Tampan. Satu kata yang mewakili bocah sableng yang ada didepanku. Juan Alfarisy nama lengkap dari remaja begajulan ini saat aku baca nama yang tertera dibuku Matematikanya. Dia kini duduk disebelahku, lebih tepatnya ditepi ranjang sambil menyerahkan beberapa buku padaku.
Aku memandang wajahnya yang begitu putih bersih dengan wajah kebule-buleannya.
dengan Ekspresi tidak mengerti aku bertanya. "Maksudnya apa ini ngasih buku ke Saya?"
"Gue ngasih pekerjaan tambahan sama lo!" Terang bocah sableng itu.
"Pekerjaan saya masih banyak, kamu gak usah repot-repot ngasih kerjaan lagi." Terangku hendak beranjak dari ranjangnya yang begitu empuk.
"Eh-eh-eh mau kemana lo?"
"Mau kedapur lah, mau kemana lagi?"
Juan melihat jam dipergelangan tangannya. "Ini udah mau jam 9, mbak Fitri jam segini pasti udah selesai ngerjain tugas di dapur."
Aku berpikir sejenak, tadi sewaktu aku ke kamar inipun pekerjaan Dapur memang sudah beres. Namun aku tetap mencari cara buat bisa kabur dari kamarnya.
"Marsya pasti butuh saya tidurin, jadi saya mau nemenin Marsya dulu ya?" Ucapku lagi hendak beranjak dari kasur.
Namun segera Juan cegah dengan menarik tanganku kembali. "Marsya gak akan mau deket sama orang asing, bahkan sama mbak Fitri aja Marsya suka nolak. Apalagi sama lo." Ucap Juan dengan tatapan mengejeknya.
Aku menggeretakan gigi saking kesalnya. "Yaudah kamu mau ngasih tugas apa sama saya?" Pasrahku.
Juan akhirnya tertawa geli karena melihat aku yang sudah pasrah. Lalu dia membuka buku matematika yang sekarang aku genggam.
"Ini sekarang lo kerjain matematika dulu buat besok! Ditambah sama pelajaran SBK, PPKN, sama IPS Ekonomi yang minggu depan bakalan gue kumpulin. Buat jaga-jaga lo kerjain aja sekarang biar gue tenang dan lo juga tenang karena gak akan gue tagih." Juan berkata sambil memperlihatkan buku catatannya padaku.
Aku berdecis, ternyata bocah tengil ini sedang memanfaatkanku. Bukannya aku tidak mau, atau aku tidak bisa mengerjakan. Tapi ini tindakan salah, Juan pasti keenakan PR-nya aku kerjakan.
"Eh Babu! Kenapa lo diem?" Tanyanya dengan begitu tidak sopan.
Aku mengepalkan tangan karena sebal, ingin sekali sekarang aku berkata kasar. Bocah itu benar-benar tidak bisa menjaga mulutnya.
"Nama gue Sari Arianti Lestari bukan 'BABU'!!." Ucapku penuh penekanan dikata Babu. Dengan embel-embel 'gue' karena sudah saking kesalnya.
"Iya iya SARI bukan Babu" ralat Juan dengan penuh tekanan dikata Sari.
"Kalo gue gak mau gimana?" Tanyaku dengan tatapan menantang.
"Gue gak akan makan malam ini" jawabnya dengan begitu pede. Padahal masa bodo dia mau makan atau tidak, yang penting aku sudah melakukan tugasku sebagai pelayan.
"Bodo amat, lo mau makan. Lo mau puasa, atau lo mau berhenti makan sampe mati juga gue gak peduli" ucapku sambil memutar bola mata malas.
Dia tampak kesal, terlihat dari sorot matanya yang begitu tajam. Bola mata hijaunya begitu indah saat aku bersitatap dengan matanya. Sungguh anak ini memang keturunan Bule, dilihat dari Mamanya Bu Monica yang memang asli Bule. Tapi wajah Juan agak sedikit kecampur turunan Indonesia karena Pak Pram juga terlihat Indonesia asli.
Wajah putih Juan mendekat ke wajahku. Namun mataku justru malah salah Fokus melihat bibir belahnya yang begitu Sexy. Serta gigi gingsul yang telihat karena dia kini sedang menggeretakan giginya saking kesal padaku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sarjana Jadi Pembantu (Pindah Ke Dreame)
Подростковая литератураAku adalah wanita tanpa pekerjaan. Semua tetangga menyebut Aku pengangguran. Aku banting setir menjadi seorang pembantu meski gelarku Sarjana. Namun tanpa aku sangka, takdir mengantarkanku bertemu dengan seorang remaja laki-laki yang menyimpan berib...