I

902 124 4
                                    


Kamis, 27 Februari 2020

Siang itu matahari terasa menghantam daratan bumi, mengingat musim kemarau mulai mendekat, teriknya semakin semangat mengusik kebanyakan manusia. Seorang gadis dengan kemeja putih tulang dan celana jeans biru berjalan cepat menuju ruangan besar diujung lorong. Papan kecil bertuliskan 'Ruang Dekan' di atas pintu terlihat kokoh menyambut siapa saja yang ingin menemui sosok penting di dalam ruangan.

Tok tok tok

"Ya silahkan masuk" Tangannya memutar knop pintu setelah mendapat respon dari dalam.

"Permisi pak hehehe" Kepalanya menyembul dari balik pintu, dengan cengiran kecil diwajah kusutnya.

"Nah ini anaknya dari kemarin dicari-cari, duduk Bi" Kedua insan itu duduk bersebrangan dengan sebuah meja kaca ditengah-tengah mereka.

"Ada keperluan apa ya pak saya dipanggil kesini?"

"Ah ngga usah banyak basa-basi lah nak, Bapak yakin kamu sudah dengar dari dosen lain. Gimana?"

"Hehehe iya pak kan saya cuma memastikan aja. Bapak yakin pak mau saya yang naik?"

"Kalau Bapak nggak yakin ngapain Bapak sampai panggil kamu kesini"

"Tapi saya ngga tau partnernya siapa Pak, soalnya ngga begitu kenal anak jurusan lain"

"Nah pas kan, tenang aja, Bapak kenal dekat sama Dekan di Teknik dan pernah ngomongin ini, kamu tau nggak itu yang ganteng tinggi anaknya, terkenal pinter kan tuh dia sering ikut lomba-lomba, anak arsitektur kalo Bapak ngga salah inget ya"

"Ih Bapak, anak terkenal di jurusan kita aja saya ngga hafal, apalagi di teknik yang beda gedung. Ciri-cirinya juga kurang spesifik Pak" Wajah gadis itu memelas dengan kedua alis yang bertautan.

"Sebentar, kayaknya masih ada di chat Bapak sama Dekannya" Tangan si pria paruh baya terulur mengambil telepon genggam hitam diatas meja. Jarinya terlihat pelan namun pasti, mencari-cari sebuah nama yang bersembunyi diingatannya.

"Nah ini nih ketemu! Jaehyun, namanya Jaehyun"

--------------------------------------------------

"Sinbi! Sini sini!" Mata sang empunya nama menyipit, mengikuti kemana arah suara berasal, yang ternyata cukup jauh dari jarak pandangnya. Kakinya melangkah cukup cepat berusaha menggapai satu-satunya kursi kosong disamping sahabatnya.

"Kenapa tuh muka? Kusut banget" Yang ditanya hanya membuang nafas dengan kasar. Tangannya diangkat ke atas meja, dilipat dan dijadikan bantalan untuk kepalanya bersandar. Kedua mata yang terlihat sudah layu itu diajak untuk sejenak terpejam.

"Ih ditanya malah diem aja. Udah makan siang belum?"

"Ngga usah ditanya, rasa lapernya udah insecure lihat kaki gue kesana kemari dari tadi"

Bugh

"Aduh! Eunseo ih sakit!" Sinbi terbangun, tubuhnya langsung menegak setelah mendapat hantaman tepat di bahu kanannya.

"Bangun! Mau makan apa ih cepet biar gue pesenin, udah jam segini loh Bi" Eunseo mengangkat telepon pintarnya ke depan wajah Sinbi, menunjukkan layar yang sudah dihidupkan dengan lockscreen foto pemandangan yang ia ambil saat berlibur tahun lalu bersama Sinbi.

"Yaudah sana pesenin apa aja deh, dibilang gue ngga laper juga" Wajah Sinbi merengut, tubuhnya menyusut turun kembali pada posisi awal dan menutup lagi kedua mata yang sudah terasa sangat berat. Meninggalkan Eunseo yang mendengus kesal namun tetap beranjak pergi ke salah satu warung makan ibu kantin yang menjual makanan berat, keukeuh memesankan 1 porsi makanan untuk sahabatnya.

Jam sudah menunjukkan pukul empat sore bahkan hampir ke angka lima, namun Sinbi lebih tertarik untuk mengistirahatkan tubuh dan pikirannya sejenak. Seingatnya, sesuai dengan janji yang dibuatnya beberapa jam yang lalu, pada pukul enam nanti ia harus pergi ke sekretariatan BEM untuk menemui sang gubernur, membicaraka pembebas tugasannya dari keanggotaan.

