Universitas Talenta Indonesia, 7 tahun lalu.
Pendidikan merupakan cara untuk memperbaiki status sosial. Persis seperti itulah yang Eric van den Heuvel dan Nina Marlina percayai. Fakultas ekonomi jurusan manajemen dipilih bagi Cassandra atas dasar pemikiran, akan mudah mendapatkan pekerjaan atau mendirikan usaha sendiri.
Maka di sinilah Cassandra, berada di barisan sesama lulusan SMA. kemeja putih lengan panjang dan rok hitam. Name tag menggantung di kerah kemeja. Paling jangkung di saf perempuan, dengan kulit putih kemerahan dan retina cokelat yang mencolok, menjadikannya sasaran pandang panitia ospek.
"Dik!"
Cassandra terkinjat mendengar ada yang dipanggil oleh senior yang bertugas di seksi disiplin. Jaket almamater hijau tosca memberi kesan seram. Cassandra cuma bisa mendongak lantaran terlalu kaget. Angga Dwi Putra, dia membaca dalam hati papan nama di dada kiri si senior.
"Kamu!" Telunjuk Angga teracung pada sesosok gadis kurus.
Cassandra iba. Bagaimana tidak, berdiri saja gadis itu sempoyongan. Syukurlah kali ini mereka berada di lapangan basket indoor, bukan dijemur di luar yang terik. Angin kencang sewaktu-waktu bisa saja membawanya kabur.
"Sini, kamu!"
Si gadis kurus maju. Kepalanya menunduk. Cassandra memperhatikan apa kesalahannya sampai dipanggil. Dia mendesah saat tahu permasalahannya.
Ditempatkan di baris paling belakang memberi sedikit ruang gerak. Perlahan Cassandra memutar ransel dari punggung ke dadanya, mengaduk-aduk mencari sesuatu. Cassandra ingat membeli dua buah plastik name tag. Satu dia kalungkan di leher, satunya lagi disimpan dengan karton terselip di dalam tas.
Tangannya menggapai isi tas dan menemukan spidol. Secara sembunyi-sembunyi menulis sesuatu. Ah, dia juga tak tahu nama gadis itu. Maka ditulisnya nama asal saja yang terlintas di kepala."Dik, dijawab dong kalau dipanggil!" timpal seniornya yang lain, kali ini perempuan.
"I-iya, Kak?" cicit si gadis kurus.
"Kak siapa?" hardik senior itu sembari melipat tangan dan memasang raut wajah judes.
Gadis itu menggosok telinganya. Sejak pagi telah didera polusi suara. Bentakan dan hardikan silih berganti menyerang."Kak Riri," bisik si gadis kurus sedikit takut.
"Mana name tag-nya?!" Giliran Angga membentak.
Teman-teman seangkatan cuma berani menatap, tak satu pun buka mulut. Tangan kurus gadis itu meremasi rok, berpikir keras mencari alasan bagus.
"Kak!" Tangan Cassandra terangkat di udara. "Ini name tag-nya jatuh." Buru-buru dia berlari ke depan diikuti tatapan teman-temannya.
Riri menyambar name tag itu dari tangan Cassandra yang tersenyum semanis madu.
"Ngapain senyum-senyum? Mau tebar pesona?" tuduh Riri galak.
Cassandra menggeleng cepat. Dia sadar kecantikannya membius laki-laki normal mana pun. Dia mendapat banyak kemudahan hidup berkat angelic face-nya,tetapi sekarang bukan saat yang tepat memanfaatkan anugerah Tuhan.
"Ya sudah sana, balik!" perintah Riri sok bossy.
Sekembalinya Cassandra ke barisan, Riri membaca name tag tadi. "Dominic, lain kali jangan lupa pakai selama ospek."
Si gadis kurus hanya menunduk, tak bereaksi sama sekali.
"Hei, Dominic. Kamu dengar nggak?!" timpal Angga kemudian menyentuh bahu si gadis kurus.
"Dominic?" tanya si gadis kurus dengan tatapan polos tidak mengerti.
"Iya, nama kamu Dominic kan?" Angga mulai sebal dengan maba tulalit ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
SEXY LINGERIE
RomanceMutiara Prima mempercayai Cassandra van den Heuvel. Segala hal tentang dirinya diceritakan pada sahabatnya sejak masa kuliah itu, termasuk riak pernikahannya dengan Hamizan Parama. Mutiara banyak berkorban bagi Hamizan. Berhenti bekerja, fokus mengu...