Kamu tidak perlu melakukan apa-apa untuk membuatku jatuh cinta. Cukup berikan hatimu saja, itu sudah bisa membuat diriku terpana.
-Hilda Ayu Kemala-Suasana kali ini begitu hening, tidak seperti biasanya. Terlihat berbagai macam buku sedang berbaris rapi, layaknya seorang paskibraka. Raut wajah Hilda dan Miranda kelihatan sangat kusut. Mereka sedang mencari buku puisi untuk tugas sekolah, tapi tak kunjung menemukannya. Ini adalah toko buku kedua yang mereka kunjungi, konon katanya koleksinya lengkap namun nyatanya nihil.
Hilda terlihat begitu sumarah, ia takut dimarahi gurunya. Tiba-tiba dia menemukan bukunya, tapi sayang sesosok remaja tampan, berkulit putih, mengenakan kemeja flanel lebih dulu mengambilnya. Hilda hampir terpeselet karena rebutan buku itu, tapi pria tersebut menolongnya. Begitu terkejutnya Hilda, ia gagal lagi mendapatkan bukunya. Namun, tak ada perasaan kecewa yang terlihat di wajahnya. Ia malah menyunggingkan senyuman manis kepada pria itu. Ya, pria tersebut adalah Hilmi, tetangga kelas Miranda dan Hilda, hanya saja anaknya kalem, jadi mereka tidak mengenalinya.
"Hati-hati dong, lo nggak papa?"tanya Hilmi dengan muka sinis.
"What? Gue nggak papa kok. Sini kenalan. Mas, kamu sadar nggak sih manisnya kelewatan," ucap Hilda.
"Nama gue Hilda. Salam kenal orang ganteng, minta username instagram dong. Nyesel kalo lo nggak ngasih."
"Halo, malah dikacangin lagi."
"Woy, kasih tau nama lo."
"Anjay, kaleng rombeng. Please, ini toko buku bukan ajang tebar pesona. Udah nemu bukunya belum?" tanya Miranda kesal.
Hilda menggigit bibir bawahnya. Ia takut mengatakan yang sebenernya. Buku tersebut telah diambil oleh pria itu.
"Hilda Ayu Kemala, pacarnya Cha Eun Woo. Lho, malah diem aja."
"Anu, tadi ada bukunya, sekarang enggak. Tau nggak, itu cowok ganteng banget. Kulitnya bening, shining, simmering, splendid." Hilda antusias.
"Gue kagak nanya itu cowok. Cepetan ketemu bukunya nggak?" Miranda mengulangi pertanyaannya.
"Hehe, gue kasih ke cowok itu. Sumpah, vibes-nya beda. Jantung gue kaya dangdutan waktu natap mata dia. Gue nggak bisa hidup tanpa dia." papar Hilda.
"Gila, baru aja kenal. Udahlah, cari toko buku lain aja."
Mereka berdua keluar dari toko buku itu, dan mengunjungi toko buku ketiga. Keadannya sungguh sangat berbeda, kali ini begitu ramai. Untuk sekadar menghirup napas saja rasanya susah. Lorong demi lorong mereka telusuri, berharap buku itu akan segera ditemukan.
"Sial, gue sebel sama lo. Cuma gara-gara cogan buku sepenting itu lo relain gitu aja," celetuk Miranda.
"Eh, lo cuma liat punggungnya aja. Coba kalo liat mukanya, pasti kita mleyot bersama,"jawab Hilda.
"Capek, cepetan cari bukunya!" Miranda dengan teliti menelurusi barisan buku itu.
Semakin sesak, layaknya sebuah pasar malam. Antusiasme para pembaca buku memang tidak seperti biasanya. Mereka berdua masih menelurusi toko buku itu.
"Mbak, ada yang bisa saya bantu? Dari tadi mondar-mandir nyari apa ya?" tanya karyawan toko tersebut.
"Nah, kenapa nggak dari tadi. Saya udah pusing tujuh keliling tau. Kita lagi nyari buku puisi Hujan Bulan Juni karya Sapardi. Kira-kira masih adakah?" tanya Hilda.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hilmi & Hilda
Teen FictionHilmi, seorang cowok berkepribadian yang sulit ditebak, sifatnya yang penuh tanda tanya membuat karismanya semakin memikat jutaan mata. Pertemuannya dengan Hilda membuat kisah ini dimulai. Keduanya sangat jauh berbeda, bagaikan awan di angkasa dan...