tahu? yakin? "
Irene mengangguk cepat, lalu ia berjalan menghampiri Edith namun langsung mendapatkan pelototan tajam darinya. "Kenapa? aku sangat penasaran dengan apa yang sedang kau lukis, " keukeuh Irene.
"Kemarilah, "
E⚫D⚫I⚫T⚫H
Kira-kira apa yang Edith lukis ya?
Edith itu perempuan ya, bukan laki-laki.
KAMU SEDANG MEMBACA
EDITH : GADIS PEMBUNUH
Mystery / ThrillerAUTHOR SEDANG KEJAR PROJECT 2 Edith berarti yang memiliki, sedangkan Adeline berarti kebebasan. Seperti namanya, di memiliki kebebasan terhadap apapun yang ingin dia lakukan, yang ingin dia lakukan hanya satu, melukis orang-orang yang telah menggang...