"Seo, bangunin jam setengah 6 ya"

"Dih padahal udah dipesenin makan kok malah tidur"

"Iya nanti gue makan, tidur dulu bentar" Pembicaraan berakhir, ditutup dengan dengusan kesekian kali oleh Eunseo yang melihat sahabat karibnya terkulai lemas di kursi dan meja kantin kampus. Seperti biasa.

--------------------------------------------------

"Di dalam aja ya Bi, anak-anak mau pada nyebat katanya"

"Ih kalian ngga lihat apa tuh tulisan segede harga diri kampus, 'Dilarang Merokok', ngeyel amat!" Sinbi melepas sepatunya satu persatu seraya mencibir ke arah beberapa anak BEM yang sudah duduk manis di teras dengan kotak rokok di tengah mereka. Kakinya melangkah tergesa-gesa dengan kedua matanya menatap tajam tiap lelaki yang justru tersenyum lebar kearahnya. Dah pada bau keringat, ditambah bau rokok, diiih. Keluhnya dalam hati.

"Gimana Bi? Udah fix jadinya?" Doyoung membuka pembicaraan serius antar keduanya. Sinbi yang baru saja duduk bersila di depannya, langsung mengangguk. "Kalo ntar kalah, dah siap?"

"Aneh ngga kalo gue malah belum ada kepikiran gue bakalan menang?"

"Hahaha ngga sih, gugup banget ya lo?"

"Iyalah, pertama kali ini"

"Tahun lalu juga lo bilangnya pertama kali jadi ketua ospek, bagus tuh hasilnya? Malah sampe dipercayain dekan buat naik kan"

"Yah Doy jangan samain yang beberapa bulan sama yang satu periode dong, mana ini ranahnya udah satu negara" Bibir Sinbi mengerucut, tubuhnya bergerak mendekati dinding dan menyandarkan kepala serta bahunya disana. Doyoung hanya tertawa melihat tingkah salah satu teman seperjuangannya dari jaman ospek hingga kini menginjakkan kaki di organisasi kampus.

"Ohiya, lo kenal yang namanya Jaehyun anak arsi nggak? Kata Pak Agus dia terkenal tapi gue ngga tau tuh" Sinbi kembali menegakkan tubuhnya.

"Kenal, tapi gue ngga buka jasa comblangin ya"

"Ih serius ini tuhhh" Tangan gadis itu sudah mengepal hendak mendarat ke salah satu bahu Doyoung jika saja ia tidak menahannya. Barisan gigi kelinci kembali ia tunjukkan. Sinbi hanya mendengus kesal.

"Hahaha iya ini serius Bi gue kenal, tahun lalu satu kelompok PKM sama dia. Kenapa?"

"Pernah deket dong??" Sinbi terlihat bersemangat, membuat Doyoung tersenyum menanggapinya.

"Yaa gitu deh, kenapa sih? Minta dicomblangin beneran ya?"

"Ih bukan! Ada kontaknya ngga? Pak Agus tuh mau gue partneran sama dia buat naik"

"Ada nih, kalo anaknya ngga ganti nomor sih. Bentar, coba gue chat dulu kali ya" Doyoung mengambil ponsel berwarna biru langit dari dalam saku celananya. Sinbi hanya diam dengan mata penuh harap.

"Eh langsung dibales nih, masih fast respon aja anaknya" Rasa senang tak dapat disembunyikan oleh Sinbi, gadis itu terus memukul-mukul pelan kaki Doyoung.

"Kirim Doy kiriiiiim"

"Iya iya sabar... Udah tuh" Notifikasi di ponsel hitam Sinbi terdengar keras. Gadis itu terlihat senang sekaligus lega, seperti ada beban yang terangkat dari bahu kecilnya. Doyoung hanya tersenyum seraya memerhatikan tingkah gadis di depannya. "Biasa aja kali, Bi"

"Ngga bisa Doy. Tau ngga sih tadi siang abis ketemu Pak Agus tuh gue langsung ke gedung teknik nyari ini orang atau minimal dapetin kontaknya lah. Dia terkenal sih terkenal tapi ngga ada yang punya kontak dia ya gimana gue ngga stress sampe lupa makan heeuuuu makasih banyak Doy, emang terbaik deh Pak gub ini" Sinbi mengangkat kedua jempol tangannya ke arah Doyoung yang disambut dengan suara tertawa dan gelengan-gelengan kecil.

--------------------------------------------------

-to be continued-

Short Story [Sinb x Jaehyun]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang