Udara terasa dingin dan menyesakkan. Lagi-lagi tidak tahu karena apa, Doyoung berinisiatif jalan-jalan malam di tepi sungai. Sebenarnya bukan tanpa alasan juga, tadi dia melihat Junghwan yang sedang berada disini. Dibawah jembatan.
Alhasil pikiran Doyoung menolak untuk positif. Dia takut Junghwan melakukan hal-hal yang tidak bisa ditolerir. Seperti bunuh diri misalnya.
Manik Doyoung akhirnya menemukan Junghwan yang sedang berdiri dengan memperhatikan hamparan air yang jumlahnya tidak terhitung itu. Hanya sebentar, setelah itu Junghwan berjalan maju dan semakin mendekati bibir sungai.
Doyoung mempercepat langkahnya dan sampai di sebelah Junghwan.
"Dalamnya mungkin sekitar lima meter. Jangan berpikiran bunuh diri So Junghwan,"
Junghwan mendelik ke arah Doyoung. Mungkin dia bertanya apa yang Doyoung lakukan di sampingnya. Namun tidak dia katakan.
Jujur Doyoung ingin sekali direspon oleh Junghwan. Sudah hampir satu bulan mereka berada di tempat yang sama namun tidak pernah sekalipun dia dan Junghwan saling berbincang. Sekalipun Doyoung mencobanya, Junghwan hanya akan meninggalkannya seperti yang saat ini pemuda itu lakukan.
"Hei Junghwan!" Doyoung berlari menghampiri Junghwan yang sudah semakin jauh. "Aku lebih tua darimu. Seharusnya kau menghormatiku. Tidak baik meninggalkan orang saat bicara." Ucap Doyoung setelah berhasil berjalan menyamai langkah Junghwan yang lebar.
"Ya! Jung-"
"Kalau begitu diamlah. Kalau kau merasa dirimu lebih tua jangan membicarakan kematian denganku. Kau akan mati lebih dulu dibandingkan diriku." Ketus Junghwan.
Tidak. Bukan ini yang diharapkan Doyoung. Dia hanya berusaha mengajak Junghwan bicara dan mencegahnya untuk bunuh diri karena gerak-gerik Junghwan yang mencurigakan. Tapi pemuda itu ternyata salah paham.
"Doyoungie,"
Junghwan sudah pergi. Dan suara ini, Doyoung sangat mengenalnya. Suara orang yang sangat disayanginya. Orang yang dirindukannya. Dia melihat Junkyu sedang berada di bibir sungai. Dengan wajah yang sangat bahagia.
"Junkyu hyung!" Teriak Doyoung kegirangan. Junkyu tersenyum lebar dan merentangkan tangannya.
"Kemarilah. Bukankah kau merindukanku?" Ujarnya lembut.
Doyoung sudah menangis haru lantas berlari cepat menuju ke arah Junkyu. Dia hampir melompat sebelum mantelnya ditarik paksa oleh seseorang hingga Doyoung jatuh terduduk.
"Apa kau sudah gila?!! Mau mati?!" Bentak Junghwan.
Doyoung mendorong Junghwan dari hadapannya hingga jatuh di sampingnya. Sedangkan dia bangun dan melihat Junkyu yang melambai lalu mundur dengan cepat dan menghilang di kegelapan.
"JUNKYU HYUNG! JANGAN PERGI!!"
Doyoung hampir berlari lagi jika tubuhnya tidak ditahan oleh Junghwan.
"Lepaskan brengsek! Kakakku bisa mati disana!!" Umpat Doyoung sambil berteriak.
Junghwan menolak untuk melepas.Dia terus memiting kedua tangan dan menahan perut Doyoung sekuat tenaga.
"Jangan gila Kim Doyoung!! Tidak ada apa-apa disana!! Kakakmu tidak ada!!" Bentak Junghwan tak kalah keras.
Perlahan pertahanan Doyoung melemah. Junghwan melepaskannya dan dia jatuh di atas tanah lembab. Tatapan matanya berubah kosong. Sedangkan Junghwan masih mengatur nafas lalu duduk di samping Doyoung.
"Aku tidak menyangka kau kuat juga," Ucap Junghwan sedikit tertawa.
Diamnya Doyoung membuat Junghwan kikuk. Jadi rasanya seperti ini jika kau diabaikan saat berbicara. Junghwan menatap ke depan sambil membuang nafas.
"Jangan membiarkan dirimu larut Kim Doyoung. Ini bukan dirimu."
Doyoung menoleh. "Memangnya kau tau apa soal diriku?" Tanyanya ketus.
Junghwan hanya tersenyum tipis tanpa melihat Doyoung.
"Aku tau. Kakakmu, kecelakaan bersama dua temannya. Tapi yang meninggal hanya kakakmu. Hanya Kim Junkyu yang kehilangan nyawa. Benar kan,"
Doyoung merasakan ulu hatinya dipukul dan tenggorokannya kering. Dia tak sanggup untuk sekedar membuka mulut menyela ucapan Junghwan yang kurang ajar itu. Namun itu kenyataannya. Doyoung tidak pernah menerima fakta bahwa kakaknya sudah berbeda dunia dengannya. Bahwa kakaknya sudah meninggalkannya untuk selamanya.
"Tapi kau masih beruntung,"
"Apa maksudmu?"
Junghwan tersenyum lagi. "Kakakmu tetap bersamamu. Walaupun raganya mati, jiwanya selalu ada untukmu."
Doyoung menggeleng. "Aku yang menciptakan ilusinya, dia pasti sangat kecewa padaku," Ucapnya sambil menunduk.
"Dia tidak akan menyalahkanmu untuk itu."
Doyoung diam memikirkan kata-kata Junghwan. Mungkin ada benarnya, yang harus dilakukannya hanyalah merelakan Junkyu pergi. Dan dia harus melanjutkan hidup. Tapi semuanya terasa sulit karena dia sendiri.
"Pulanglah Junghwan,"
Junghwan menggeleng.
"Keluargamu akan mencarimu. Kau masih tujuh belas-"
"Aku yatim piatu."
Seketika Doyoung terdiam dan merasa tidak enak. Tidak menyangka anak sependiam Junghwan ternyata tidak mempunyai orang tua. Dia pikir Junghwan seperti ini karena dikekang orang tuanya seperti yang ada di drama. Lantas apa yang membuatnya demikian?
"Hyung." Doyoung menoleh kaget mendengar panggilan Junghwan. "Aku menginap di tempatmu ya,"
***
Tbc.

KAMU SEDANG MEMBACA
Allow
Hayran KurguTerkadang, merelakan sesuatu adalah hal yang paling sulit untuk dilakukan saat kehilangan.