Seluruh tubuh pemuda itu basah dengan air dan tepung. Posisinya tersudut dan sedang dihadang beberapa orang seumurannya yang berhasil menyeretnya kemari. Tiga orang itu, sedang menatapnya dengan raut garang dan siap menghajarnya jika dia berani melawan.
"Berani-beraninya kau melaporkan kami kepada kepala sekolah. Kau kira dirimu siapa huh?!" Bentak salah satunya, Lee Byunggon.
"Kau itu sampah! Ibumu, dan kau. Sama-sama sampah!" Imbuh orang di sampingnya. Lee Midam.
Pemuda itu hanya menunduk dalam. Dia tidak bisa melawan ketiga manusia penguasa sekolah ini. Mereka bertiga, bisa menghabisinya sekarang jika ingin. Karena Doyoung sudah berani melaporkan salah satu pembullyan yang dilakukan mereka bertiga.
"Kali ini aku melepaskanmu Kim Doyoung. Jangan berharap hidup jika kepala sekolah melanjutkan semua ini." Ucap orang di sampingnya lagi, Kim Seunghun yang dikenal sebagai ketua dari tiga penindas itu.
Seunghun menggerakkan tangannya di udara, aba-aba untuk pergi. Doyoung bernapas lega saat melihat kaki mereka sudah menghilang dari hadapannya.
"Kunci pintunya." Perintah Seunghun.
Mendengar itu, Doyoung langsung berlari ke arah pintu rooftop yang sudah ditutup.
"Jangan kumohon!" Teriak Doyoung berusaha membuka pintu yang tertutup.
Namun yang terdengar justru tawa menggelegar dari Seunghun dan teman-temannya diikuti langkah kaki yang semakin menjauh. Doyoung menendang pintunya kesal. Marah karena dirinya tak mampu melawan.
"Aku akan menghajar mereka bertiga kalau sudah berani nanti!" Sungut Doyoung lalu mengusap dan membuang semua tepung yang lengket di rambutnya ke lantai.
"Ini semua gara-gara gadis itu. Sial!"
Tidak ada pilihan lain selain diam. Doyoung tidak mungkin berteriak meminta pertolongan. Jarak rooftop dan ruang jaga sangatlah jauh. Tenggorokannya bisa sobek jika memaksa.
"Kenapa disini malah tidak ada CCTV? Jika ada kan aku bisa melambai ke arah CCTV dan keluar dari sini." Omelnya sambil berjalan menuju tumpukan kotak yang ada di sudut rooftop.
"Aish!" Seru Doyoung saat mengangkat penutup kotaknya. Ternyata, semua kotak itu berisikan tanaman bonsai yang entah apa fungsinya. "Kenapa semua benda itu ada disini?"
Merasa tidak mendapatkan apapun yang bisa dijadikan alas tidur, Doyoung langsung duduk dan menekuk lututnya. Dia menatap langit hitam polos yang tampak sedikit bersinar karena ada bulan. Doyoung membuang nafasnya kasar.
"Andai ada cara membuang sial." Ucap Doyoung menerawang.
Doyoung tertawa sendiri. Membayangkan sesuatu yang mungkin terjadi. Seperti ada malaikat yang membukakan pintu dan menyelamatkannya dari penjara ini sekarang. Atau baterai ponselnya yang akan terisi penuh supaya Doyoung bisa menelfon kakaknya agar tidak mengkhawatirkannya. Andai saja-
Krek.
Doyoung cepat menoleh ke sumber suara. Batinnya sudah dipenuhi asumsi negatif. Ayolah, ini malam hari. Di sekolah. Siapa yang mungkin datang?
Doyoung menutup kedua matanya rapat-rapat. "Siapapun kau. Aku bukan orang jahat seperti ibuku. Aku bukan playboy seperti kakakku. Aku bukan siapa-siapa yang bisa menguntungkan. Jadi lebih baik kau pergi dan kunci lagi pintunya." Ucao Doyoung cepat dengan nadanya yang sudah pasti terdengar ketakutan.
"Kupikir hanya halusinasi, ternyata benar-benar ada orang disini." Ucap seseorang membuat Doyoung membuka matanya perlahan.
"K-kau siapa?"
"Aku Jeongwoo."
"Kau bukan hantu?"
Seseorang bernama Jeongwoo itu lantas tertawa.
"Aku hantu. Kau mau apa?" Ucao Jeongwoo sambil berjalan mendekat.
Doyoung mendelik. "J-jangan mendekat!" Perintah Doyoung yang diabaikan oleh Jeongwoo. Pemuda itu semakin mendekat dan sudah berdiri di hadapan Doyoung tanpa dia sadari.
"Aku membawa kabar untukmu. Kim Doyoung,"
Doyoung makin melebarkan matanya. "Darimana kau tau namaku?!"
Jeongwoo memutar bola matanya. Kenapa orang ini dramatis sekali sih?
"Sudahlah. Nanti saja kuceritakan. Sekarang ikut aku ke rumah sakit."
"Kenapa aku harus ikut denganmu? Aku tidak mengenalmu. Aku tidak tau apa tujuanmu tapi berhentilah membual!"
Jeongwoo berdecak kesal. Dia menarik krah seragam Doyoung dan memaksa Doyoung berjalan.
"Lepaskan! Aku bukan hewan!" Teriak Doyoung.
"Diamlah. Cepatkan jalanmu atau-"
"Kau ini sebenarnya mau apa?! Aku tidak memintamu datang!"
"Kakakmu mengalami kecelakaan! Dia memintaku mencarimu kesini! Jadi diam dan ikuti aku." Ucap Jeongwoo kesal ikut berteriak.
Doyoung diam mematung. Sederet kalimat penghinaan kepada Jeongwoo tiba-tiba hilang digantikan rasa kaget dan khawatir. Doyoung menatap punggung Jeongwoo yang ikut berhenti berjalan.
"Bercandaanmu tidak lucu, orang asing." Tekan Doyoung. "Jangan main-main menggunakan nama kakakku."
Jeongwoo mendengus. Dia hendak berucap lagi, namun merasakan ponselnya bergetar tanda telfon. Jeongwoo lekas mengangkatnya, mendengarkan kalimat yang diberitahukan padanya. Sontak membuatnya menatap Doyoung yang masih melihatnya curiga.
"Kim Junkyu, meninggal. Di rumah sakit Han."
Dan saat itu juga, Doyoung memukul keras wajah Jeongwoo lalu berlari dengan cepat.
*****
Maafin ya sayang..
Belum apa-apa udah revisi. Kalimatnya belum enak juga. Maaf ya.. Setelah aku baca lagi, aku sendiri malah ngerasa kejebak dan bingung bikin alurnya. Maaf banget, tapi inti cerita ini tetap sama kok. Jangan bosen-bosen ya. Sayang 💕 hehehe.
KAMU SEDANG MEMBACA
Allow
FanfictionTerkadang, merelakan sesuatu adalah hal yang paling sulit untuk dilakukan saat kehilangan.